17 Februari

1 2 0
                                    

"Nina ... sarapan dulu Sayang," panggil Halimah sambil mengetuk pintu kamar putrinya. "Sayang? Nina ...?" Halimah kembali memanggil putrinya tersebut karena tidak kunjung keluar. Panggilan kedua pun tetap tidak membuat Nina membukakan pintu. Hingga akhirnya Halimah mencoba untuk membuka pintu kamar. Ternyata pintu tidak dikunci.

Setelah pintu kamar terbuka, Halimah menggelengkan kepala. Pasalnya Nina masih tertidur pulas dengan selimut tebal menutupi seluruh tubuhnya. Padahal matahari sudah bersinar dua jam lalu.

Mata Nina menyipit kala sang surya menyelinap masuk ketika gorden dibuka oleh ibunya. Bukannya bangun, Nina malah semakin menaikan selimut hingga menutupi kepalanya.

Segala bujuk rayu Halimah lakukan agar putrinya tersebut mau membuka mata, lalu sarapan. Setelah melewati drama yang selalu terjadi di pagi hari kala hari libur tiba, akhirnya Nina mau membuka matanya.

"Nggak! Gak mau. Tadi kan Mama udah janji, bolehin aku makan tanpa harus cuci muka. Kenapa sekarang maksa buat cuci muka?"

Nina melipatkan kedua tangannya di dada, bibirnya mengerucut, lalu membuang muka.

Halimah menggaruk hidupnya yang tak gatal. "Tapi kan jorok?"

"Ya udah. Nina tidur lagi aja." Nina langsung menutup tubuhnya dengan selimut tebalnya.

Halimah pun mengalah. "Ya udah, iya."

Nina menyibakan selimutnya penuh semangat. "Suapin ...."

"Nih, a ...."

Nina membuka mulutnya lebar-lebar.

"Sayang ... kamu itu udah mau jadi ibu. Harusnya kamu belajar bangun pagi walaupun hari libur. Masa iya nanti setelah melahirkan bangunnya seperti ini terus? Anak kamu gimana?"

Seketika Nina menghentikan aktivitas mengunyahnya. Lalu menunduk melihat perutnya.

"Mengurus anak itu nggak ada istirahatnya. Nggak ada hari liburnya. Nggak ada kata nantinya. Pokoknya harus serba cepat." Halimah melanjutkan nasihatnya.

Nina menatap wajah ibunya lekat-lekat. "Mah, maafin Nina, ya," ucap Nina tiba-tiba.

"Mama udah maafin kamu. Lagian semua ini sudah terjadi. Ketika nasi sudah menjadi bubur, nggak mungkin akan kembali menjadi nasi lagi kan? Kalau kita nggak suka, paling membuangnya. Tapi kalau kita merasa sayang, paling kita makan. Sama halnya seperti sekarang. Karena Mama sayang kamu, jadinya Mama memilih yang kedua. Menerima kamu dan calon cucu Mama." Ucapan Halimah yang diakhiri senyuman itu berhasil membuat air mata Nina menetes.

"Makasih Mah." Nina memeluk Halimah. Halimah pun membalas pelukannya dengan pelukan hangat.

"Udah nggak usah nangis." Halimah menepuk-nepuk punggung anaknya. "Kita lanjutin lagi makannya." Halimah meraih piring yang tadi sempat ia taruh di atas nakas. "Kamu itu harus banyak makan. Biar janin kamu sehat."

Suapan demi suapan masuk ke dalam mulut Nina dengan lahap. Meskipun kandungannya masih di trimester pertama, tetapi tidak ada rasa mual yang Nina rasakan seperti kebanyakan wanita hamil lainnya.

***

Di teras sepasang suami istri tengah duduk sambil menikmati secangkir teh dan juga beberapa keping biskuit. Mata mereka tertuju pada burung-burung yang tengah berterbangan di langit Jakarta yang berhiaskan senja. Lalu mereka tertawa ringan seolah tengah membicarakan hal lucu atau sekedar mengingat masa lalu mereka yang konyol.

"Lagi pada ngapain, sih?"

Tiba-tiba Nina muncul dari balik pintu yang membuat sepasang suami istri tersebut kaget.

"Hah, hah? Lagi pada ngapain hayoh?"

"Ih, kamu ya. Seneng banget bikin kita kaget. Gimana kalo Mama atau ayah jantungan?"

"Ya abis dari tadi Nina liatin ayah sama Mama ketawa terus." 

"Emang nggak boleh?"

"Eh, Nak." Seketika pembicaraan antara ibu dan anak itu terhenti ketika Santoso memanggil putrinya. Pandangan Nina  kini tertuju pada Santoso. "Gimana kabar pacarmu itu? Kapan dia datang ke sini bawa orang tuanya?" Santoso melanjutkan pertanyaan dengan tangannya yang sibuk membersihkan kaca mata.

Nina menunduk mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut ayahnya. "Belum ada kabar, Yah. Handphone-nya pun nggak aktif," ucap Nina lirih.

"Udahlah Yah. Nggak usah kita mikirin laki-laki itu lagi. Bukannya semalam kita udah sepakat nggak akan bahas ini lagi?" ujar Halimah menengahi anak dan suaminya.

***
Di atas tempat tidur yang berukuran besar, Ardi terus berguling. Hatinya benar-benar resah. Pikirannya bingung. Bingung mencari waktu yang tepat dan momen yang pas untuknya memberi tahu kedua orangtuanya tentang kekasihnya yang ia hamili. Mengingat kondisi ibunya yang belum sepenuhnya pulih.

"Aaargh!" Ardi mengacak rambutnya frustasi.

"Di, boleh Ayah masuk?" teriak Frans dari luar kamar anaknya.

Ardi beranjak dari tempat tidurnya dan bergegas membuka pintu kamar dengan kaki sedikit dihentakan.

"Masuklah."

"Terima kasih," ujar Frans setelah dirinya dipersilakan masuk dan Frans pun masuk.

"Di, ada kabar gembira yang ingin Papa berikan kepadamu," ucap Frans dengan raut wajah sumringah.

"Mama boleh pulang?" tebak Ardi antusias. 

"Bukan. Bukan itu. Mamamu masih butuh perawatan khusus, jadi entah kapan dia akan diperbolehkan pulang."

"Lalu, kabar apa?"

Untuk sejenak Frans terdiam. Sedangkan Ardi yang tadinya berdiri, sekarang dia duduk di tepi kasur besarnya.

"Papa sudah urus semua berkas untuk pindahan kamu ke sini. Papa juga udah mengajukan surat permohonan perpindahan sekolahmu. Kamu akan melanjutkan SMA di sini. Untuk sekolahnya udah Papa siapin. Kamu akan sekolah di SMA terbaik di sini. Jadi kamu nggak usah pulang lagi ke Indonesia."

Seketika mata Ardi membulat. "Apa?! Kenapa Papa nggak ngomong dulu ke Ardi? Kenapa Papa ngambil keputusan ini secara sepihak?"

"Memangnya kenapa? Toh ini juga demi kebaikan kamu."

"Nggak. Pokoknya Ardi nggak setuju. Ardi akan tetap pulang ke Indonesia."

"Ardi!"

Bersambung ....

Jangan lupa baca karya peserta Olimpus Match Battle lainnya, ya!

1. Viloise--@Chimmyolala

2. The Lucky Hunter--@Dhsers

3. Tersesat di Dunia Sihir--@Halorynsryn

4. Aku Bisa--@okaarokah6

5. Kurir On The Case --@AmiyaMiya01

6. Is It Our Fate?--@ovianra

7. Crush--@dhalsand

8. Keping Harapan--@UmaIkhFfa

9. Cinta Alam Untuk Disa--@DenMa025

10. Memutar Waktu--@dewinofitarifai









Aku BisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang