2

754 102 15
                                    

"Papa belum tidur?" Sungchan yang hendak mengambil air minum di dapur melihat papa yang tengah duduk di sofa ruang tamu. Sungchan sebenarnya tahu apa yang papa lakukan, tentu saja menunggu ayah pulang memangnya apalagi?

Sudah melewati tengah malam namun ayah belum kunjung pulang, Sungchan kasihan melihat papa yang menahan kantuk demi menyambut ayah. Terkadang Sungchan memaksa agar papa tidur saja, namun papa selalu menolak membuat Sungchan entah kenapa merasa iri. Tugas seorang istri memang begitu bukan? Mengabdi pada suami. Lalu kenapa Sungchan selalu merasa iri?

"Papa sedang menunggu ayah pulang. Kau sendiri kenapa belum tidur?" Papa memusatkan atensinya pada putra tunggal yang sedang menuang air pada gelas.

"Aku sudah tidur, tapi terbangun karena ingin minum." Sebenarnya Sungchan sengaja menghidupkan alarm ditengah malam untuk berjaga-jaga jika hal seperti ini terjadi, setidaknya ada yang menemani papa menunggu ayah pulang. Walaupun seringnya Sungchan memperhatikan papa secara tidak langsung, lebih tepatnya bersembunyi dari balik tangga. Meskipun sebenarnya dalam lubuk hati terdalam Sungchan berharap ayah tidak akan pulang. Jangan berburuk sangka, Sungchan tidak mau ayah berkendara pada dini hari mengingat besar resiko kecelakaan dan kejahatan yang terjadi.

"Sudah pukul 2 kenapa ayah belum pulang juga?"

"Entahlah, mungkin ayahmu sedang banyak pekerjaan." Papa mengeratkan baju hangat yang membalut tubuh. Udara dingin di malam hari malah menambah rasa kantuknya dan merayunya untuk segera bergelung nyaman dalam selimut.

Sungchan meneguk air minum hingga tandas,  tenggorokkannya yang kering langsung segar saat airnya mengalir. Ia melangkah, mendekati papa yang tengah menguap lebar.

"Papa lebih baik tidur saja. Biar aku yang menunggu ayah pulang." Tawarnya penuh harap. Kasihan sekali melihat papa yang memaksakan diri untuk tetap terjaga di tengah kantuk yang kuat menyerangnya.

Papa menggeleng sembari mengucek mata, hal itu tidak luput dari perhatian Sungchan. Gemas sekali.

"Tidak. Papa akan menunggu ayahmu pulang. Kau juga harus kembali tidur, besok sekolah jangan sampai terlambat bangun." Papa mengulas senyum. Mencoba terlihat baik-baik saja padahal matanya tidak bisa berbohong. Matanya yang kecil malah semakin menyipit.

Tringg

Ditengah obrolan mereka, suara notifikasi dari ponsel papa mengintrupsi. Papa lantas mengambil ponsel dan memeriksanya. Ternyata pesan dari ayah.

Kau masih terbangun, sayang?

Maafkan aku, hari ini aku tidak bisa pulang karena banyak sekali pekerjaan yang harus diselesaikan. Tapi tenang saja, siang nanti aku akan pulang dan memelukmu. Kau pasti merindukan pelukanku.

Jangan di balas, lebih baik kau segera cuci kakimu dan segeralah tidur. Sekali lagi maafkan aku.

Sleep tight💗

"Ada apa?" Melihat wajah papa yang muram buat Sungchan penasaran.

"Ayahmu tidak bisa pulang hari ini." Papa berucap sedih dan sedikit sebal. Ia sudah menunggu sejak malam menyambut namun apa yang di dapat sungguh mengecewakan. Tapi ini sudah menjadi tugasnya,papa harus tetap bersabar.

Diam-diam Sungchan tersenyum tipis. Lebih baik begitu bukan?

"Ayah menginap di kantor?"

"Ya. Aku harap dia tidak melupakan makan malamnya dan tidur dengan nyenyak. Kasihan sekali ayahmu Sungchan, dia banyak berkorban untuk menghidupi kita."

Itu'kan memang tugas ayah untuk menafkahi keluarganya.

"Ini bukan masalah besar. Lebih baik kau kembali ke kamar dan lanjutkan tidurmu. Papa juga akan beristirahat, hari ini begitu melelahkan." Papa berdiri dari duduknya. Hendak berlalu namun Sungchan lebih dulu menahannya.

"Ada apa?"

Sungchan nampak menimang, bibirnya dikulum guna hilangkan canggung yang melanda.

"Bisakah kita tidur bersama?" Huhh, memanfaatkan situasi rupanya.











"Bagaimana disekolah? Apa menyenangkan?" Keduanya  sudah jarang menghabiskan waktu bersama─ sekedar mengobrol atau bercerita tentang apa saja─ setelah Sungchan memasuki masa remajanya, padahal dimasa inilah Sungchan membutuhkan tempatnya untuk berkeluh kesah juga sandaran saat dirinya lelah.

Setelah mengenyam bangku sekolah menengah Sungchan seolah menjauh dan menghindar dari papa. Padahal sebenarnya tidak, ia hanya takut.. takut terlalu nyaman sehingga tidak bisa menahan diri dan mengikuti apa yang hasratnya perintahkan.

Perbedaan kasih sayang dan cinta yang papa berikan pada ayah dan dirinya membuat Sungchan iri, padahal Sungchan yakin dirinya patut dan layak untuk dapat cinta yang lebih bahkan setara dengan yang papa berikan pada ayah.

Pemikirannya yang dangkal kala itu sungguh membuat Sungchan gila, menyumpah serapahi takdir yang seolah mempermainkannya. Mempermainkan hati juga cintanya. 'Andai aku bukan bagian dari keluarga ini, akan ku curahkan segala rasa tanpa harus berpura-pura.' sudah terucap ribuan kali dari bibirnya, meminta lebih pada apa yang sudah tuhan beri. Sungchan 15 tahun yang hanya bisa memaki dan meminta lebih agar dirinya bisa mendapat cinta yang lebih besar dari papa.

Sedikit perubahan setelah 3 tahun berlalu, Sungchan lebih tenang dan tidak bertindak ceroboh juga sedikit bisa mengendalikan emosi yang sering meledak- ledak ─Apalagi menyangkut papa. Ia tidak mau semua terbongkar dan membuat hubungan menjadi hancur, terlebih jika papa sampai tahu dan berakhir membencinya. Sungchan akan akhiri hidupnya jika hal itu terjadi.

Sekarang Sungchan akan bertindak perlahan ─tanpa sedikitpun timbulkan curiga─sampai semua berjalan sesuai keinginannya.

"Kau pasti punya banyak teman." Papa masih sibuk tatap langit kamar, sedang Sungchan diam-diam curi pandang dari ekor mata. Paras papa benar-benar mengagumkan dan menawan.

Sayang sekali bukan miliknya.

"Kau juga pasti menyukai seseorang,'kan?"

Senyum Sungchan luntur perlahan. Entahlah, Sungchan hanya sedikit kesal jika topik ini yang selalu papa bahas. Seperti tidak ada pembahasan lain saja.

"Perawakannya pasti tinggi semampai, kulit putih dan bersih, rambut yang hitam bergelombang, wajahnya yang cantik dan─"

"Matanya yang indah." Sungchan tutup mulutnya spontan. Sial.

"Huh?" Papa membeo. Tidak menduga bahwa Sungchan akan menyela ucapannya dan memberitahu fakta yang sanggup buat hatinya membuncah bahagia. "Benarkan.. kau pasti menyukai seseorang. Bagaimana dirinya?" Jarak yang lumayan luas papa kikis guna mendapatkan jawaban dari rasa penasarannya.

"Ayo katakan, Gadis yang anggun 'kah? atau malah gadis tomboy?" Papa yang penasaran seperti ini sungguh menyebalkan─Sedikit sih─bibirnya tidak akan berhenti berbicara sebelum rasa penasarannya terobati.

"Keduanya."

"Hm, maksudmu?"

"Dia bisa menjadi apa saja, sesuai keinginan dirinya."

"Begitu?" Sungchan mengangguk cepat menyadari bahwa papa percaya dengan ucapannya. "Lalu..siapa orang itu?"

Sialnya Sungchan kurang perhitungan, sekarang dirinya yang termakan senjatanya sendiri.

Sial, haruskah aku jujur?

✧✦✧

Hai👋

FAVORITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang