"Kau yakin, Gwe. Kau bisa berangkat sendiri?"
Eomma memandang khawatir pada putrinya yang tengah sibuk mengikat tali sepatunya. Eomma mengerutkan keningnya, memandang kaki kiri Gwiboon, putrinya yang terbalut perban.
"Aku bisa. Eomma tidak perlu khawatir." Ujar Gwiboon dengan senyum yang terkembang untuk meyakinkan ibunya.
"Lagipula, bagaimana bisa kau terjatuh hingga kakimu terkilir seperti itu Gwiboon? Belum lagi luka sobek di lututmu?" Tanya eomma khawatir
"Kemarin aku berlari terburu-buru mengejar waktu karena aku ada jadwal rapat . Saat itu aku terpeleset karena lantai sekolah yang licin."
Gwiboon terpaksa mengarang cerita pada eommanya. Sebetulnya ia tidak bermaksud demikian hanya saja Gwiboon malas jika harus mengingat alasan ia terjatuh karena Jinki yang menabraknya kemarin. Ia benci harus kembali mengingat wajah menyebalkannya,terlebih mengingat senyumnya yang terlihat begitu senang saat melihatnya meringis kesakitan kemarin.
Seusai mengikat tali sepatunya, Gwiboon lantas meraih ranselnya. Dan dengan mantap ia meraih tongkat penyangga yang tersandar di dinding rumahnya. Beruntung kemarin tuan Lee, tetangganya meminjamkan tongkat penyangga itu padanya. Gwiboon sedikit tertolong dengan adanya tongkat itu. Gwiboon dapat lebih mudah melangkah.
"Lalu, bagaimana kau bisa pulang kemarin?"
Tanpa diduga eomma bertanya demikian dan sukses membuat seorang Kim Gwiboon tercekat mendengarnya.
"Aku.. kemarin diantar seorang teman." Jawab Gwiboon masih menutupi kebenaran.
"Wah, baik sekali temanmu. Kenapa tidak kau ajak mampir ke rumah. Ibu bisa buatkan minuman untuknya"
Gwiboon hanya tersenyum menanggapi ucapan ibunya. Namun dirasanya hal itu tidaklah mungkin. Gwiboon tidak mungkin mempersilahkan Jinki mampir ke rumahnya. Lagipula Gwiboon tidak berniat berlama-lama dengan namja itu.
"Baiklah. Aku berangkat"
Dengan mantap Gwiboon menjajakan kaki kanannya, sementara sisi kiri tubuhnya ia topangkan pada tongkat penyangga sehingga ia bisa berdiri dengan tegap.
Seusai mengecup pipi eommanya, Gwiboon pun lekas beranjak keluar dari rumahnya dan melangkah menuju ke sekolah.
Butuh waktu sekitar dua puluh menit bagi Gwiboon untuk benar-benar keluar dari gang rumahnya menuju ke jalan utama pagi itu. Biasanya Gwiboon hanya membutuhkan waktu 5 menit saja untuk hal tersebut. Namun karena kecelakaan yang menimpa dirinya kemarin akibat ulah seorang Lee Jinki, Gwiboon bahkan harus setengah melompat menelusuri jalanan utama perumahan dimana ia tinggal.
Gwiboon berhenti sejenak untuk mengatur nafasnya. Butir-butir keringat mulai bercucuran membasahi poni Gwiboon. Ia menatap nanar jalanan di hadapannya sementara di dalam hati, tidak hentinya Gwiboon mengumpat seraya menambahkan sebuah nama "Lee Jinki" di belakang kalimatnya. Rasa kesal dan benci Gwiboon seakan bertambah mengingat apa yang telah dibuat Jinki hingga lagi-lagi Gwiboon harus menderita karena ulah namja menyebalkan itu.
Gwiboon mulai melangkah kembali, sebisa mungkin ia mempercepat langkahnya. Namun justru hal tersebut malah membuat ia lebih cepat kelelahan dan harus beberapa kali berhenti untuk mengatur nafasnya.
Tidak jauh dari tempat dimana Gwiboon berdiri, mengistirahatkan kakinya, Jinki tengah mengayuh sepeda biru toscanya. Ia mengenali betul sosok yeoja yang tengah berdiri di pinggir jalan itu. Jinki teresenyum puas karena ia berhasil mengejar langkah Gwiboon yang terbilang cukup cepat bagi seseorang yang berjalan dengan dibantu tongkat penyangga.
Jinki mengayuh sepedanya semakin cepat ketika dilihatnya Gwiboon mulai kembali melangkah, tegopoh-gopoh dengan dibantu tongkat penyangga. Melihat akan hal itu membuat hati Jinki miris dan perasaan bersalah kembali membayanginya.