Hujan mengguyur dengan lebat tiba-tiba saat jam sekolah usai. Sebagian orang memilih menerobos hujan dengan jas hujan yang sudah mereka siapkan di jok motor. Sebagian yang lain memilih hujan-hujan karena hari itu Kamis, jumat sudah berbeda seragam, jadi mereka tidak perlu memikirkan seragam basah.
Amanda sendiri agak sedih melihat hujan yang turun. Tentu saja karena dia tidak membawa payung. Dan lagi, dia harus mengayuh sepeda sampai rumah. Memang jarak rumah dan sekolah Amanda tidak jauh, jika naik motor, tapi lima belas menit dengan mengayuh sepedanya.
Amanda yang sedang berada di kantin, mengemasi wadah kue dan mengambil uang titipan jualannya. Ia pun memilih kembali ke kelasnya untuk menunggu hujan reda. Hujan sudah cukup lama turun jadi mungkin teman-teman Amanda sudah banyak yang pulang. Intensitasnya sudah berkurang tapi tetap tidak mungkin di lalui dengan mengayuh sepeda.
Dari jauh, Amanda melihat sosok Mas Indra duduk di kursi depan kelasnya. Amanda pun menghampirinya.
"Mas, ngapain disini?" tanya Amanda menyapa.
"Oh, sudah kuduga kamu belum pulang," jawab Indra dengan senyuman yang manis.
Indra sebenarnya tidak digolongnya pria berwajah tampan, tidak putih, tidak terlalu mancung. Keunggulannya adalah kharisma dan senyumannya manis melekat. Itu karena lesung pipit di wajahnya, membuat Indra terlihat ramah dan baik. Benar-benar menyejukkan dan enak dilihat.
"Kenapa Mas? Nungguin aku?" Ucap Amanda.
"Iya, mau aku ajakin pulang bareng karena hujan gini. Kan jarak sekolah sama rumah jauh kalu naik sepeda kayuh.".
Amanda hanya menjawab dengan senyuman. Indra memang seperti ini, selalu baik pada semua orang. Sebab itulah ia bisa menjadi ketua OSIS, bahkan rumornya akan dicalonkan jadi ketua karangtaruna daerahnya.
"Yaudah yuk, barang di kantin sudah diambil semua kan?" Tanya Indra ramah.
"Lha ini sudah, Mas!" Amanda menunjukkan tentengannya sebuah kresek merah.
"Habis terus dagangannya?" Tanya Indra.
Amanda mengangguk dan tersenyum puas. Kemudian meminta Indra untuk menunggu sejenak. Ia akan masuk kelas untuk mengecek kembali barangkali ada sesuatu yang tertinggal.
Amanda cukup terkejut karena melihat Leo belum pulang. Ia sedang sibuk menatap ponselnya di bangku mereka. Temannya yang lain hanya tersisa dua orang.
Amanda pun mengecek bangku dan kolong bangkunya. Ia tidak menemukan barangnya tertinggal tapi malah menemukan payung. Amanda pun mengambil payung itu dengan heran. Siapa yang meletakkan payung di kolong bangkunya.
"Kamu pakai itu," ucap Leo tiba-tiba. Wajah dan matanya tetap mengarah ke ponselnya. Badannya juga tidak berubah. Dia hanya bicara.
"Kamu minjemin aku?" Tanya Amanda pada Leo.
Leo diam saja, tidak memberikan jawaban apapun, bahkan tidak dengan gestur. Sejak kejadian Amanda meminta Leo membayar kas kelas, mereka tidak berbicara sama sekali. Amanda memilih ikut diam setelah kejadian itu.
"Makasih banyak ya, Leo. Tapi aku sekarang akan pulang bersama seseorang. Aku yakin tidak butuh payungmu," Amanda kembali bicara dengan lembut. Ia kemudian meletakkan payung dari Leo itu ke atas bangku Leo.
Leo tidak menyahuti apa-apa. Benar-benar diam kembali. Amanda pun berpamitan pada Leo dan teman sekelasnya yang belum pulang untuk pulang duluan.
Indra sudah menunggu di depan kelas Amanda. Mereka pun pulang bersama.
Sampai keesokan paginya, Amanda baru menyadari satu hal. Bagaimana ia berangkat sekolah, sementara sepedanya kemarin ia tinggalkan di parkiran.
Amanda pun memutar otak, berangkat saat ini pun, ia tetap akan sampai disekolah hampir terlambat. Ia juga belum mengambil pesanan kuenya. Tidak mungkin ia tidak mengambilnya.
Amanda pun dengan cepat memutuskan untuk berangkat saat itu juga dan tetap mengambil kuenya dengan berjalan kaki. Lebih baik ia datang hampir bel masuk sekolah daripada tidak datang ke sekolah sama sekali. Jujur saja, selama ini Amanda tidak pernah sekalipun datang terlambat ke sekolah. Ia selalu berangkat pagi bahkan sering kali paling pagi diantara temannya yang lain.
Amanda dengan tergopoh-gopoh pamitan dengan Ibunya, bahkan sampai melewatkan sarapan yang sedang disiapkan. Ia pun segera berjalan sedikit berlari ke rumah Bu Rafiah untuk mengambil kue dan kemudian berangkat sekolah.
Hampir setengah jalan Amanda berjalan, dari jauh terdengar motor dan teriakan Indra memanggil dirinya.
"Amanda, Amanda!"
Amanda menghentikan jalannya dan melihat Indra menyusul dirinya dengan motor.
"Astaga Amanda, aku jemput di rumahmu, kata Tante kamu udah berangkat jalan kaki!" Ucap Indra sedikit berteriak agar terdengar di jalanan yang mulai ramai.
Amanda hanya meringis. Napasnya ngos-ngosan dan ia juga belum sarapan. Indra yang menangkap wajah lelah Amanda pun langsung menyuruhnya naik ke atas motornya. Amanda langsung menaiki motor Indra dan bersyukur karena ia tidak harus datang terlambat.
Sampai di parkiran sekolah, banyak orang yang menatap Amanda. Parkiran sudah agak ramai karena Amanda memang datang agak siang, tidak sepagi saat Amanda datang biasanya. Sejenak Amanda heran mengapa ia dipandang banyak orang. Kemudian ia ingat kalau ia datang berboncengan motor dengan Indra, si ketua OSIS yang minggu depan resmi lengser.
Amanda buru-buru berpamitan meninggalkan Indra dan tak lupa mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya. Ia langsung pergi ke kantin untuk menitipkan dagangannya sebelum ia masuk kelas.
Di kelas, suasana tiba-tiba hening saat Amanda masuk kelas. Padahal teman-temannya sudah banyak yang datang. Ia belum mendengar bel jadi seharusnya belum ada guru. Tapi kenapa suasana kelasnya hening. Apakah mungkin ia terlibat masalah?
"Kok tiba-tiba diem ada apa, San?" Amanda bertanya pada Ghasani dengan suara pelan.
"Kamu pacaran sama Mas Indra, ya?" tanya Ghasani tiba-tiba.
Amanda bingung. Ia tidak tahu ada rumor seperti itu tersebar di sekolah..
"Iya Man, jujur aja kali. Nggak apa-apa," sahut Tiffany, temannya yang lain yang duduk agak belakang dengan suara agak kencang sehingga semua teman sekelasnya memperhatikan. Mungkin ia mendengar pertanyaan Ghasani.
"Nggak. Dapat berita dari mana?" Kilah Amanda.
"Kamu nggak tau? Kemarin di grup whatsapp angkatan ada yang nyebarin foto kamu jalan berdua bareng Mas Indra di koridor waktu hujan," Tanya Tiffany.
"Beneran nggak. Aku juga nggak tahu foto itu, aku kan nggak punya smartphone," jawab Amanda tegas.
Setahu Amanda, tidak ada seorang pun yang kemarin ia temui saat jalan bersama Indra di koridor depan kelasnya. Kecuali satu orang, teman sebangkunya yang tahu ia pulang dengan orang lain. Saat itu ia juga sedang memegang smartphone.
Amanda kemudian memandang Leo yang ternyata juga sedang memandang dirinya. Leo langsung memalingkan muka dan membuka ponselnya. Bel sekolah pun berbunyi, jam pelajaran pertama dimulai. Amanda diliputi rasa cemas yang tinggi, rumor ini akan mengganggu dirinya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Leo Dan Manda
RomansaAmanda terlahir dari keluarga yang sangat biasa saja. Benar-benar biasa, sampai ia juga berbaur dengan orang biasa. Di usianya yang ke lima belas, ayahnya harus meninggal dunia dan menurunkan taraf hidup keluarga mereka. Saat paling buruk itu ia ber...