3

503 79 12
                                    

Jam istirahat Sungchan habiskan untuk berdiam di rooftop sendirian, ia perlu untuk menenangkan diri juga hatinya. Apalagi semalam papa menyanggupi keinginannya untuk tidur bersama, yang tentunya berpengaruh besar pada hatinya. Mengharuskan Sungchan untuk menahan diri agar tidak berbuat macam-macam─ yang bisa membuat semua terbongkar percuma.

Tubuh jangkungnya berbaring nyaman di atas sofa, dengan satu lengan menutup wajah guna menghalau sinar matahari yang menyilaukan mata. Tidur sebentar bukan hal yang buruk, ia cukup mengantuk dan lelah lantaran semalam hampir tidak bisa tidur lantaran sibuknya ia memandangi wajah tenang dan damai papa yang terlelap sampai lupa untuk ikut pejamkan mata. Kesempatan tidak akan datang dua kali, maka dari itu Sungchan tak akan sia-siakan kesempatan selagi ada─ Meskipun resikonya menahan kantuk saat pembelajaran berlangsung.

Setelah kejadian semalam, Sungchan berkeinginan untuk menghabiskan banyak waktu bersama papa─ selain tidur bersama. Melakukan banyak hal menyenangkan bersama dan membuat kenangan indah yang tak'kan pernah terlupa. Sungchan tak akan pernah merasa puas dan akan meminta hal lebih ─menyangkut papa─jika keinginannya belum selesai dan usai. Keinginannya adalah mutlak, dan itu harus terjadi. Harus, tanpa terkecuali.

"Sungchan─

─bisa kita bicara sebentar?"

Sial. Keinginannya benar-benar tidak di dengar oleh tuhan.

Waktu istirahatnya terpaksa terganggu karena kedatangan pemuda yang ia ketahui adalah seniornya. Tersenyum manis sekali dan menatapnya penuh harap.

Tatapannya persis seperti papa. Teduh dan menenangkan. Dan hal itu yang buat Sungchan tidak bisa menolak. Maka dengan terpaksa Sungchan bangkit untuk mendudukkan dirinya, dan menyuruh tanpa kata pemuda manis untuk mengambil tempat di sampingnya.

"Hari ini aku berulang tahun." Senyap. Harapnya junior tampan yang di elu-elukan banyak murid ini akan menanggapi seperti ekspetasinya─ seperti mengucapkan 'selamat ulang tahun' atau 'selamat bertambah usia' atau mungkin mengusap kepalanya dan memberinya sedikit 'hadiah'. Namun semua hanyalah angan, Sungchan bahkan tidak membuka mulutnya sedikit saja.

Tak ada kata menyerah. Usahanya tidak akan berhenti sampai disini.

Dengan sedikit canggung, Ia kembali membuka suara. "Aku harap kau bisa datang malam ini kerumah, aku membuat pesta kecil untuk merayakan bertambahnya usiaku, aku mengundangmu langsung. Semua temanku akan datang dan aku berharap kau pun ikut bergabung dalam keseruan malam ini."

Sungchan bergeming. Kepalanya sibuk berperang. Ia ingin menolak, karena pesta tak akan jauh dengan keramaian dan saling berdesakan, Sungchan benci itu. Dan ia juga tidak cukup ahli dalam 'berpesta' dan segala macamnya, Sungchan lebih baik tidur atau melakukan hal menguntungkan lainnya, seperti bersama papa dan menghabiskan malam bersamanya. Sungchan harap ayah tidak pulang hari ini.

"Jadi.. apa kau bisa datang?" Tanyanya penuh harap.

"Aku tidak berjanji, tapi aku usahakan." Tidak pasti. Meskipun begitu ucapan Sungchan membuat senyuman makin melebar. Ada buncahan bahagia dalam dada saat Sungchan sepenuhnya tidak menolak. Ya, ia harap Sungchan bisa datang malam ini.

"Aku harus pergi." Sungchan mulai beranjak. Ia tidak bisa berlama-lama disini, lagipula mood nya untuk tidur sudah lenyap dan waktu istirahat sudah menipis. Sungchan harus cepat kembali. Sebelum dirinya berlalu, Sungchan menghentikan langkahnya tepat di ambang pintu tanpa menoleh kebelakang "..panjang umur untukmu, kak Shotaro." Lantas Sungchan melengos pergi tanpa dengarkan seniornya berbicara.

Shotaro, memandang pintu rooftop yang baru saja menelan Sungchan. Tak ayal ucapan Sungchan membuat jantungnya kembali berdetak cepat, Sungchan yang tak acuh seperti itu justru membuat Shotaro makin tertarik.

Ya, entah sejak kapan rasa itu hinggap dalam hatinya.

"Aku berharap banyak padamu, Sungchan.. tolong jangan kecewakan aku."










"Aku akan mampir kerumahmu. Bukankah itu hal yang bagus? Rumahmu kedatangan pangeran tampan sepertiku." Chenle menepuk dada bangga, mengundang cibiran Jisung.

"Aku sedang malas menerima tamu, apalagi tamu menyebalkan sepertimu." Kontan saja Jisung tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Sungchan. Sedang Chenle menipiskan bibirnya dan memberikan tatapan sinis pada Jisung.

"AHAHAHAHA Kau mengambil keputusan yang tepat, sobat." Jisung menyeka sudut mata yang mengeluarkan liquid bening karena banyak tertawa.

"Aish! Menyebalkan! Aku akan tetap kerumahmu, meskipun kau tidak mengijinkanku. Aku sangat merindukan Jeno─AWW SAKITTT!!" Belum sempat Chenle menyelesaikan kalimatnya Sungchan keburu menjewer telinga yang lebih muda hingga empunya mengaduh kesakitan. "YAKK! KENAPA MENJEWER TELINGAKU??"

"Kau harus memanggil papaku dengan sopan." Titah Sungchan.

"Dia tidak punya sopan santun, kau lupa?" Jisung mengompori.

Telinga merahnya di elus guna hilangkan denyutan nyeri." Ya tidak perlu menjewer juga, dasar tiang menyebalkan. Lagipun papamu tidak keberatan aku memanggil namanya." Bela Chenle.

Sungchan mendudukkan bokongnya di kursi halte bus. Mereka memang sering menggunakan bus─ untuk pergi dan pulang sekolah─ dibandingkan naik mobil masing-masing. Terasa lebih menyenangkan bila mengggunakan bus dan pulang bersama.

"Terserah kau saja, kau selalu seenaknya." Sungchan menyerah. Meladeni Chenle hanya akan membuatnya naik darah dan emosi. Lebih baik biarkan dan Chenle akan diam sendiri nanti─Kecuali jika berhadapan dengan Jisung, akan lain ceritanya.

"Bagaimana dengan memanggilnya "sayang" lumayan manis."

Jisung hampir menyemburkan air yang baru diteguknya. "Tidak seperti itu juga,bodoh!"

Sungchan yang malang.













"JENOOO!!!" Yang punya nama berjengit kaget saat mendengar teriakan yang tak asing di telinga bersamaan dengan tubuhnya yang hampir oleng karena pelukan brutal dari teman putranya.

"Chenle, hati-hati." Peringat Sungchan.

Chenle meringis menyadari tingkahnya dan meminta maaf pada Jeno yang hanya mampu tersenyum tipis.

Sungchan mendengus dan berjalan menuju pantry untuk mengambil minum. Biar ia saja yang menjamu tamu, papa pasti kelelahan mengerjakan pekerjaan rumah ditambah saat ini ada dua manusia yang pasti akan merepotkan.

"Aku merindukanmu." Chenle yang manja hanya diperlihatkan saat bersama Jeno. Berbeda ketika bersama Sungchan apalagi Jisung.

"Berhenti bersikap seperti itu, menggelikan." Jisung memilih untuk duduk sembari menunggu hidangan, ia cukup lapar karena tadi melewatkan makan siangnya. Harapnya semoga Sungchan membawa makanan yang mampu mengganjal perut.

"Jisung jangan seperti itu." Jisung berdehem kecil, menanggapi. "Ayo duduk, kau pasti lelah. Aku akan membawakan makanan untuk kalian." Jeno menyuruh pemuda manis yang menggelantung di lengannya untuk duduk yang langsung di turuti tanpa kata. Chenle yang penurut.

"Yeayy!! Makan, kebetulan aku sangat lapar." Jisung terlihat senang, Chenle meringis kecil dan memukul lengan temannya yang tidak tahu malu. "kenapa memukulku?!" Sungutnya sembari mengelus lengan atas yang baru saja kena pukul.

"Dasar tidak tahu malu." Ledek Chenle.

Jeno tertawa, menggelengkan kepala melihat tingkah kedua teman putranya yang benar-benar menggemaskan dan menyenangkan. Jeno serasa kembali muda jika menghadapi Chenle dan Jisung.

"Biar papa bantu."

"Tidak perlu, lebih baik papa bergabung bersama mereka, biar aku yang menyiapkan makanannya." Tolak Sungchan.

Bukannya pergi, Jeno malah berdiri di samping Sungchan, bersandar pada meja pantry dan menatap putranya yang sibuk menuang air dan menyiapkan camilan.

"Tentang semalam─" Jeno menjeda.

Sungchan mendongak, menatap papa dan menyiapkan telinga guna mendengarkan apa yang akan papa ucapkan.

"─Apa orang yang kau suka itu Chenle?"

"APAA??!"

✧✦✧

Halloowww👋

FAVORITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang