Day 3

1 0 0
                                    

-
   )
-

Untung saja kemarin saat dirinya di bawa ke rumah sakit tidak banyak orang yang melihatnya, karena memang saat itu kedua bocah sedang membolos di jam pelajaran matematika. Mungkin ini sedikit teguran dari tuhan untuk mereka agar tidak terus membolos.

Sepulangnya dari rumah sakit setelah ia berbincang panjang dengan Zeano, dirinya tidak bisa tidur malam ini. Bahkan kemarin malam ia mengabaikan tatapan khawatir dari keluarganya karena wajahnya yang benar benar pucat.

Ia bahkan mengabaikan omongan Dokter Liam agar dirinya menjalani rawat inap. Karena kondisinya benar benar sudah ringkih. Ia tentu menolaknya mentah mentah, membuat dirinya hampir bertengkar dengan Zeano. Namun memang ini yang ia inginkan, sesakit apapun itu jika dirinya masih bisa bersama orang orang yang ia sayangi tentu rasa itu akan sedikit memburam.

Entah dorongan dari mana tubuhnya bangkit dari kasurnya, ia berjalan ke arah cermin. Sebuah benda yang bisa membuatnya hancur dalam sekejap. Karena pantulannya yang paling ia benci.

Di usapnya sedikit rambut, tak kaget saat banyak helaian rambutnya yang rontok di atas tangannya. Sudah lama rambutnya mudah rontok. Pernah ia berfikir kalau salah sampo atau produk rambut yang lain, tetapi tetap saja rambutnya rontok walaupun sudah di beri produk rambut khusus rambut rontok.

Rambutnya yang dulu lumayan panjang kini ia cukur pendek, karena takut jika ada orang yang melihat rambutnya yang mudah patah itu. Sekarang ia tahu mengapa rambutnya seperti itu. Ternyata benar dirinya menderita kanker otak, sama seperti yang ia lihat di berbagai film.

"Gue harus apa?" saat tahu berat badan tubuhnya turun drastis dari dua bulan lalu. Padahal ia sudah amat sangat menjaga pola makannya. Bahkan kakaknya menuduh dirinya melakukan diet ketat, padahal dirinya saja tak tahu kenapa tubuhnya sampai seperti ini.

Ruangan dengan cahaya meremang menemani malamnya yang panjang. Pikirannya tak pernah tetap di tubuhnya, selalu pergi entah kemana. Sejenak ia mengingat buku diary yang ia tulis dua hari yang lalu. Lebih tepatnya saat dirinya di diagnosa menderita tumor otak.

Di tarik pelan kursi belajarnya, ya ia akui dirinya jarang menggunakannya, karena memang ia tipikal orang yang malas belajar. Jika belajar pun sistem kebut semalam karena ulangan.

Ia lalu menuliskan diary miliknya, padahal tadi di rumah sakit ia menulisnya. Benar benar kemarin ia membolos seharian dengan Zeano.

Perlahan satu kata demi kata tertulis di lembaran kertas, tinta pulpen yang mengikuti garis edar sang penulis. Ia hanya mengeluarkan semua yang ia rasakan. Tanpa ia kira dirinya terhanyut dalam tulisannya. Air mata yang kesekian kalinya jatuh memberikan bekas di sudut kertas. Tangan untuk menulis mulai bergetar kecil, ia tak acuh dan tetap melanjutkannya. Namun semakin lama tangan itu semakin bergetar menjadi hebat dan tak bisa berhenti. Ia raih dan mencekalnya dengan tangan satunya, tetap saja tangan itu tak berhenti bergetar. Pulpen yang ia cekal saja sampai jatuh dan menyisakan coretan panjang di tulisannya.

Dirinya terus berusaha meredakan getaran tangannya, ia berjalan kesulitan karena mendadak keram pada bagian tubuh sebelah kanan. Benar benar menyiksanya. Dengan tangan yang masih bergetar hebat, ia mengambil pil obat dari dokter, entah bereaksi atau tidak ia akan tetap meminumnya. Dua sekaligus ia telan, sedikit perlahan mendudukkan tubuhnya di atas lantai dan bersender pada ranjang tidurnya.

Benar benar tumor itu ingin membunuhnya dengan siksaan perlahan darinya. Sesuatu yang tidak pernah ia rasakan. Sakit yang terlampau tak bisa ia ukur hanya dengan skala.

"Aarrghh.."

Kepalanya kembali sakit seperti saat saat lalu. Ia tak bisa melakukan apapun selain diam dan merasakan setiap sakitnya. Tubuhnya yang lemas dengan seluruh bagian sebelah kanan mati rasa tak dapat ia gerakan, bahkan dengan sakit kepala yang tak henti hentinya menusuk bagian dalam. Erangannya semakin menekan pada setiap denyutan dari kepalanya, telinganya menjadi tuli hanya bisa mendengar suaranya dengungan itu,

Satu pekanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang