Chapter 19

1.3K 65 9
                                    

Nadine POV.

"Dia kecelakaan."

Deg!

Tubuhku menegang, sedetik kemudian meluruh kelantai tak kuhiraukan pecahan piring yang menusuk kulitku.

Itu tidak berasa apa apa daripada yang kudengar beberapa detik lalu.

Air mata membanjiri pipiku.

Bunda berjongkok dan membantu menenangkanku walaupun dia sendiri hatinya berkecamuk.

Aku menutup wajahku dengan kedua tanganku.

"Kita harus kerumah sakit sekarang." Ucap Bunda sambil mengelus punggungku.

Aku mendongak perlahan menatap matanya lalu mengangguk.

Akhirnya aku pergi ke rumah sakit yang dimaksud Bundaku.

Sekarang aku disini, duduk terdiam didepan ruang operasi dengan pandangan kosong menatap lantai.

Ayahku kecelakaan saat ingin pulang kerumah, tubuhnya terjepit, tulangnya patah. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana darah yang mendesak keluar. Bagaimana rintihan tolong yang terdengar memekakan telinga.

Aku belum memberi kabar ke Davian atau yang lain.

Ku harap, operasinya berjalan lancar.

Drrrrttt drrrrttt.

Suara getar ponselku membuyarkan lamunanku. Dengan segera kubuka pesan itu.

From: Davian.

"Bagaimana keadaan Ayahmu? Ku harap dia baik baik saja. Aku mendengarnya dari Excel. Aku kesana dalam 10menit."

Sudah jam 1:35 dan dia dengan baik hatinya mau menemaniku disini.

Aku tersenyum dengan kebaikannya. Ku dongakan kepalaku menatap langit langit rumah sakit. Aku beruntung memiliki pacar seperti Davian dia baik, memberi waktu tidurnya untuk menemaniku disini.

Soal dia memeluk Luna, aku maafkan. Mungkin aku saja yang berlebihan, mereka berteman. Soal peluk memeluk dalam pertemanan sudah biasa. Hanya saja ada yang aneh dari mereka entah apa itu. Mereka terlihat lebih cocok.

Saat Davian menggandeng tangan Luna, mereka terlihat manis bahkan saat Davian memeluk Luna pun mereka terlihat saling melengkapi.

Siapa aku? Aku bahkan tidak bisa bersikap manis pada Davian dan aku tidak bisa melengkapi kekurangan Davian. Malah aku yang buat Davian kerepotan.

Pssstt! pssst!!

Aku menoleh ke asal suara, Davian berdiri disana dengan kantong plastik ditangannya.

Saatku lirik Bundaku, dia terlelap kelelahan matanya sedikit bengkak.

Mungkin tidak enak mengganggu Bundaku, aku menghampirinya.

Sregh!

Davian memelukku tiba tiba, kembali aku merasakan hangat dan nyaman yang dari tadi kutunggu.

Sebelum Davian datang perasaanku gelisah dan risih.

"Apa begini lebih baik?" Tanya Davian lembut.

Ini lebih baik dari yang ku harapkan.

Aku mengangguk dalam pelukannya.

Sesaat aku masih belum bisa melepaskan pelukan itu, karna aku masih butuh untuk menenangkan perasaanku yang sudah campur aduk.

Akhirnya dengan amat sangat terpaksa aku melepaskan tempat dimana aku bisa mendapat kenyamanan yang luar biasa.

"Bagaimana keadaannya?" Tanya Davian kembali dengan cemas.

Promise Me, You Won't LeaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang