"Selamat siang, selamat datang di-" kalimat itu tidak lagi diselesaikan saat netranya menangkap sosok gagah yang kini berdiri di pintu masuk dengan tampilan berwibawa yang jauh berbeda dari terakhir kali dilihatnya dan senyum menawan itu terpulas saat pandangan mereka bertemu. Sosok yang begitu dinantinya, dirindukannya setengah mati, Park Sungjin.
Langkah itu begitu ringan, berjalan dengan wibawanya melewati meja-meja yang ada di sana.
"Senang bertemu denganmu lagi, Lee Jieun." sapa pria itu saat ia telah berdiri di hadapannya.
Jieun masih mengunci bibirnya, pun pada pandangannya yang tidak melepas pada sosok sang sahabat yang kini terlihat begitu baik. Seperti janjinya dulu.
Pria itu mengusap canggung tengkuknya dan berkata, "Um...kenapa kau melihatku seperti itu? Kau...tidak menyukai kejutanku?"
Bruk
Sungjin tidak siap ketika Jieun menerjangnya dan memeluknya tanpa aba-aba. Tubuhnya membeku, merasakan kembali kehangatan yang telah lama tidak didapatkannya dari sosok wanita yang begitu dirindukannya.
"Bodoh. Enam tahun aku menghabiskan waktu menunggumu seperti orang bodoh dan sekarang kau tanya apa aku tidak menyukai kejutan darimu?" ujaran itu teredam oleh pakaian yang menghalangi akan bibir milik wanita itu yang kini menempel erat pada pundak tegap sang pria.
Sungjin perlahan kembali pada kesadarannya. Senyum tipis terpulas pada bibir setelah ia mendengar perkataan sang wanita. Serta merta ia turut membalas pelukan itu, merengkuhnya pinggangnya lebih erat sedang ia menghirup lebih dalam pada parfum beraromakan lembut milik Jieun yang telah disadarinya berbeda dari ingatannya dulu.
"Aku merindukanmu." gumamnya di telinga Jieun.
"Maaf sudah menunggu terlalu lama." lanjutnya lagi.
Jieun mengangguk dalam pelukannya. Pelukan itu melonggar seiring Jieun yang menarik diri untuk mendongak menatapnya dengan mata yang nyaris menangis, "Aku hampir menyerah karena kau tidak juga datang menemuiku."
"Maafkan aku, sesuatu terjadi dan membuatku harus mengundurkan kepulanganku." sesalnya.
Wanita itu kemudian melepas pelukannya dan menariknya menuju satu meja di dekat kasir.
"Kemarilah. Biar aku pesankan sesuatu-" namun belum selesai Jieun berbicara, Sungjin menahannya begitu juga pada niatnya yang hendak meminta Sungjin menempati kursi, berbalik menjadi pria itu yang mendorong Jieun untuk duduk menempati kursi di meja itu.
Mata Jieun membulat terkejut juga kebingungan saat pria itu justru berlutut pada satu kaki di hadapannya. Beberapa pelanggan yang ada di restoran telah mencuri tatap ke arah mereka dengan pandangan ingin tahu.
Sungjin meraih tangan kanannya untuk digenggamannya, dan pria itu lalu berkata, "Aku datang untuk menjemputmu. Aku ingin mengajakmu ikut denganku."
Dua kalimat yang diujarkannya itu seketika membuat wanita itu mengernyit tidak paham.
"Apa maksud-" sebelum Jieun sempat bertanya, ucapannya terhenti oleh gerak tangan Sungjin yang meremas tangannya dalam genggaman, untuk memberitahu jika ia belum mengizinkan Jieun menyelanya.
"Jieun. Selama enam tahun aku berpisah denganmu, aku berusaha memperbaiki segalanya. Aku mencoba menata kembali hidupku, memperbaiki kesalahan yang ada baik itu dengan orang lain maupun diriku sendiri. Aku mencoba memaafkan mereka yang sempat kubenci, melapangkan diri atas takdir yang dituliskan untukku dan membenahi diriku menjadi lebih baik. Aku belajar banyak arti kehidupan yang lebih baik untuk diriku, belajar arti cinta dan percaya untuk segala hal di dunia ini. Aku selalu mengingatmu setiap aku hendak memulai segalanya, kau yang selalu memberiku kata semangat juga kata penenang untuk membuatku tidak patah semangat jikalau aku gagal meraih kemenangan. Janjiku untuk membawa diriku yang lebih baik di hadapanmu, kini terkabulkan saat ini. Karena itu,..." ucapan itu terjeda dan Jieun hanya memperhatikan dengan degupan jantung yang kian meningkat saat pria itu merogoh kantung jas yang dikenakannya dan mengeluarkan sebuah kotak beludru yang berisi cincin putih berhiaskan berlian kecil di atasnya, untuk kemudian disodorkannya di hadapannya.
"Lee Jieun, hari ini aku memenuhi janjiku, untuk menemuimu dan melamarmu di depan orang banyak. Jadi, apa kau mau menikah denganku? Mari menua bersama. Temani hari-hariku bersama anak-anak kita nanti. Kau mau kan?"
Jieun terlalu terkejut hingga ia tidak mengatakan apapun selama beberapa saat. Otaknya mendadak menjadi lambat bekerja, sibuk mengulang tawaran yang disampaikan oleh Sungjin beberapa saat lalu. Dia tidak sedang bermimpi kan? Ah tidak, bukankah ini keinginannya dulu? Tapi ini terlalu mendadak dan Jieun tidak dapat berpikir dengan baik.
Pria itu meremas pelan pada genggaman tangan mereka yang saling bertaut, berusaha mendapatkan perhatian Jieun kembali padanya. Sungjin tahu ini begitu mendadak bagi Jieun, tapi dia ingin memenuhi janjinya pada Jieun dan dia tidak ingin lagi menunda hal ini.
"Tidak menjawab berarti terima ya?" tanya Sungjin dengan seringai jahil yang biasa diberikannya setiap kali ia menggoda Jieun.
Jieun berkedip dan ia bahkan tidak sadar jika matanya telah memanas oleh luapan emosi yang keluar akibat penuturan panjang Sungjin. Bibirnya tertarik dan membentuk tawa kecil, menyerupai pria di hadapannya dan anggukan kecil yang diberikan serta merta membawa senyum di bibir Sungjin semakin menaik.
Pria itu lantas segera memasang cincin pada jari manis Jieun dan mengecup punggung tangan wanitanya singkat hingga menimbulkan rona bahagia yang memenuhi wajah cantik itu. Pelukan itu serta merta diberikan dan gemuruh tepuk tangan yang ada di sekitarnya, sekiranya menarik kesadaran mereka akan keberadaan sekitar.
Wajah yang menghangat pada senyum penuh kebahagiaan itu tersungging, membalas sorak sorai ucapan selamat yang diucapkan beberapa pelanggan yang ada di sana dan juga kalimat godaan yang nyatanya diberikan oleh karyawan Jieun.
Jieun hanya menggeleng maklum mendengar godaan yang berlebihan yang dilontarkan. Atensinya pada akhirnya kembali pada pria yang kini melonggarkan pelukannya.
"Dasar tidak romantis." ujarnya pada Sungjin.
"Kau tidak mengatakan apapun tentang lamaran romantis enam tahun lalu." balas pria itu seraya mengendikkan bahunya ringan.
Jieun memutar matanya main-main, namun ia memekik tertahan saat kecupan itu diberikan di pipinya. Ia nyaris saja mendorong tubuh Sungjin jika saja lengan itu tidak melingkari pinggangnya.
"Itu untuk membayar kekecewaanmu." ujar Sungjin.
Jieun terkekeh dan kemudian ia berkata dengan kesungguhan pada pria yang kini telah resmi menjadi miliknya, "Aku mencintaimu."
Sungjin mengangguk. Tanpa keraguan yang menutup akan kesungguhan perasaannya selayak dirinya enam tahun lalu, kali ini ia dapat membalas pernyataan kasih yang didasari dari kejujuran hatinya terhadap wanita yang ada di rengkuhannya saat ini.
"Aku mencintaimu juga."
-End-
.
.
.A/N : cerita pendek yg awalnya mau jadi oneshoot malah setelah ngetik malah nyampe 5k words dan itu terlalu banyak menurutku untuk dipost satu kali di book khusus IU's short story so I made my mind dan mutusin buat post di book berbeda dan bagi cerita ini jadi beberapa part. Gk tau menurut kalian ini agak ngebosenin atau tidak, karena jujur aja plot dan alurnya terbilang cepet sebagaimana cerita oneshoot. Tapi aku berharap semoga ini muasin keinginan kalian yang kangen ama cerita baruku ataupun yang emang niat baca cerita IU baru hehe sampai jumpa lagi di cerita lain dan selamat hari raya idul adha bayi yang merayakan 😊🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
You Don't Know Love
FanfictionCerita tentang bagaimana hubungan mereka berubah setelah hari itu. Perasaan terpendam yang akhirnya diutarakan dan pengelakan atas ketakutan yang dimiliki, perlahan menemukan ujung saat pertanyaan atas kejujuran hati dilontarkan. Apakah mereka dapa...