Setelah bangun tidur pukul satu siang dan mengerjakan pekerjaan kantor yang membuatnya tidak yakin akan beres per tanggal 15 Januari nanti, akhirnya ia merasa lelah juga. Ia perlu melakukan sesuatu. Ia melirik jam dinding di kamarnya, sudah pukul enam sore.
Jari Rain dengan cepat menemukan sebuah kontak dengan judul kontak terdiri dari tiga kata. Seheya Bintang Utami, nama terlengkap di kontaknya. Biasanya ia hanya memberi nama panggilan seperti Indra SP, Tita SP dan lainnya yang bagian akhir nama menunjukkan identitas pekerjaan atau sekolah. Contohnya, SP yang berarti Simply Publisher.
Waktu berputar dengan cepat baru setengah jam tadi ia menelepon Heya walaupun berakhir dengan penolakan, akhirnya suara telepon membangunkan Rain yang tak sengaja tertidur di meja kerja. Ia meraih ponsel di meja kecil lampu tidurnya, kemudian ia melepaskan kabel penyalur daya dari ponsel. Sekilas diperhatikan sebuah nama di layar, Ruby dengan sebuah simbol hati di akhir nama. Kemudian, ia langsung menjawabnya, meskipun ada sedikit wajah kecewa karena bukan seseorang yang ia tunggu.
"Ya?" jawabnya seraya bangkit dari kursi. Ia menatap kolam renang yang berada tepat di belakang kamarnya.
"Perlukah aku pulang untuk menghabiskan malam tahun baru denganmu?" tanya gadis bernama Ruby itu tampak riang.
"Aku ada kerjaan. Tidak ada yang dapat kau lakukan bersamaku," sahut Rain ketus.
Rain berjalan menuju samping ranjangnya lagi, tepat di bawah meja lampu tidur terdapat sebuah laci. Ia membukanya, mengeluarkan sekotak rokok, mengambil satu batang secara acak dan membakar di mulut.
"Ya sudah. Kau jangan terlalu lelah, tunggu aku tiga bulan lagi, aku akan semakin layak menjadi Nyonya Rain," ujar Ruby masih dengan percaya dirinya yang tinggi.
"Bagaimana dengan Panji? Kau masih sering bertemu dengannya?" tanya Rain tiba-tiba. Sebenarnya, Rain hanya ingin mengalihkan pembicaraan.
Ruby berdeham mengiyakan. "Adikmu itu sepertinya sudah punya kekasih loh, dengan Kimberly yang pernah aku ceritakan. Kami sebenarnya jarang bertemu, tapi beberapa kali dia datang ke apartemenku untuk membawakan makanan," ujar Ruby terasa bersemangat menceritakan dirinya.
"Kimberly? Oh ya, aku ingat," ujar Rain ketika menyadari kalau Panji pernah posting foto bersama seorang gadis di Instagram-nya. Jujur saja, Rain merasa lega ketika mendengar kabar adik tunggalnya itu.
Ruby berlanjut dengan cerita-ceritanya, ia sesekali tertawa dan terlihat bahagia. Seperti biasanya, hanya Ruby yang menikmati obrolan dan Rain sepenuhnya menjadi pendengar, meskipun bukan pendengar yang baik.
"Bagaimana kabarmu di sana?" tanya Ruby akhirnya setelah menyadari tak banyak yang Rain bicarakan, kecuali dirinya yang terlalu banyak bicara.
"Baik," sahut Rain singkat. Ia intens menyesap rokoknya hingga menyisakan setengah batang.
"Apa kegiatanmu hari ini?" tanya Ruby lagi. Rain memerhatikan sekeliling kamarnya, ia mengingat launching buku Je Fede yang terhitung hari dan perlu mengecek ulang lagi konsep acara yang dibuat oleh Ferdi, ketua departemen Workshop dan timnya. Sejak jam satu hingga beberapa saat yang lalu, ia tak sepenuhnya berpikir matang.
"Ada launching buku Je Fede tanggal 15 Januari nanti. Dua minggu kantor libur, jadi aku harus memastikan semuanya beres," jelas Rain seraya mematikan rokoknya yang telah habis pada ujung meja kerjanya lalu ia masukkan ke tempat sampah.
"Kau punya bawahan, Sayang. Bukankah tidak perlu melakukan sesuatu seperti ini? Kau hanya menghabiskan tenaga," ujar Ruby membuat Rain terdiam dan tak ingin menjawab lagi. "Kau juga sudah melakukan banyak hal, seharusnya kau yang menjadi Presiden Direktur, bukan wakil," lanjut Ruby membuat Rain lebih malas dari sebelumnya. Tiba-tiba Ruby terdiam, seolah tahu bahwa ucapannya salah.
KAMU SEDANG MEMBACA
CALL YOU MINE
Romansa"Lain kali boleh kutraktir secangkir kopi?" tanya Heya hati-hati, suasana mereka memang tampak canggung. Apalagi, mengobrol di tengah jalan agak tidak etis. Pria itu tersenyum lebih lebar hingga membentuk bulan sabit. "Kau paham maksud dari mentrak...