03 Afraid : To Be The One He Left Behind

114 25 4
                                    

Hening mengisi akan kamar yang kini ditempati oleh sepasang pria dan wanita yang kini berbaring bersisian di bawah selimut yang sama. Jieun tertidur pulas sejak terakhir ia memastikan Sungjin telah terlelap lebih cepat dari biasanya karena pengaruh alkohol yang diminumnya. Wanita itu tidak tahu, jika pria itu hanya berpura-pura jatuh tertidur untuk mengetahui apakah Jieun akan pergi meninggalkannya atau tidak. Ia hanya ingin membuktikan perkataan Younghyun, kendati hal ini tidak dapat dijadikannya pertimbangan, tapi Sungjin tidak menyangka jika Jieun akan mengabulkan permintaannya.

"Jieun-ah, apa kau benar menyukaiku?" suara itu berbisik pada sang wanita yang masih terpejam dalam tidur lelapnya.

Dalam keremangan, Sungjin menatap sayu. Dengan hati-hati, ia merubah posisinya untuk berbaring miring seraya beringsut mendekat, meraih sisi wajah Jieun dan menyingkirkan anakan rambut yang menghalangi pandangannya pada wajah cantik itu.

"Younghyun bilang kau suka padaku, karena itu kau tidak pernah suka saat tahu aku kencan dengan banyak wanita. Apakah itu benar?"

Tidak ada jawaban. Sungjin tahu dan dia tidak membutuhkannya. Karena ia terlalu pengecut untuk berbicara secara langsung pada Jieun. Ketakutan yang membayanginya sedari dulu selalu menghantui dan ia tidak ingin Jieun menjadi orang yang akan menorehkan luka yang sama.

"Aku tidak lupa kejadian malam itu..." ujarnya lagi, tanpa melepas pandangannya pada Jieun yang masih terlelap.

"Saat kau mengatakan cinta padaku. Itu bukan halusinasiku kan?"

Tubuh Sungjin membeku saat Jieun bergerak. Matanya dengan awas memperhatikan bagaimana tubuh Jieun bergerak menyamping dan tertidur memunggunginya.

"Jieun-ah, kau bangun?" tanyanya mencoba memastikan.

Saat jawaban nihil itu didapatnya, rasa lega melingkupinya. Kepanikan itu perlahan surut dari wajahnya, meski matanya tetap tidak melepas pada punggung milik Jieun yang kini menjadi titik utama pandangannya.

"Maaf aku terlalu pengecut, aku tidak dapat menjamin kebahagiaan untukmu dengan ikatan pernikahan yang kau idamkan sejak dulu."

"Tapi, apa karena itu kau tidak pernah jujur tentang perasaanmu Ji?"

.

.
.

Saat Jieun bangun, ia merasakan bagian perutnya yang terasa berat. Sebuah lengan melingkari pinggangnya dari belakang. Aroma parfum yang familiar membuatnya dapat memastikan dengan cepat identitas orang yang kini memeluknya.

"Selamat pagi." bisikan itu terdengar di telinga kanannya, bersamaan dengan rengkuhan tubuh yang semakin mengerat yang menariknya mundur dan semakin tenggelam dalam dekapan hangat Sungjin.

"Lepaskan. Aku ingin ke kamar mandi." ucap Jieun datar. Ia berusaha melepas rengkuhan Sungjin, namun dekapan yang mengerat menunjukkan sikap penolakan keras.

"Biarkan seperti ini. Kau menghindariku terus akhir-akhir ini."

Jieun meremang saat kepala itu semakin masuk pada perpotongan lehernya dan ia merinding saat merasakan hembusan napas hangat yang menerpa tepat di atas kulit tengkuknya.

"Sungjin." panggil Jieun.

"Jieun-ah...katakan sejujurnya padaku..." sela Sungjin kemudian. Pelukan itu mengerat dan ada jeda pada setiap hembusan napas teratur yang diambilnya dalam usahanya mengumpulkan sisa kesadarannya.

"Apa kau menyukaiku? Sebagai pria, bukan seperti teman ataupun saudara." saat pertanyaan itu dilontarkannya, ia dapat merasakan bagaimana tubuh itu berubah kaku.

You Don't Know LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang