Hari Minggu Raisa sebenarnya ingin ia habiskan untuk berdiam diri di dalam kamar. Menonton drakor, mendengarkan musik, dan membaca novelnya yang menganggur di rak. Tapi, semua ekspektasi itu sirna ketika tiba-tiba Nevan menelponnya.
"Raisa, kamu di rumah?"
"Iya, Kak. Ada, kenapa?"
Terdengar kekehan dari seberang. "Kamu pasti lagi rebahan ya?"
Raisa melotot kecil, reflek menoleh kanan-kiri. Mencari, siap tau cowok itu mengintip. "Kok tau?!"
"Nebak aja," balas Nevan. "Btw, aku di luar nih. Depan pagar."
Mendengar itu, Raisa mendudukkan dirinya. Buru-buru turun dari ranjang dan melangkah ke jendela. Benar saja, Nevan kini mendongakkan kepala ke arahnya sambil melambaikan tangan. Satu tangannya lagi memegang telpon yang berada di dekat telinga.
"Kak Nevan ngapain di sanaaa??" tanya Raisa.
"Mau ngajak jalan kamu."
"Yahhhh, Kak. Aku mau rebahan aja hari ini."
Nevan mengembuskan napasnya berat. "Padahal aku mau ngajak kamu ke festival. Ada banyak makanan di sana."
Mendengar kata makanan, Raisa jadi bersemangat. "Gratis, Kak?"
Nevan tertawa. "Ya enggaklah. Tapi tenang aja, nanti aku traktir deh."
"Seriusan?" tanya Rania tak enak hati.
"Iyaa, buruan sini turun. Nanti keburu siang."
• • • •
Di mata Nevan, Raisa adalah gadis sederhana yang memesona.
Raisa, adalah gadis yang membuatnya jatuh cinta. Tentu saja.
Nevan tersenyum tipis ketika mereka berhenti di area tempat menjajakan makanan. Katanya, Raisa belum sarapan. Alhasil mereka makan salah satu gerobak yang menjual soto dari berbagai daerah.
"Seumur-umur baru kali ini ngerasain soto seenak ini," kata Raisa bersemangat.
"Pipi kamu masih penuh." Nevan geleng kepala pelan ketika Raisa hendak memasukkan sesendok lagi ke dalam mulutnya.
"Abisnya." Raisa menelan makanannya, mengambil minum yang disodorkan Nevan. "Enak sih, Kak."
"Belepotan tuh," ucap Nevan membuat Raisa melotot. Gadis itu buru-buru mengusap sudut bibirnya.
Namun, ketika suara tawa renyah Nevan terdengar. Raisa tersadar, ia di tipu.
Sial.
"Lucu banget kamu kagetnya HAHAHA."
"Enggak lucu," sungut Raisa kesal.
Nevan tertawa sampai air matanya keluar. Kini Raisa benar-benar menatapnya kesal. Dengan sisa tawanya, Nevan berkata, "Iya maaf, yaudah lanjut makan gih."
"Kak Nevan gak ikut makan?"
Nevan terdiam sebentar, kemudian mengerling ke arah Raisa. "Suapin ya?"
Raisa tersedak. Nevan buru-buru menyodorkan air minum untuknya.
"Pelan-pelan makanya."
"Kamu sih, Kak," kata Raisa menyalahkan.
Raisa itu enggak peka apa ya? Atau dia hanya pura-pura tidak peka saja? Nevan mengembuskan napasnya pelan. Ketika Raisa mau menyendokkan soto ke mulutnya, Nevan buru-buru meraih tangan gadis itu dan memasukkan soto ke dalam mulutnya sendiri.
Raisa mengerjap, melirik tangannya yang digenggam Nevan. Kini seolah dia sedang menyuapi cowok itu.
Raisa berdehem, melepas tangannya, kini sendok itu dipegang Nevan sendiri.
Nevan hanya tersenyum, lanjut menyendok sotonya. Namun, tak selang beberapa lama suara Raisa mengagetkannya.
"YAAA! KAK NEVANNN!!!"
"Hah apa kenapa dimanaㅡ" Nevan tak melanjutkan ucapannya ketika melihat kini Raisa berdiri memandang horor ke arahnya.
Raisa menganga, dengan tangan menunjuk ke arah mangkuk milik Nevan.
"Itu sendok aku," kata Raisa pelan. "Tadi udah aku pake, dan Kak Nevan juga ikut pake itu ...."
Satu alis Nevan terangkat.
Raisa memegangi bibirnya. Ia menatap Nevan lalu ke arah sendoknya. Gadis itu mengulangi hingga beberapa kali.
"Maksud kamu," ucap Nevan menggantung. Tersenyum paham, sedangkan Raisa sudah melebarkan pupil matanya.
Melihat ekspresi yang begitu menggemaskan itu, Nevan semakin gencar ingin menggoda.
Cowok itu menarik Raisa duduk kembali. Lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Raisa. Berbisik, "Kita ... ciuㅡhmmp."
Belum juga menyelesaikan ucapannya, Raisa sudah membekap mulut Nevan.
"Diem, Kak!"
"Iya-iya, diem," kata Nevan setelah melepas bekapannya.
Raisa berdehem pelan. Ia meraih minuman di dekatnya, guna menetralkan rasa gugup.
Nevan melirik gadis itu sekilas. Ia tersenyum jahil. "Sa," panggilnya membuat Raisa menoleh.
"Kita tadi ciuman enggak langsung kan?"
"KAK!"
Dan Nevan hanya membalas dengan tawanya.
• • • •
Setelah pergi dari area makanan, keduanya berubah menjadi canggung. Raisa berjalan kikuk di samping Nevan, gadis itu beberapa kali mengelus lengannya tak nyaman.
"Udahlah, anggep aja tadi kita cuma makan doang," kata Nevan dengan entengnya.
Raisa melotot. "Mana bisa gitu!"
"Ya terus gimana?" tanya Nevan berhenti. Kini memposisikan diri menghadap Raisa seutuhnya. "Mau minta pertanggungjawaban gitu hm?"
Cowok itu sedikit menunduk, menatap manik mata coklat Raisa tepat. "Yaudah."
"Yaudah?" ulang Raisa.
"Ayo pacaran. Biar aku tanggung jawab."
Mendapati Raisa membeku, sampai lupa berkedip Nevan pun tertawa pelan. "Candaa," katanya mengacak rambut gadis itu gemas.
Raisa mengerjap, berusaha menetralkan diri. Cewek itu ikut tertawa, memukul bahu Nevan pelan.
Lalu Raisa melangkah lebih dulu, pergi ke area dimana banyak barang-barang dijual dengan harga murah. Tawa Nevan terhenti, tergantikan kediamannya memandangi punggung mungil Raisa, cowok itu memasukkan jemarinya ke dalam saku celana.
Sejujurnya ... Nevan tak bercanda.
Tapi dia terlalu pengecut untuk mengungkapkannya secara gamblang.
• • • •
"Raisa!"
Panggilan itu menghentikan langkah Raisa yang sedang memilih barang-barang lucu. Ia menoleh, diikuti Nevan di sampingnya.
"Shinta," ucap Raisa pelan. Shinta tersenyum, tapi sebenarnya fokus Raisa bukan di sana. Melainkan sosok cowok yang melangkah di belakang temannya itu. "Agra?"
Mereka jalan bareng?
Setelah cowok itu bilang dia menyukai Raisa?
Raisa terkekeh sinis. Menatap Agra yang kini terdiam di tempatnya.
YOU ARE READING
Agra, Rasa, dan Raisa (End)
Jugendliteratur[CERITA SUDAH TAMAT] Bukan kisah istimewa, hanya kisah sederhana antara Agra dan Raisa di masa SMA. Hanya kisah klasik anak remaja yang terbalut akan tawa, luka, juga rahasia. . "Bahagia, Sa. Terima kasih untuk segalanya." ㅡ Alputra Agra Anggara . ©...