Waktu di mulai.

4 0 0
                                    

-
  )
-

Pemuda jangkung yang tengah berlari sambil menjunjung tinggi celana dalam Doraemonnya milik kakaknya, gelak tawa mengejek terdengar hingga pelosok rumah, yang mendengar hanya bisa menggelengkan kepala tak heran dengan tingkah barbarly dan tidak anggun kedua anak kambing itu.

Sang kakak dengan ancang ancang kuda Afrika Utara siap menendang penuh dendam adiknya,

"Sayang sekali tendangan meleset, bung!!" ejek si adik saat tendangan cadangan kakaknya meleset. Sang kaka yang ambruk di lantai karena tendangannya meleset hanya bisa memasang wajah jengkel ingin memakan rudal.

Si adik terus berlari hingga Merauke, meninggalkan kakaknya yang tertinggal di Sabang. Hingga ia menabrak sesosok wanita yang tengah membawa pot bunga sehabis berkebun ria di belakang rumah. Pot bunga jatuh berserakan memancing amarah dari sang empu,

"ALVEAN!!"

"Ibunda?, Kau kah itu?"

"Banyak omong kamu!, Liat tuh pot bunga Bunda jatuh!" marah sang Bunda dengan tangan yang berbalut sarung tangan menunjuk pada lantai.

Alvean, si adik yang tadi mengambil sembarang celana dalam Doraemon kakaknya, menabrak bundanya hingga pot jatuh berserakan di lantai. Dengan tampang tak berdosa ia malah cengengesan memamerkan giginya, "udah diliat kok bund."

Bunda berkacak pinggang melihat putra bungsunya dengan satu alis yang naik, "terus?"

"Terus?"

"Ya ampunn, cape banget punya anak model gini." ia memijat pelipisnya, "kalo udah gitu ya jangan di liatin aja, beresin dongg!! Kan adek yang jatuhin."

"Jangan panggil adek!" Alvean mengerucutkan bibirnya bersamaan dengan kakinya yang ia hentak hentakan mendekati pot bunga yang hancur, ia membereskan pot dengan tatapan intens dari Bunda.

Bunda mengambil celana dalam Doraemon yang jatuh di letakkan begitu saja oleh Alvean dan memberikan pada pemiliknya yang sekarang sudah ganti posisi rebahan dengan kedua tangan menopang kepala. Ia sedang menikmati karma instan yang menimpa maling celana dalamnya.

Namun Bunda malah menghalangi tontonan karma dengan melempar celana dalamnya tepat di wajah paripurna miliknya, "nih, lain kali disimpen yang bener, tau sendiri adikmu udah kaya belatung lalat ijo tingkahnya."

"Iya bund. Ih Bunda minggir ah, jangan halangi orang ter-dzolimi sedang bahagia."

Bunda menghela nafas pendek, ia berjalan mengambil sapu dan ikrak untuk membantu putra bungsunya, walaupun tadi tingkahnya mirip dengan ibu tiri Cinderella, ia masih punya belas kasihan terhadap anaknya.

Tak luput ia juga memberikan jitakan mautnya pada Alvean nanti.

"Vean kenapa?" Ayah yang pulang dari kantornya itu merasa heran dengan wajah Alvean yang cemberut sambil membersihkan sisa tanah di lantai,

"Di panggil adek sama Bunda, ngga tau kenapa malah mukanya gitu." jawab Alvian yang masih setia rebahan di lantai.

Ayah mengangguk, "jangan di lucu lucuin, Ayah merinding nih liat muka kamu." Ayah malah menunjukkan bulu kuduk tangannya yang berdiri kepada Alvean, sontak bibirnya semakin didepan seperti slogan Yamaha.

"Ayah, Kakak, jangan ledek adiknya." Bunda yang datang bak malaikat pembela Alvean, "liat tuh bibirnya udah mirip bebek punya Kakek." tidak, ia salah kaprah, semua keluarga sama saja. Sama sama menyebalkan.

Ketiga human itu tertawa puas melihat air muka Alvean yang semakin marah dan jengkel, karena puncak kepuasan mereka mengejek anak terakhir memang seperti ini.

Satu pekanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang