Memories With You. (4)

97 14 1
                                    















"—congratulations, you're pregnant."












Mataku berkedip pelan, menoleh tatap wajah Christ yang juga tengah menatap wajahku dengan raut yang sama; raut terkejut.

"dok? anda nggak melewatkan proses pemeriksaan 'kan?"

Dokter yang berada di hadapan kami pun langsung memberi senyum simpul atas pertanyaanku.

"tidak. saya menjalankan prosedur pemeriksaan dengan benar dan sesuai dengan keadaan anda, Nyonya."

"saat ini anda tengah hamil, 3 minggu."

Nafasku terasa berat. Dengan sendirinya telapak tanganku terarah ingin menyentuh perut rataku yang kini baru kusadari bahwa ada calon bayi di dalam sana.

Christ meraih tanganku itu untuk ditempelkan pada permukaan yang ragu kusentuh tadi.

Tangannya ikut mengusap perutku dengan pelan, dan bisa kulihat pula senyumnya sedikit tampak.

"i'm gonna be a dad, sweetie.."

Setengah hatiku masih terasa berat walau mendengar nada bahagianya.

Jujur, aku belum siap memiliki buah hati dan juga melewati proses kehamilan ini..











Dalam perjalanan pulang, Christ tak henti-hentinya menampakkan senyum manis nan bahagianya. Sangat kontras dengan rautku yang sama sejak pertama kali aku mendengar kabar yang entah bisa dikatakan baik atau buruk.

Christ terus saja mengusap perutku walau ia sibuk dengan setir mobilnya.

"ternyata ada alasan kenapa kamu tiba-tiba nggak suka kacang kedelai.." ungkapnya masih dengan senyum yang sama.

Aku mendunduk lalu menganggukkan kepala, mengiyakan apa yang ia ucap.

"dan anak ini ternyata ikutin daddy-nya yang nggak suka olahan kacang kedelai."

Christ tertawa sembari menarik punggung tanganku untuk ia cium.

"i know it must be upset for you, honey.." cicitnya yang kini tiba-tiba merubah raut menjadi raut sendu.

Keningku mengkerut dalam melihat perubahannya.

Apa se-terlihat itu rasa terkejutku akan kabar yang baru kami dapatkan(?).

"aku tahu ini kabar yang enggak kita sangka. tapi mau gimana lagi, anak ini adalah anak kita. buah hati kita. hasil kerja keras kita.."

"kamu nggak akan jalanin ini semua sendiri. aku ada di sampingmu, kapanpun kamu butuh, aku berusaha untuk selalu ada."

"so, jalanin bareng aku, okay?"

"aku nggak mau kamu menolak pemberian Tuhan ini. anak ini Tuhan percayakan pada kita. mungkin dengan adanya anak ini, hubungan kita makin mengerat.."

Kedua mataku mulai menatapnya dengan raut sedih.

"justru karena itu.. aku takut, hal yang Tuhan beri ini nantinya akan mendapat penolakan dari Mama.."

"kenapa mikir gitu?"

"kamu belum kenal Mama secara penuh, Christ.."

Pelan namun pasti, helaan nafas berat Christ terdengar berhembus seakan ia lelah mendengar keraguanku soal Mamaku sendiri. Mobil yang kami naiki ini segera ia tepikan di pinggir jalan.

Selesai memastikan bahwa kendaraan ini tidak mengganggu pengguna jalan lain, Christ mulai memposisikan tubuhnya ke arahku secara sempurna.

"honey, listen to me. butuh berapa kali aku buktikan kalau Mamamu itu enggak seburuk yang kamu pikir."

𝐌𝐞𝐦𝐨𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐘𝐨𝐮Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang