Tawaran

2 0 0
                                    

Manda sudah mengira hari ini akan hujan lagi. Sejak istirahat makan siang, hujan terus turun.

Walaupun pagi tadi tergesa-gesa, ia masih ingat untuk menyiapkan payung. Untunglah. Setelah menghitung uang dari kantin, Manda bergegas kembali ke kelas untuk bersiap pulang. 

Tiap kali Manda kembali ke kelas dari kantin, ruangnya pasti sudah hampir kosong. Ia melihat di bangkunya, Leo masih ada disana. Entah kenapa orang kaya itu selalu pulang terakhir, sama seperti dirinya. Leo sedang membaca buku yang Manda tidak tahu mengenai apa, tapi terlihat sangat serius.

"Leo, nggak pulang?" tanya Manda.

"Belum dijemput, Man. Bawa payung nggak?" jawab Leo tanpa menoleh ke Manda.

"Bawa kok, Leo. Aku duluan ya?" 

"Hati-hati ya, Man."

Hati-hati? Manda heran dengan Leo. Ini pertama kalinya Leo bicara seperti manusia normal dengannya. Biasanya Leo tidak banyak bicara, sekalinya bicara menyakiti hati. Rupanya Leo bisa normal juga. Manda tersenyum, entah kenapa, Leo menambah moodnya sore itu. 

Setelah meletakkan barang bawannya di keranjang, Manda bersiap-siap mengayuh sepedanya bersama dengan payung yang disandarkan di sepedanya. Sepedanya memang sudah di modifikasi untuk membawa payung oleh ayahnya dulu. Manda mulai meninggalkan sekolah. Walau pagi tidak terlalu baik untuknya, setidaknya hari ini jualannya habis tak bersisa. 

Setelah sampai rumah, Manda bersiap-siap untuk berjualan es di pinggir jalan. Meskipun musim hujan, Ia tetap harus berjualan. Hasilnya memang berbeda dibandingkan musim kemarau. Namanya rezeki harus dijemput, jadi Manda harus rajin buka kedai es itu. 

Manda sengaja membawa buku sekolah berupa LKS-nya. Seperti biasa, Manda mengerjakan PR-nya di tempat jualan es itu.

Tiba-tiba mobil yang dikenal Manda berhenti di depan kedai es-nya. Manda menutup bukunya dan bersiap menyambut pelanggannya.

"Manda," sapa Ibu dari teman sebangkunya, Leo, dengan wajah ramah.

Terlihat Leo duduk di bangku belakang mobil sedan itu. Berusaha keluar dari pintu belakang menyusul Ibunya.

"Tante, gimana kabarnya?" Jawab Manda ramah.

"Sehat. Tadi Tante telat jemput Leo, sekarang dia merajuk, minta dibelikan es-mu," ucap Ibu Leo sambil melirik anak lelaki yang berdiri di sebelahnya.

"Hai, Man. Kamu ngerjain udah tugas fisika tadi?" Sapa Leo ramah.

Sosok persona yang berbeda dengan Leo yang biasa duduk bersebelahan dengannya di sekolah. Manda mengangguk sambil menunjuk LKS-nya yang tergeletak di atas tempat duduknya.

"Man, kamu mau nggak, ngajarin aku? Aku masih bingung sama rumusnya," ujar Leo.

"Ide bagus, nak. Gimana kalau kamu jadi tutor sebayanya Leo saja? Gak usah jualan es lagi, nanti Tante bayar kamu sebagai guru les Leo?" Sahut Ibu Leo dengan semangat.

Manda melihat ini sebagai sebuah peluang yang bagus. Jujur, Manda merasa kewalahan dengan tugas-tugas SMA-nya karena harus berjualan es dan membantu ibunya mengolah kue untuk dijual esok hari sepulang sekolah sampai larut malam.

Tapi dengan menjadi tutor sebaya Leo, tentu ia akan lebih sering bertemu dan berinteraksi dengan Leo. Manda kurang senang dengan gagasan itu, karena kedekatan mereka pasti akan membawa dampak ke kehidupan sekolahnya. Ia agak kapok masalah pembayaran kas kelas. Hanya karena ia duduk dengan Leo bukan berarti mereka akrab. Sekarang malah ditambah menjadi tutor sebaya.

"Udah gini aja Man, Tante janji kasih kamu lebih daripada upah jualan es ini, dan Tante yakin kamu butuh waktu berpikir, jadi Tante kasih kamu waktu seminggu ya untuk memberi keputusan," ucap tegas dari Ibu Leo.

Dibalik punggung ibunya, Leo menatap Manda penuh harap. Manda gadis yang berprestasi di sekolah. Nilai ujian hariannya selalu bagus. Sayang karena kesibukan Manda, sekolah tidak bisa mengasah Manda lebih jauh seperti ikut lomba olimpiade dan lain sebagainya.

Manda mengangguk dan mereka kemudian memesan es yang dijual Manda. Manda menyelesaikan pesanan mereka dan mereka melanjutkan perjalanan.

Tak berselang lama, Manda baru berhasil menghitung dan menyelesaikan 4 dari 10 soal fisika di bukunya, pelanggan setianya datang. Mas Indra berjalan dengan membawa payung.

Hujan sudah sedikit reda. Mas Indra datang berpakaian sangat rapi. Tidak seperti biasanya hanya pakai kaos oblong dan celana pendek.

"Mau kemana Mas, rapi bener," sapa Manda ramah.

"Beli Es kamu Man," jawab Indra.

"Biasanya Mas Indra cuma pake kaos oblong doang."

"Aku dandan rapi, biar kamu terpesona, Man. Masak kurang jelas?" Goda Indra.

Manda kembali memperhatikan dandanan Indra dari bawah ke atas. Sangat tampan. Tapi Manda sadar diri saja, ia lebih butuh uang dibanding pacar. Lagipula, mantan ketua OSIS pasti banyak wanita yang mengincarnya di sekolah, banyak yang lebih cantik daripada Manda.

Indra yang risih ditatap Manda dengan aneh langsung mengoreksi ucapannya, "Aku pulang les, Man. Kebetulan tadi kukira ada acara sekolah jadi aku bawa baju ganti. Ternyata nggak jadi."

"Ooh," ujar Manda, sambil menambahkan pertanyaan, "Rasa biasanya kan?"

Indra mengangguk semangat. Indra ini, pria yang suka dengan jajanan manis. Sebab itu, es Manda selalu jadi langganannya.

Sembari Manda menyeduh es, Indra melihat kegiatan Manda yang lain yaitu belajar. Indra selalu melihat sisi Manda yang teguh dan pantang menyerah. Manda tipe yang jarang berkeluh kesah dan manja. Itu sebabnya Indra suka dengan Manda.

"Manda, di mataku, perempuan yang pantang menyerah kayak kamu ini seksi banget, aku sangat menyukainya," ucap Indra.

Manda sedikit terkejut dengan ucapan Indra. Tapi dari nada bicaranya, ia terdengar tulus memuji Manda.

"Aku tidak tertarik dengan cinta-cintaan, Mas." Jawab Manda agak acuh tak acuh, sambil melirik sedikit ke arah Indra.

Indra terlihat sedikit kecewa dengan jawaban Manda. Tapi ia langsung menimpali, "Yah, perempuan tangguh biasanya tidak butuh pria. Hahaha. Cukup kau anggap jadi kakak yang baik saja, aku sangat senang."

Indra tertawa canggung. Dalam hati Manda ada rasa sedikit bersalah, tapi yang dibutuhkan Manda saat ini bukanlah Indra, walaupun dia sebaik malaikat.

Mereka melanjutkan obrolan sedikit mengenai sekolah dan tugas yang dikerjakan Manda, setelah Manda menyerahkan es ke Indra. Indra sudah nampak normal, dan Manda tahu mereka berada di hubungan yang baik-baik saja.

Saat Manda merebahkan diri ke kasurnya, Manda terpikir lagi dengan kejadian hari ini. Tawaran Ibu Leo sangat menarik, tapi Manda baru bekerja di tempat es tersebut setahun terakhir dan terbukti bisa membantu memenuhi kebutuhan mereka. Kedua, terlalu dekat dengan Mas Indra, tidak bagus untuknya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Leo Dan MandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang