Chapter One - Greetings

609 21 0
                                    

"Kriiingg" bunyi alarm membisingkan telinga. Cahaya matahari masuk melalui celah gorden yang menutupi jendela membangunkan Alasca dari tidurnya.

"Gue udah bangun." Ternyata dia tidak tidur, bukan karena begadang tapi Leon tak henti hinggap di benaknya.
"Welcome my lovely panda eyes, muah!" Batin Alasca ketika berdiri di depan cermin.

Dengan malas gadis itu memasuk kamar mandi, melepaskan semuanya dan membasahi diri di bawah shower sambil melamun.

Setelah siap, Alasca turun dari kamarnya memasuki ruang makan yang begitu sepi. Tak ada seorangpun yang menjejal tempat duduk di situ. Mamanya sedang di luar negeri dan Papanya pasti tengah tertidur di ruang kerja karena lembur semalam.

*****
"Alasca!! Ini rambut lo kenapa??? Udah lu potong ya? Ah kan waktu itu udah keren bgt, lo mah gak asik, paraaaahhhh abis.!" Teriak Clairien sahabat Alasca yang pertama kali tahu bahwa dia memotong rambutnya
"Alasca, kalo lo galau karena Leon, gak usah make potong rambut napa, nanti lo bakal botakk!!"
"Udah deh, stop teriaknya! Gaje bgt tau gak. Btw gue gak galau dan dunia skrg udah hampir pemanasan global jdi gue potong okay, and it's my hair, not yours babe!" Jawab Alsca panjang lebar.

ALASCA' s POV

Aku melangkah menyusuri koridor, mencari-cari orang yang tak pernah pergi dari benakku semalam.

"What's wrong with u? Mata lo kantongnya kayak kodok trus itemnya kayak panda. Kenapa?" Suara itu membisingkan telingaku, namun itulah suara yang ku rindukan.

"Gue gak papa," jawabku berusaha menahan senyum

"Lo nangis semalam? Ato gak bisa tidur kangen ama gue, iya kaann?" Canda Jaxon yang selalu kegeeran.

Tau aja lu, hehe.

"Jangan kegeeran deh, kelas udah mau mulai itu gue duluan." Balasku sambil berlalu dari hadapannya.

Itulah yang selalu ku tunggu selama 2 tahun terakhir, menunggu,mencari dan menyapa seseorang yang tak pernah pasti, yang selalu membuat kepala ku berpikir habis-habisan cara yang tak rumit, untuk mencintainya.

*****
"Eh, alasca lo mau pulang bareng gak? Tapi naik taksi gue ga bawa mobil." Ajak Claire padaku.
"Ehm, kayaknya ga deh, rumah kita kan gak searah. "
"Yaudah, byee" Claire berlalu dari hadapanku.
Baru saja aku ingin menyeret kedua kakiku untuk berjalan, tiba- tiba seseorang menahan lenganku.
"Yuk bareng. Gue bawa mobil" dan ternyata itu Leon.
"Sorry, gue gak langsung pulang."
Aku langsung berlari ke lobby dan menaiki taksi pesananku yang sudah sampai.

Aku memang sedang menjauhi Leon. Sangat tidak mungkin aku terus menempel dengannya tanpa sebuah kejelasan. Leon adalah temanku dari awal masuk SMP dan dia tahu semua tentangku, he knows my name and my story. Mungkin aku tak pantas untuk Leon. Bahkan perasaanku padanya, dia tahu. Tapi, dia hanya memperlakukanku seperti barbie. Dia terus membuatku bahagia bersamanya, namun dalam sekejap dia akan menjatuhkanku ke jurang yang begitu dalam bahkan begitu susah untuk memanjatnya. Rasanya begitu sakit terus menerus jatuh, begitu rumit untuk kembali berdiri. Tapi apa yang terjadi? Aku tetap bertahan walau sakit. Aku selalu tersenyum di depan semua orang, seolah tak ada apa-apa. Aku terlihat begitu rapih terbungkus di semua mata, namun terlalu rapuh di dalam, terlalu hancur, terlalu erat memeluk kenangan yang mengiris hati, dan terlalu berat untuk menerima kenyataan bahwa dia tak akan pernah menganggapku sebagai sepenggal bagian yang pernah tercatat dalam hidupnya. Namaku saja tak ada dalam kamus kehidupannya. Aku hanya terus dipermainkan olehnya, dan anehnya aku terus bermain dengan cantik. Tanpa ada satupun kesedihan yang tergambar walau seringkali harus menangis dalam diam.

Tak terasa perjalanan yang harusnya di tempuh selama 45 menit telah berakhir. Tanpa pikir panjang aku langsung menyambar uang yang telah ku sediakan serta segera turun dan berlari masuk ke dalam rumah, tanpa mengucapkan salam serta langsung memasuki kamar dan melemparkan seluruh tubuhku di atas tempat tidur.

Dengan memejamkan mata, dan hati yang kembali teriris aku berkata
"Gue udah capek banget sama semua ini, capek Leon."

****
layar ponselku menunjukkan pukul 19.41

Leon : PING!!!
Hey, napa sih lo ngejauhin gue melulu.

Ada bbm dari Leon, dan Gue ga minat balesnya.

Leon's POV

Alasca kenapa ya? Bbm ga dibales, di telpo. Gak aktif. Bete apa PMS kali?
Batinku.

Gue tau dia udah sakit karena gue, tapi saat gue pengen ngedeketin, dia malah menghilang. Dia menganggap dengan ngejauhin gue dia bisa menyembunyikan sakit hatinya, dia sok kuat banget.

Aku turun dari kamar dan masuk ke dapur untuk menegak segelas air.

Lo gak usah, pura-pura lagi. Biar gue bisa jujur sama diri gue sendiri dan ama elo.
------------
Difficult -susah yah ngertiin cerita gaje kayak ini, yah sesuai judul guyys ;;)

Gmna? Kurang panjang ya? Feelnya kurang y? Yah, maap. Namanya juga manusia. Hehe, happy reading.
Leave your vote+comment, laflaff 👌👌👌

DIFFICULTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang