Peringatan empat puluh hari kematian Ayah Amanda sudah dilaksanakan. Tentu saja Amanda sangat sedih akan kepergian Ayahnya yang mendadak itu. Ia dan Ibunya kini harus berjuang mencari uang untuk memenuhi kebutuhan.
Amanda saat ini sudah lulus sekolah menengah pertama dan harus melanjutkan ke sekolah menengah atas. Ia butuh banyak dana untuk untuk melanjutkan pendidikan. Baik Amanda dan Ibunya sepakat bahwa pendidikan Amanda adalah yang paling utama.
Tentu saja Amanda tidak membiarkan Ibunya mencari uang sendiri untuk kebutuhan mereka. Amanda juga membantu sebisanya. Apalagi dengan Ibunya yang hanya lulusan SMP, tidak mungkin mendapat pekerjaan yang layak.
Amanda membantu dengan menjualkan jajanan tetangganya. Ia mendapatkan upah seribu rupiah setiap satu jajanan terjual. Ia juga menjaga kedai minuman dan mendapatkan upah seribu rupiah setiap satu cup minuman terjual. Dari uang receh inilah, ia setidaknya dapat meringankan beban Ibunya.
Sementara Ibunya menjadi buruh cuci, dan membuka warung makanan dengan hanya satu menu saja, yaitu gado-gado. Semua hasil kerja itu cukup untuk biaya hidup sehari-hari, tapi tidak cukup untuk mendaftar SMA yang bahkan dikatakan 'gratis'. Amanda mungkin bisa daftar, tapi tidak bisa beli buku atau seragam. Itu sebabnya seminggu setelah kematian ayahnya, ia mulai bekerja untuk mengumpulkan uang demi membantu Ibunya dan membeli seragam putih abu-abu pertamanya.
Ayah Amanda meninggal setelah sakit keras selama tiga hari berturut-turut. Katanya, ada yang memberikan santet oleh kawannya yang iri karena Ayah Amanda akan diangkat menjadi pegawai tetap setelah lebih dari sepuluh tahun mengabdi. Amanda memilih tidak tertarik dengan rumor itu dan mempercayai bahwa takdir tidak berpihak padanya.
Untunglah Amanda anak tunggal. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau ia punya saudara lain yang mulutnya harus diisi makanan. Ia dan Ibunya pasti sangat lelah sekali mencari uang untuk tiga orang.
Saat-saat Amanda melamun dan berpikir itu, ada seseorang yang menegurnya.
"Amanda, tolong greantea-nya empat ya," Sapa seorang yang sudah biasa membeli dagangannya Amanda. Amanda hafal.
"Mas Indra, kok beli banyak?" Tanya Amanda ramah sambil dengan sigap menyiapkan minuman yang dipesan Indra. Indra hampir setiap dua atau tiga hari sekali membeli minumannya.
"Iya, nih. Ada temen main, jadi sekalian mereka nitip minuman," jawab Indra.
Amanda hanya mengangguk paham. Usia Amanda dan Indra sebenarnya tidak beda jauh. Hanya terpaut jarak dua tahun.
"Udah daftar di SMA mana, Man?" Lanjut Indra sambil menunggu minumannya di siapkan Amanda.
"Sama kayak Mas Indra. Sekolah negeri aja, murah!" Jelas Amanda sambil tersenyum.
"Wah, kita bakal sering ketemu dong," goda Indra.
"Mana bisa nemuin ketua OSIS yang sibuk banget kayak Mas Indra. Apalagi habis ini Mas Indra naik kelas tiga."
"Iya juga," jawab Indra.
Tak lama setelah itu, Amanda memberikan pesanan Indra. Indra pun membayar dan pergi dari kedai minuman itu.
Jam menunjukkan waktu 18.00, kurang dua jam lagi, jam jaga kedainya Amanda selesai. Ia tak sabar menemui Ibunya dan memberikan separuh upah hasil jualannya. Separuhnya lagi sedang Amanda tabung. Sebentar lagi, mungkin akhir minggu ini, uang Amanda akan cukup untuk membeli seragam sekolah.
Amanda berkeliling untuk menjual jajanan di pagi dan siang hari. Pagi sebelum ia berangkat sekolah dan siang tepat saat ia pulang sekolah. Setelah itu pukul empat sore sampai delapan malam ia menjaga kedai minuman milik seorang tetangganya yang berjualan di jalan besar dekat kampungnya.
Untunglah semua ujian sekolahnya sudah selesai sehingga ia tidak perlu meluangkan waktu belajar dengan giat. Nanti saat Amanda sudah masuk SMA, ia harus menata ulang jadwalnya agar dapat bersekolah dan berjualan dengan baik.
Tak lama sebuah sedan hitam berhenti di depan kedai minumannya. Amanda tidak yakin penumpang sedan itu akan membeli minumannya. Jika dilihat dari mobilnya, sepertinya orang berada yang mungkin lebih cocok beli di cafe mewah daripada pinggir jalan. Seorang wanita paruh baya keluar sambil menggandeng seorang anak kecil yang mungkin berusia satu atau dua tahun.
"Nak, kamu jualan rasa apa aja?" Tanya wanita itu pada Amanda.
Amanda agak terkejut karena dugaannya salah. Wanita itu datang untuk membeli minumannya.
"Rasa ya, saya ada greentea, red velvet, taro, oreo, thai tea origal, stroberi, cokelat," jawab Amanda gugup.
"Oke, kalau gitu tolong cokelat satu, taro dua ya," pinta wanita itu.
Amanda dengan sigap menyiapkan minuman pesanan wanita itu sambil terheran-heran. Awalnya, ia kira wanita itu sudah paruh baya, tapi setelah dilihat lagi, rasanya masih muda.
"Anaknya usia berapa, Bu?" Tanya Amanda ramah.
"Anak saya yang terakhir sekarang lima belas tahun," jawab wanita itu.
Amanda terkejut, "Ah, maksud saya adik yang Ibu ajak ini."
"Oh, ini cucu saya, Nak," Wanita itu terkekeh sambil melihat Amanda.
"Oh, cucunya. Saya kira anaknya. Awet muda banget, Ibu," puji Amanda.
"Ah, bisa aja."
Ibu itu lalu menceritakan bahwa ia baru saja pulang dari membujuk anaknya agar mau mendaftar ke SMA yang sama dengan Amanda. Amanda dengan antusias pun menyahuti bahwa ia juga mendaftar ke SMA tersebut. Amanda hanya heran, kenapa orang yang terlihat berada, mendaftar ke sekolah yang biasa saja.
"Oh, benarkah? Mungkin kamu harus berkenalan dengan anak saya," jawab ibu itu antusias, kemudian memanggil seorang anak laki-laki tampan keluar dari mobil sedan hitam itu, "Leo, Leo, sini kenalan dulu sama temannya."
Laki-laki itu, meskipun tampan tapi wajahnya terlihat kusut dan tidak senang. Amanda hanya memberikan senyuman terbaiknya. Setelah bersalaman dengan Amanda, laki-laki bernama Leo itu kembali masuk ke mobilnya.
Setelah selesai membungkus pesanan minuman itu, Amanda segera memberikannya kepada wanita yang di depannya. Wanita itu masih menatap punggung anaknya yang masuk ke mobil dengan sedikit kecewa.
"Maaf Leo tidak terlihat ramah. Ia tidak senang karena kami sekolahkan ke sekolah negeri. Padahal kami bermaksud baik. Ini kembaliannya di ambil saja ya. Tolong akrab dengan anak saya di sekolah barunya," jawab wanita itu sambil memberikan dua lembar uang pecahan lima puluh ribuan kepada Amanda.
Amanda hanya bisa berulang kali mengucapkan terima kasih sambil menatap mobil sedan itu pergi. Hoki bagi Amanda hari ini. Tapi ia juga diselimuti keheranan dengan pembeli barusan. Walaupun mereka berkenalan, sepertinya orang bernama Leo itu tidak akan mau berkenalan dengannya di sekolah. Apalagi menjadi akrab.
***
‐-‐-----------------------------------------
Halo, teman-teman!
Lama tidak berjumpa dengan R. Kali ini R bawakan kisah cinta baru. Mohon dukungan kalian yaa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Leo Dan Manda
RomanceAmanda terlahir dari keluarga yang sangat biasa saja. Benar-benar biasa, sampai ia juga berbaur dengan orang biasa. Di usianya yang ke lima belas, ayahnya harus meninggal dunia dan menurunkan taraf hidup keluarga mereka. Saat paling buruk itu ia ber...