Koh Kris VI

7.3K 126 6
                                    

Selamat membaca. Kalo ketumpahan, we gk tanggung jawab 🥰😍

























Dengan langkah yang terburu-buru, koh Kris menyusuri koridor kantornya. Ia tidak menuju ke ruangan kerjanya, melainkan langsung ke ruangan pak Tio. Arah ruangan mereka berbeda sehingga koh Kris tidak sempat menaruh tas nya ke meja kerja.

*tok tok tok…

Bunyi ketukan di pintu khas kayu mengikuti jari koh Kris.

“masuk…”

Koh Kris langsung menggenggam gagang pintu lalu membuka pintu itu. Saat pintu itu terbuka, nampak Yudi dan pak Tio sedang tertawa sambil memegang beberapa kertas. Pandangan mereka berdua langsung tertuju pada koh Kris yang nampak tidak terlalu rapih dari biasanya. Ada bercak yang menyerupai air di beberapa titik kemejanya, sabuk yang tidak masuk ke beberapa jahitan kain. Wajahnya nampak agak basah dan mengkilap.

Koh Kris berjalan pelan, menuju ke kursi di sebelah Yudi tanpa mau melihat ke arah mereka berdua. Ia mendudukan pantatnya dengan hati-hati hingga akhirnya kedua bongkahan besar itu bisa mendarat sempurna.

Saat koh Kris merasa sudah siap dengan pertemuan ini, ia melihat ke arah pak Tio dan sengaja tidak mau melihat ke arah Yudi. Perkara tadi di toilet benar-benar memalukan.

Pak Tio hanya menatapnya dengan sebuah senyum. Senyum yang membingungkan, membuat koh Kris agak salting karena tidak tahu harus berbuat apa, mengingat dia yang dipanggil ke sini.

Cukup lama jeda yang terjadi, membuat suasana cukup canggung bagi koh Kris. Ingat, hanya koh Kris saja, karena Yudi nampak begitu santai sambil membaca lembaran kertas di depannya.

“okeh…” kata pak Tio memecah keheningan dengan suara khas bapak-bapak berusai 50-an.

“karena semua udah berkumpul disini, jadi bapak langsung saja ke poin pentingnya” pak Tio mengeluarkan sebuah map berwarna merah, lalu memberikan kepada koh Kris. Ia sempat menengok ke arah Yudi dan mendapati ada map yang berwarna senada dalam genggamannya.

Ia lalu mengambil map itu dan membukanya. Ia membaca dengan teliti semua yang tertera dalam tumpukan kertas itu. Dahinya mengkerut, dan kadang-kadang matanya memicing. Selesai dengan membaca semua yang ada dalam map itu, koh Kris meletakan map itu ke meja lalu menatap ke arah pak Tio.

“bapak mau usir saya???” tanya koh Kris dengan nada yang agak tinggi.

Pak Tio menarik nafas panjang sambil sedikit memejamkan matanya “bukan… bukan begitu, bapak hanya memberikan kamu waktu untuk rehat, berhubung kamu pegawai yang sangat telaten dalam bekerja dan cukup kooperatif terhadap sesama, kamu perlu untuk mengambil waktu cuti” kata pak Tio menjelaskan.

Koh Kris nampak masih mempertimbangkan kalimat dari pak Tio. Dalam benaknya, bisa saja itu adalah akal-akalan pemimpin untuk mengusir secara halus karyawannya. Atau juga karena kehebohan yang terjadi saat kasusnya blowup di internet sehingga banyak orang yang datang ke kantor ini demi bisa bertemu dengan dirinya.

Kerutan di dahinya membuat pak Tio paham dan akhirnya memberikan sedikit penjelasan mengenai apa yang baru saja ia baca “pak Kris tidak usah khawatir mengenai pekerjaan ini. Anda tetap menjadi pegawai di kantor ini, posisi anda aman, dan lagi pula…” pak Tio memajukan tangannya lalu memegang lengan kekar koh Kris. “… mengambil cuti bukanlah perkara kriminal, siapa juga yang bisa menolak tawaran ini. Biasanya juga malah pegawai yang nuntut buat cuti. Bagaimana? Tertarik?”

Melihat ada kesungguhan dibalik mata pak Tio, akhirnya koh Kris luluh juga. Pemikiran nya yang terlalu was-was hilang, meresap ke lantai.

“okeh, baiklah pak… saya terima” kata koh Kris dengan sebuah senyum kecil di bibirnya.

Koh KrisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang