4. hadiah ulang tahun Heya

4 0 0
                                    

Rain di sini, masih di dalam mobilnya yang sengaja ia parkir di tempat pengisian bahan bakar karena bingung caranya membangunkan Heya. Belum sampai tujuan, gadis itu malah sudah tertidur pulas, bahkan beberapa kali ia menepuk bahunya, ia tetap tak sadarkan diri. Entah mati atau pingsan.

Waktu tanpa disadari sudah pagi. Rain mengecek dirinya yang baru saja terbangun. Entah sudah berapa lama ia di sini dengan duduk bersandar di kursi yang telah diposisikan agak mundur agar lebih nyaman. Ia tidak ingat kalau dirinya mengubah kursi itu. Dan, tatapannya beralih pada tangannya yang dikompres dengan kompres perekat, rasa dinginnya sudah menghilang. Namun, efeknya lumayan terasa. Ia tersenyum tipis.

Ketika menyadari kursi sebelahnya kosong, Rain segera mengangkat tubuhnya. Namun, ia langsung berhenti ketika mendapati seseorang berjalan ke arahnya. Seseorang membuka pintu mobil sebelah kiri. Rain meliriknya hingga tak menyadari kalau tatapannya tak juga teralihkan. Rasanya, tidak ingin sekali pun ia kehilangan gadis itu.

"Nih," ujarnya seraya memberikan segelas kopi hangat dan langsung diterima Rain tanpa ucapan apapun. "Aku tidak tahu apa yang kau suka, jadi aku membeli beberapa rasa," lanjutnya seraya mengeluarkan roti kemasan beberapa rasa terdiri dari cokelat, kopi, stroberi, susu, keju dan krim dari kantong kresek putih dengan logo minimarket di salah satu sisinya.

Rain mengambil rasa susu dan membuka bungkus plastik kemudian menggigit di sudutnya. Pandangannya berubah ke arah depan menampakkan suasana yang cukup ramai dengan hilir mudik kendaraan. Ini pengalaman pertamanya bermalam di sebuah stasiun pengisian bahan bakar.

"Kenapa semalam tidak membangunkanku?" tanya Heya tiba-tiba membuat Rain kembali menoleh ke arahnya.

"Kukira kau mati," sahut Rain datar membuat Heya tertawa. "Kau sulit untuk kubangunkan," lanjut Rain dengan suara lembut dan tatapan hangat. Sebenarnya, ia memang tidak tega membangunkan gadis itu yang tampak sangat kelelahan.

"Sepertinya aku sangat kelelahan. Oh ya, rumahku dekat dari sini. Bisa mengantarku?" tanya Heya akhirnya.

Rain melihat ke jam duduk digital yang ada di dasbor mobilnya. Menunjukkan pukul lima lebih dua puluh menit.

"Apa yang orang tuamu pikirkan kalau aku mengantarmu sepagi ini?" tanya Rain balik.

"Benar juga. Kalau begitu aku jalan kaki ke rumah. Ah, melelahkan sekali!" ujar Heya kemudian meneguk air putih hingga memperlihatkan lehernya yang naik turun karena air melewati kerongkongannya.

Glek. Rain menelan ludahnya dan mengalihkan pandangannya ke depan lagi. Hingga tiba-tiba ponsel Heya berdering.

"Ya, aku menginap di Tinsa. Kapan kau pulang? Kau tahu hari ini.... Aku tak butuh hadiah apa pun, aku hanya ingin kau di sini. Harus, bukan akan kau usahakan!" ujar Heya kesal seraya menutup telepon penuh emosi.

Rain masih memperhatikannya, menyadari hal itu, Heya menatapnya balik dengan canggung.

"Um, maaf," ujar Heya kikuk.

"Aku tidak tahu kau ternyata jago berbohong," tukas Rain seraya memberanikan diri melirik ke arah Heya lagi.

"Aku tidak mungkin mengatakan menghabiskan malam bersama seorang pria, bukan?" cibir Heya sarkastik.

Sementara itu, Rain tertawa kecil dengan ucapan ambigu Heya. Kalau saja ini bukan pagi hari, ia mungkin akan bertindak lebih. "Bisakah kau tidak pulang?" tanya Rain hati-hati pada akhirnya. "Temani aku hingga tahun berganti. Aku akan menemanimu di hari ulang tahunmu," lanjutnya.

Heya menatapnya dengan terkejut. Ia tak menjawab pertanyaan itu, lebih karena bingung harus menjawab apa.

"Bolehkah aku mentraktirmu secangkir kopi nanti malam?" tanya Rain lagi, Ia berusaha sekeras mungkin untuk menahan gairahnya. Namun, tangannya sudah menggenggam tangan Heya tanpa izin.

CALL YOU MINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang