Chapter Five - Hujan. Lembut dan Menyakitkan

247 13 0
                                    

ALASCA's POV

"Ash, yuk ke minimarket?."

"Ga deh al, gue udah dijemput noh." Dia menunjuk sebuah mobil sedan BMW hitam yang berhenti di depan kami.

"Yah..udah? Bye." Sebenarnya aku kecewa dan harus berjalan ke depan sekolah sendirian, melawan lautan tatapan anak-anak di sepanjang jalan.

Saat memasuki gedung yang dingin ini, peluh menetes tepat di pelipis dan aku langsung mengambil tissue yang ada di dalam tas sembari membuka botol minuman yang baruku ambil dari dalam kulkas. Sesaat tenggorokan ku merasakan dingin segar yang begitu luar biasa. Aku berbalik dan

"Yuk pulang bareng gue." Dia langsung menarik tanganku menuju ke kasir, mengambil uang dalam sakunya dan membiarkan kembaliannya.

"Tap--"

"Ga, pulang bareng sekarang. Gue bawa mobil." Dia memotong pembicaraanku.

LEON's POV

Mana sih Alasca. Perasaan dia masuk deh.

"Eh, liat Alasca gak?" Aku bertanya kepada seorang teman kelasnya.

"Dia sama Ashley di Lobby."

Tanpa menjawab aku menuju lobby. Sudah berbulan-bulan dia menjauhiku. Minggu depan UN di mulai. Aku tidak tenang.

Dia tidak ada di sini. Tapi, mobil Ashley baru pergi. Mungkin dia pergi ke minimarket depan.

Benar, dia ada di sini. Aku langsung berdiri dibelakangnya, dan menunggunya selesai minum. Sepersekian detik kemudian, dia berbalik. Dia terlihat begitu terkejut
"Yuk, pulang bareng gue."
dan saat itu juga aku menarik tangannya dan membawanya menuju mobil. Tentu membayar minumnya terlebih dahulu.

"Tap--"

"Ga. Pulang bareng gue sekarang. Gue bawa mobil." Dia masuk dalam mobil.

AUTHOR's POV

Di dalam mobil Alasca membiarkan keheninga menghiasi mereka. Hanya suara radio yang berbicara. Dan saat Alasca hendak melihat ke samping Leon mengangkat suara.

"Kenapa lo ngejauhin gue? Udah berbulan-bulan." Suaranya terdengar begitu pelan, nyaris seperti bisikkan.

"Maaf, selama ini gue ga serius sama lo. Gue gak bermaksud." Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Alasca. Dia hanya berdiam diri, sama sekali tak ingin mengangkat bicara.

"Mungkin lo udah tau kalo gue ga bener-bener suka sama lo. Tapi yang gue heran lo mau aja di sakitin." Kalimat itu menbuat Alasca tersentak, dia langsung menatap Leon tapi tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Dia masih tak ingin berbicara.

"Maaf." Leon mengatakannya dengan lirih.

ALASCA's POV

"Maaf." Lirihnya.

Aku tak dapat berkata apa-apa. Aku memang bodoh. Tetap bertahan pada orang yang membuatku sakit. Aku tak tahu apa yang ada di pikiranku, tapi yang jelas, hati dan pikiranku sangat bertentangan. Tapi aku memilih hatiku. Aku terus membiarkan diri ini mencintainya, dengan tulus.

Dan setelah itu, terdengar sebuah lagu yang keluar dari speaker radio.

There be no sunlight, if i lose you baby

There be no clear skies, if i lose you baby

Just like the clouds my eyes would do the same

If you walk away, everyday it will rain, rain, rain, rain. Ohhh.

Ternyata lagu itu telah berbunyi dari tadi. Tapi aku tak mendengarnya, aku hanya mendengar satu suara, suara Leon. Dan saat yang bersamaan, hujan turun membasahi bumi. Membuat lagu yang sedang di putar begitu pas dengan keadaan. Keadaan hatiku maupun keadaan jalanan kota saat ini.

Don't you say good bye

Don't you say good bye

I'll pick up this broken pieces 'till i'm bleedin, if that'll make it right.

There be no sunlight, if i lose you baby

There be no clear skies, if i lose you baby

Just like the clouds my eyes would do the same

If you walk away everyday it will rain.

Lagu itu diakhiri dengan begitu lembut dan menyakitkan. Sama persis dengan situasi saat ini.

Mobil telah berhenti dengan sempurna, tepat di depan rumah yang bercat krem. Saat itu aku menatap Leon yang sedang memandang lurus ke depan. Tak ada ekspresi apapun.

"Ini bukan salah lo, Makasih."

Begitulah. Aku langsung turun dari mobil menutup pintu itu dengan sangat pelan. Dan masuk ke dalan rumah, tak mengucapkan salam.

Saat ini aku begitu kacau. Pandanganku kosong, hatiku tak menentu. Ketika kaki ku menapaki tangga pertama, di depan sana terdapat kakakku, Ramon. Dia terlihat seperti biasa, masih menggunakan kemeja biru, celana kain panjang dan sepatu yang berujung lancip, serta jas yang ada di lengannya. Pasti dia baru balik dari kantor dan mungkin akan pergi ke kantor lagi.

"Kenapa?"

"Gak." Singkat.

"Galau? Makanya, kalo masih kecil gak boleh pacaran."

Dan dia mengacak-acak rambutku. Dia sangat tak suka aku berpacaran. Sejak dulu, saat aku ketahuan. Saat aku berpacaran pertama kali.

-----------------------------

Maaf ya, lama update. Maaf juga, pendek. Maaf, juga kalo ga bagus.

Silahkan kalo mau kritik & saran.

Btw, ini kisah nyata lo. Kisah admin di jaman sekolahan. Miris banget. Ehh, kok curhat. Maaf lagi... ✌️✌️✌️

v+c yaa.

Admin : @brknstar

DIFFICULTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang