Memories With You. (3)

113 19 0
                                    

"Christ?"

"yes, baby?"

"akhir-akhir ini kenapa perutku ngerasa nggak enak, ya?"

"nggak enak gimana?"

"ya,, nggak enak.. bawaan agak mual kalau liat sesuatu."

"misalnya?"

"liat kamu(?)"

Christ langsung terdiam. Raut wajah yang awalnya menampakkan raut ramah dan teduh, kini justru berganti menjadi raut yang sangat datar.

Bisa kusadari kalau sudut matanya mulai menajam. Menatapku tidak suka.

Aku terkekeh pelan, lalu merangkul lengan berototnya yang menganggur. Kepalaku sengaja kujatuhkan di atas pundaknya, pun begitu juga dengan tubuhku yang bersandar padanya.

"aku bercanda, Kak.." bisikku dengan nada manja.

Christ bergerak melepaskan rangkulanku, dan bahkan sengaja membuat jarak di antara kami.

Tangan besarnya lantas kuraih dan kugenggam. Mataku menatap lurus ke arah matanya itu.

"sayang, maaf.."

"Christ jangan marah ya.."

"kalau kamu marah, nanti aku ikut marah sama kamu loh.."

Christ berdecih, menampakkan raut julid yang terlihat sedikit mirip dengan temanku yang juga adalah sepupunya; Sam Hwang.

"kamu yang mulai, kenapa kamu juga ikut marah?"

Cengiranku tampak. Pipinya langsung kukecup bergantian, dari sisi kiri ke sisi kanan.

"yaudah, jangan marah lagi, okay?"

"—tapi, aku nggak bercanda soal rasa nggak enak tadi.."

Kedua mata Christ mulai berkedip. Rautnya berubah teduh kembali.

"terus?"

"ya.. kamu tahu 'kan kalau aku tuh paling suka dengan olahan kacang kedelai. apapun bentuk olahannya aku pasti suka."

"nah.. masalahnya, nggak tahu kenapa, satu minggu setelah hari dimana kamu datang ketemu Mama, tiba-tiba masakan dengan olahan kedelai gitu justru ngebuat aku mual dan nggak suka."

"Mama bahkan langsung sadar sama raut aku waktu itu."

Lagi-lagi matanya mengedip pelan. Seakan masih merasa bingung dengan penjelasanku.

"kamu nggak ngerti ya?" tanyaku padanya.

Christ menggeleng, lalu meraih kedua tanganku. Bergantian membalas genggaman tadi.

"udah coba di-check perut kamu kenapa?"

Suara pelan Christ mengisyaratkan bahwa pelan-pelan dia berusaha memecah kebingunganku.

Kepalaku ikut menggeleng seperti yang dia lakukan belum lama ini.

"belum, aku takut ada sesuatu.."

"takut kenapa?"

"ya.. takut.."

"ada trauma?"

"bukan trauma. cuma ngerasa kalau misal aku check, bakalan ada hal yang belum aku inginkan.. makanya nggak berani.."

Helaan nafas Christ terasa berhembus pelan. Matanya masih menatap ke arahku, tak berniat memutus kontak mata kami.

"kalau aku temenin, kamu mau?"

"temenin ke mana?"

"check-up ke dokter."

Aku terdiam, bergerak mundur, sedikit menjauh dari Christ. Aku benar-benar tidak siap untuk mengetahui keadaanku. Sebab, dari kali terakhir aku memeriksa bagian perut ke bawah, aku mendapatkan suatu penyakit yang bisa dikatakan calon bibit penyakit berbahaya. Aku takut, semisal aku melakukan hal yang sama, kemungkinan penyakit lain akan terdeteksi. Sungguh, aku tak siap dengan kenyataan seperti itu..




























"hey.."

"jangan melamun.."

"everything's gonna be okay kalau kamu mau check-up. aku jamin itu."

"justru, kalau kamu nggak mau, malah makin bahaya.."

Kedua mataku berkedip, perlahan mendongak tatap wajahnya yang kini sedikit merunduk mendekatkan jarak dengan wajahku.

"jadi, mau ya?" tanyanya sekali lagi, sembari membenarkan helaian rambutku yang jatuh mengenai mata.

Aku menghela nafas, lalu memeluk erat tubuhnya.

"yaudah, ayo temenin."

Christ membalas pelukanku, tak lupa juga memberi kecupan di atas kepala.

"kalau nantinya ada sesuatu, aku akan selalu ada di samping kamu. i promise, babe.."

Aku tersenyum, setelah itu merenggangkan pelukan kami.

"aku kabarin Mama dulu, takutnya dicariin kenapa sampai sore gini belum pulang."

"memangnya, Mama sudah pulang?" tanyanya bingung.

"ya, belum.. Mama 'kan selalu minta ke aku buat kabarin kemanapun aku pergi.."

"even kamu nginap di rumah aku?"

Aku terkekeh melihat raut wajahnya yang penasaran.

"untuk itu sih enggak. sebelum Mama tahu kita berhubungan, aku suka kabarin kalau mau nginap di rumah Elra, temanku yang dipercaya Mama."

"rupanya kamu pembohong handal, ya.." cibirnya dengan raut menggoda.

Aku langsung mengamuk dan memukul tangannya yang mencapit hidungku secara tiba-tiba. Jujur, aku menjadi susah untuk bernafas.

"ya,, itu kan supaya aku nggak dicariin.."

"kalau Mama sampai tahu aku suka nginap di rumah kamu.. apalagi tahu kita sering 'gitu'.. mungkin kamu nggak bakal dipercaya Mama lagi.."

Christ tertawa puas, tangannya yang bebas langsung tergerak mengusak kepalaku gemas.

"lain kali jangan bohong.. bilang aja kalau kamu nginap di rumahku."

"aku yang tanggung jawab kalau Mama marah sama kamu."

Bibirku manyun ke depan. Mataku melirik ke arahnya, lalu termenung sendiri memikirkan apa benar dia akan bertanggung jawab semisal Mama marah besar padaku..

"ya sudah, jangan terlalu dipikirkan lagi. Mama sudah tahu hubungan kita. kalaupun Mama ada dinas luar, aku pastikan Mama sendiri yang minta ke aku untuk jaga kamu."

"sekarang, kita ke rumah sakit, lakuin tujuan utama kita."

"come on, baby."

Aku tertawa sumbang. Perut berototnya lantas kucubit pelan. Aku kesal terhadapnya yang terlalu percaya diri kalau Mama bisa sebaik itu padanya.

Christ belum pernah bertemu dengan sisi dari Mama yang lain.

Justru, yang kutakutkan adalah nantinya Mama menjadi tidak percaya padanya, lalu menjauhkan kami, dan tidak merestui hubungan kami setelah tahu bahwa anak gadisnya ini tidaklah lagi seorang 'gadis' setelah mengenal pria bernama Christopher Bahng.




















































▪▪▪

Rules number three :
Aku tidak boleh menolak disaat Christ memintaku melakukan apa yang dia inginkan untuk kebaikanku.

▪▪▪

TBC
July 08th, 2022

𝐌𝐞𝐦𝐨𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐘𝐨𝐮Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang