Semilir angin laut malam ini tidak mampu mendinginkan tubuh Nina akibat kepalang emosi mendengar ucapan Ardi. Nina tak habis pikir mendengar kalimat yang terlontar begitu ringan dari mulut kekasihnya itu. Bahkan kalimat tersebut tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Yang Nina pikiran saat dirinya diajak ketemu adalah untuk membicarakan hal serius. Yaitu pertanggungjawaban.
"Cukup, Di. Cukup! Aku paham maksud ucapanmu." Nina menyeka air matanya. "Asal kamu tau! Sampai kapanpun aku gak akan melenyapkan bayi ini. Dia gak berdosa. Dia gak tau apa-apa." Nina kembali membelakangi Ardi.
"Nin ...."
"Cu, kup! Kamu itu laki-laki paling egois yang pertama aku kenal."
Ardi segera mendekap tubuh Nina. Tangisan Nina pun semakin menjadi kala kepalanya berada di dalam dekapan dada bidang kekasihnya itu. Nina meremas switer Ardi, lalu memukul dadanya secara bertubi-tubi sebagai pelampiasan atas kekecewaannya.
"Kamu egois, Di. Kamu egois." Tangisannya mulai memelan. Beberapa detik kemudian tubuhnya terkulai tidak sadarkan diri. Nina pingsan.
***
Setelah perdebatan dua jam yang lalu, suasana rumah terasa sangat sunyi. Tidak ada obrolan diantara Halimah dan juga Santoso meski mereka duduk bersebelahan. Halimah hanya diam sambil menatap foto putrinya yang menempel di dinding dengan tatapan kosong. Begitupun Santoso. Bedanya Santoso sambil memijat dahi juga kepalanya."Tidurlah. Malam sudah sangat larut." Santoso memecah keheningan dengan menyuruh istrinya untuk segera beristirahat.
"Ayah?"
"Ayah belum ngantuk."
"Mama juga belum ngantuk. Mama masih kepikiran soal Nina."
Santoso menggaruk dahinya yang tak gatal dengan jari telunjuk tanpa mengeluarkan sepatah kata. Kemudian mereka kembali terdiam. Suasana kembali sunyi.
***
Di dalam mobil-di tepi pantai, Ardi terus menatap Nina dengan tatapan cemas. Pasalnya sudah sepuluh menit Nina belum juga sadar. Akhirnya Ardi mencoba menepuk-nepuk pipi Nina secara halus sambil memanggil-manggil namanya. Ardi berharap dengan cara itu Nina akan segera sadar. Benar saja. Tidak lama setelah itu Nina membuka matanya."Syukurlah kamu sudah sadar."
"Kita di mana, Di? Aku kenapa?"
"Kita di pantai. Tadi kamu pingsan. Nih minum dulu." Ardi memberikan sebotol air mineral yang tersimpan di pintu mobilnya.
"Thanks."
Untuk sejenak Nina terlihat sedikit tenang. Tidak tampak beban di mata bulatnya. Malah sepertinya Nina menikmati indahnya malam ini. Ardi bisa bernapas lega melihat itu. Bukan berarti Ardi tenang tanpa memikirkan persoalan yang sedang mereka alami hanya saja Ardi tidak terus menerus dihujani kalimat amarah dari kekasihnya tersebut.
"Di, kenapa ya kita bisa setolol itu hingga akhirnya masalah yang sangat besar pun menghampiri kita?" Suara Nina lebih tenang dari sebelumnya. Tatapannya pun lebih tertuju pada luasnya lautan dengan deburan ombak yang menghantam karang. "Aku malu." Nina melanjutkan ucapannya. "Aku juga sedih melihat raut wajah kecewa kedua orangtuaku. Untuk pertama kalinya aku melihat ayah semurka itu. Bahkan untuk pertama kalinya juga ayah menamparku."
Mendengar kata demi kata yang keluar dari mulut Nina, pikiran Ardi langsung membayangkan raut wajah yang sama yang akan dia lihat saat kedua orangtuanya pun mengetahui hal ini. Lalu Ardi meringis ngeri saat membayangkan apa yang akan ayahnya lakukan nanti.
"Andai kita bisa mengendalikan waktu, aku ingin kembali ke malam itu malam disaat kejadian itu terjadi dan memperbaiki semuanya. Atau menghapus kejadian itu agar tidak datang di hari ini."
"Tapi itu mustahil, Nin. Kita hanya punya dua pilihan. Memperbaiki atau segera melewatinya. Dan, pilihan kedua lah yang ingin aku pilih."
Nina segera menoleh ke arah Ardi setelah Ardi selesai mengucapkan kalimat yang langsung memantik api dalam Nina. "Maksud kamu?!"
"Sudah pukul sebelas. Kita harus pulang. Nanti orang tua kamu tau kalo kamu gak ada di kamar."
Ardi sengaja tidak memberikan jawaban apa pun malah justru mengalihkan pembicaraan, dan langsung menyalakan mobilnya, lalu menginjak pedal gas. Ardi melakukan itu agar tidak terjadi perdebatan baru. Ardi pun tahu jika Nina paham akan kalimat terakhir yang dirinya ucapkan.
Sesampainya di rumah, Nina membuka pintu dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan suara. Sesekali Nina menarik napas. Nina takut jika orangtuanya bangun dan melihat dirinya yang baru saja pulang.
Setelah berhasil masuk ke dalam rumah, selanjutnya Nina berjalan dengan minjit-minjit. Lalu celingukan ke seluruh ruangan. Ruang keluarga aman. Dapur aman. Nina pun bernapas lega.
Namun, saat dirinya menaiki anak tangga, tiba-tiba lampu menyala. Nina pun menghentikan langkah. Sebelum membalikkan badan untuk melihat siapa yang menyalakan lampu, Nina terlebih dahulu mengatur napas.
"Dari mana kamu?!"
Nina memejamkan mata sambil membuang napas kasar. Lalu membalikkan badan. "Mmmm, anu. Da-dari ... dari ...."
"Ngomong yang jelas!" bentak Santoso dengan tangan berkacak pinggang.
"Dari rumah Widi," jawab Nina dengan suara pelan juga bergentar.
"Abis ngapain? Kerja kelompok?"
Nina terdiam. Lalu menggigit jari. "Iya."
Halimah menggelengkan kepala. "Nina, Nina. Mama gak ngerti dengan kelakuan kamu sekarang. Kamu udah bukan Nina yang Mama dan ayah kenal. Kamu udah bener-bener beda. Sejak kapan kamu jadi pandai berbohong gini, hah?"
"Maksudnya Mama?"
"Gak usah tanya maksud Mama. Sekarang tanya diri kamu. Apa benar yang kamu ucapkan itu?"
Nina kembali terdiam. Mencoba mencerna ucapan ibunya.
"Coba liat hp kamu."
Nina mengerutkan kening mendengar perintah ibunya.
"Coba liat." Halimah kembali mengulang ucapannya.
"Ada? Apa gak ada?"
Nina belum memberi jawaban. Nina terus berusaha mencari handphone-nya di dalam tas. Dan hasilnya nihil.
"Nggak ada. Sepertinya tertinggal di rumah Widi."
"Yakin? Terus ini punya siapa?" Halimah mengacungkan sebuah handphone dengan paper case berwarna biru muda.
Nina membulatkan mata melihat handphone miliknya ada di tangan ibunya. "Kok bisa ada di Mama?"
Bersambung ....
Jangan lupa baca karya peserta Olimpus Match Battle lainnya, ya!
1. Viloise--@Chimmyolala
2. The Lucky Hunter--@Dhsers
3. Tersesat di Dunia Sihir--@Halorynsryn
4. Aku Bisa--@okaarokah6
5. Kurir On The Case --@AmiyaMiya01
6. Is It Our Fate?--@ovianra
7. Crush--@dhalsand
8. Keping Harapan--@UmaIkhFfa
9. Cinta Alam Untuk Disa--@DenMa025
10. Memutar Waktu--@dewinofitarifai
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bisa
Teen FictionNina 16 tahun adalah seorang ketua OSIS yang berparas cantik ini memiliki pacar rahasia yaitu seorang kapten basket bernama Ardi. Masalah mulai muncul ketika Ardi justru mengumumkan hubungan mereka. Nina marah akan hal itu karena takut diketahui ol...