Chapter Four - Enemies n Something New.

195 14 0
                                    

Author's POV

Alasca terus berpikir, betapa menyedihkannya dirinya. Ditinggalkan terus menerus. Tak ada seorang pun yang dapat bertahan menghadapinya.

Banyak orang menganggapnya baik-baik saja. Tetapi itu hanyalah hiasan semata. Yang pada waktunya nanti akan pudar dan hancur.

Setelah kejadian yang membuat jarak antara Alasca dan Clairien, dia sudah tak pernah membuka diri. Walau ada orang yang mungkin berniat peduli dengan tulus pada nya, dengan terang-terangan dia berkata "Gue lagi gak butuh tempat curhat." Dari kata-kata itu, semua orang mulai tak menghiraukannya. Membiarkan gadis itu berlaku seperti mayat hidup. Masuk sekolah dengan tatapan kosong serta pergerakan fisik juga otak yang lamban. Nilainya menurun drastis, padahal dia tetap rajin mengikuti bimbingan belajar.

Senyumnya seolah hilang di telan bumi. Apabila ada guru yang melawak di depan kelas, Alasca hanya tersenyum paksa dan begitu tipis bahkan tak terlihat seperti senyuman diantara seluruh siswa yang terbahak.

Sementara gadis itu melamun ponselnya berbunyi.

Leon : PING!!!
Pgi-pgi buta udah d sekolah aja. Ngapain?

Alasca : not ur bsns.

Leon : coba liat jendela

Alasca : buat apa?

Leon : yaudah kalo gak mau.

Alasca hanya membaca tanpa membalasnya. "Liat ga ya? Uhm...., liat aja deh."
Gadis itu perlahan melangkah dengan berat. Dalam benaknya dia berpikir, ada apa? Saat tangannya meraih gorden, sedetik kemudian terlihat gambar emoticon big smile yang begitu besar tertempel bersama dengan tulisan "senyum dong!!"

Alasca : ga ngaruh.

Leon hanya membiarkan tanda R muncul tanpa membalasnya.

Claire's POV

"Ini semua gara-gara lo!" Aku meneriaki laki-laki yang menyebabkan semua masalah ini terjadi.

"Maaf, gue ga tau harus gimana. Gue tau dia itu tulus sama gue, tapi perasaan ga bisa di paksain Claire." Dia memasang wajah sok merasa bersalah.

"Gue ga maksa lo buat suka sama dia. Gue cuma minta lo stop php in dia kalo emang ga ada niat serius." Entah bagaimana menjelaskan ini semua. Alasca marah, Leon bodoh.

"Entah apa yang gue pikirin waktu itu, gue ga tau. Gue cuma iseng aja, gue pengen perhatiin dia tapi kayak gak tulus gitu." Akhirnya kebongkar kan.

"Udah gue duga." Baru saja aku melangkah, Leon mencekal tanganku.

"Gue udah mulai suka sama dia." Dia berkata seolah-olah kata "suka" adalah permainan.

"Suka? Bukan kasian? Licik lo!" Aku sudah tak mau berdebat lagi sama dia. Tak ada yang bisa mengerti semua ini.

Saat kira" jarak yang cukup jauh antara kita dia berteriak
"Setidaknya gue ngehargain!" Darahku hampir melewati batas akhir, aku berbalik dan berlari menujunya dan menarik bajunya dari belakang.

"Tapi sayangnya dia ga butuh."

Saat itu aku berbalik 'lagi' dan berjalan melewati kelas Alasca, dia terlihat seperti mayat hidup, duduk, menghayal dengan bulatan hitam yang makin besar di bawah matanya. Benar-benar terlihat seperti mayat hidup. Kakiku membawaku masuk ke dalam kelasnya dan berdiri tepat di depannya sehingga membuat raut wajahnya berubah drastis bahkan berubah lebih buruk lagi.

"Alas---" belum selesai aku berkata, dia beranjak dari tempatnya dan pergi. Tapi sesaat aku menghalangi jalannya.

"Misi, gue ga ada waktu." Dan saat itu dia langsung berbalik badan dan memutar tempat duduk sekelas dan keluar lewat pintu dan aku hanya bisa memandangnya, mematung di tempat, dan berpikir bahwa dia benar-benar marah.

Alasca's POV

Aku berlari meninggalkan kelas. Merasa bahwa pemandangan itu begitu menyebalkan. Aku tidak ingin mengeluarkan air mata lagi. Entah karena memang tidak mau atau air mata itu terlalu lelah untuk menetes sehingga dia mengering di tempatnya.

"Aduh, dimana ya?" Suara seseorang yang berada tepat di belakangku terdengar kencang, membuatku menoleh. Orang itu begitu asing, suaranya pula. Sepertinya dia anak baru, tapi sangat gak mungkin anak baru, ini sudah kelas IX tidak mungkin dia baru pindah. Tryout 1 sudah berakhir, semester awal akan segera di tutup.

"Maaf, ruang guru yang mana ya?" Dia bertanya, membuyarkan semua lamunanku.

"Lo lupa apa apaan sih?" Aku berkata seolah telah mengenalnya lama.

"Uhm, tapi gue anak baru." Dia tersenyum polos.

" ha? Emang iya? Sorry gue pikir ga bakal ada siswa pindah tiba-tiba gini di akhir semester." Ternyata benar dia anak baru, dan bodohnya aku tidak percaya pada feelingku sendiri. "Ruang guru yang ini." Aku menunjuk sebuah ruangan yang berkaca putihb bersih.

"Ok. Makasih, btw nama gue Ashley Verenna Brooke. U can call me anything kecuali Brooke." Dia mengatakan itu dengan begitu ramah dan tersenyum. Pada saat itu aku langsung terpikir untuk menjadi temannya.

"Gue Alasca Victoria Bennet. Call me Alasca." Aku balas dengan memperkenalkan diriku dengan baik.
"Gue pikir kita bisa jadi teman."

"It's o..kay." Dia tersenyum lebar.

------------------------------
Hayhay! Ketemu lagi kita. *padahalgak*
Maaf pendek bgtt. Lgi gabuttt.

Gimana part ini? Sebenarnya lagi males, tapi tiba-tiba ada dorongan.
Eh, aku mutusin buat bikin judul di tiap chapter, gmn? Komen lahh ;;;;;;)))))

Kalo blh leave ur V+C guys.

Admin : @brknstar
🙋🙋🙋

DIFFICULTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang