meet

3 0 0
                                    

"aapako dhanyavaad" (terima kasih). Ucap seorang laki-laki dengan jas putihnya yang tengah berada di ruangannya. Ia baru saja menerima data kondisi pasien di rumah sakit ini. Stephen Strange berhasil lolos dari ujian akhirnya dan tengah menjakani praktek di India.

Ia melihat kalender dan tepat di akhir bulan ini, ia akan menyelesaikan prakteknya, menerima lisensinya sebgaai dokter bedah saraf dan bisa melamar kerja di rumah sakit di Amerika.

Christine, ia ditempatkan di Jerman, berbeda dengan Stephen, ia baru bisa pulang ke Amerika 5 bulan setelah itu. Namun ia tetap senang menjalaninya, hari harinya sebagai dokter bedah kebanggannya pun terwujud. Ia bertekad bisa menunjukan ini pada kedua orangtuanya.

"Dr. Strange, terima kasih telah membantu menyelamatkan nyawa anak kami. Kami sangat berterima kasih akan hal itu." Stephen tersenyum nmaun merasa janggal dengan pernyataan tersebut. "Membantu?" Tanyanya.

" Ia, Tuhan dengan perantara kau telah menyelamatkan anak kami dari kecelakaan oarahnya"jawab sang ayah yang dpaat Stephen lihat dari pakaiannya adalah seorang Pendeta. "No sir, aku yang baru saja menyelamatkan nyawa anakmu dengan usahaku sendiri. Kau tahu betapa rumitnya aku harus menysun kembali saraf yang terputus? Ya itu aku lakukan. Aku baru saja menyelamatkan nyawa anakmu. Permisi" Stephen berlalu ke ruangannya dan menghempaskan diri ke bangku dan menarik napas berat. 12 jam di ruang operasi membuat tubuhnya penat ditambah sedikit keributan tadi, rasanya ia ingin segera tidur, namun ia harus mmebuat laporan terlebih dahulu.

"Huhh, kuyakin dokter lain tidak akan mampu menyelesaikannya. Melihat saraf yang terlepas tadi saja mereka mungkin sudah menyerah" gumamnya sendiri.

Pintu terbuka menampilkan dokter lain yang adalah teman Stephen, Josh.
"kau membuat mereka terdiam, Strange. Aku tidak tega"  tutur Josh langsung duduk di sofa sana." Biarkan, mereka kadang harus mengapresiasi kita bukan hanya dengan kata perantara." Strange membalas.

Josh yang malas berdebat hanya diam dan membuka laptopnya. "Jadi bagaimana peringkatmu?" Tanyanya mengalihkan topik. Strange hanya membuang napas kasar. "Hanya naik 1 tingkat menjadi nomor 4. Si tua bangka itu tidak mau beranjak dari posisinya".

Josh hanya tertawa mendengarnya "oh ya, tadi siapa nama pasien kita?" "Erick" Strange tadinya hanya menjawab asal pertanyaan Josh, namun ia merasa janggal.  "Apa yang kau lakukan?" Tanya Strange.

"Kau tahu apa yang aku lakukan, Strange" jawabnya masih setia pada layarnya. Senyum terbit di wajah Strange. Josh sedang mengerjakan laporannya.

"Istirahatlah, kau terlihat lelah" Strange mengangguk. "Kau tahu, katanya 3 bulan lagi akan ada dokter baru lagi disini, dan tebak apa. Yup perempuan!" Seru Josh bersemangat tanpa ia sadari Strange sudah langsung tertidur di kursinya membuat Josh hanya bisa geleng-geleng.

"Kau berusaha terlalu keras, Stephen. Kau bahkan hanya istirahat 2 jam dari operasi yang pertama dan berlanjut mengerjakan operasi lainnya." Josu menarik napas pelan sambil menatap wajah Stephen yang tertidur pulas. Stephen Strange adalah orang paling ambisius yang pernah ia kenal.

Saat pertama kali masuk, nama Stephen Strange bukanlah orang asing di Runah Sakit tempat ia bekerja. Rumah Sakit ini adalah Rumah Sakit no. 1 di kota ini dan terbilang banyak lulusan dokter gagal mendaftar disini. Masuk sini saja sudah bonus, apalagi mempunyai popularitss bahkan sebelum bekerja, hanya Stephen Strange yang bisa.

Lulusan terbaiik dari kampus no. 1 juga, nilai dan laporan dari prakteknya di India juga sempurna. Bahkan bisa menjadi dokter bedah di usianya yang terbilang masih muda, 24 tahun. Hanya ia dan 1 dokter perempuan yang berhasil lulus kedokteran dibawah usia 25 tahun. Namun dalam hal ini, Stephen kalah. Karena Christine Palmer lah yang termuda, berhasil lulus pada usia 21 tahun. Sangat cemerlang memang.

The key of future | Stephen x ChristineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang