Hidup baru (+)

6 4 0
                                    

Hari berganti hari. Minggu berganti minggu. Kabar akan keberadaan Ardi pun telah diketahui. Ardi sudah pindah ke Jerman dan akan menetap di sana untuk selamanya.

Mendengar kabar tersebut, Nina sudah pasrah akan nasibnya. Nina berusaha ikhlas menerima kenyataan bahwa anak dalam perutnya sekarang sudah dibuang oleh ayahnya sendiri.

Di sini, di tempat terakhir dirinya dan Ardi bertemu, Nina melepaskan semua kenangannya bersama Ardi. Nina akan berusaha memulai hidup baru tanpa bayang-bayang orang yang telah membuat hidupnya hancur.

"Lagi ngapain lo di sini sendirian?"

Nina tersentak kaget ketika tiba-tiba seseorang duduk di sebelahnya. Pasalnya saat itu pikiran Nina sedang terombang-ambing ke samudera masalalu. 

"Masih ngarepin si Ardi balik?"

"Sotoy, lo."

"Udahlah, Nin. Si Ardi nggak bakal balik lagi. Dia udah ninggalin lo tanpa kabar. Berarti dia nggak bener-bener cinta sama lo. Dia cuma main-main. Lagian masih banyak kok cowok yang lebih ganteng dari dia. Move on, Nin. Move on," ujar Adnan tanpa melihat lawan bicara. Tatapannya terus terfokus pada luasnya lautan yang berada tepat di hadapannya.

"Udah ngocehnya? Kalo udah gue mau pulang. Udah malem." Nina langsung berdiri dan meninggalkan Adnan yang masih berada di tempat duduknya. Nina tidak kuat jika harus berlama-lama dengannya. Untuk saat ini hati dan telinganya tidak bisa menerima ocehan siapapun yang semakin membuat luka di hatinya semakin luas.

"Eh, Nin. Lo mau ke mana? tanya Adnan saat Nina pergi begitu saja tanpa menghiraukan ucapannya. "Tunggu! Jangan tinggalin gue." Adnan pun mengejar Nina.

"Nan. Nggak bosen apa ngikutin gue mulu? Nggak ada kerjaan lain gitu selain ngikutin gue?" Nina menghentikan langkah. "Ke manapun gue pergi, kenapa selalu ada lo, sih?"

"Ih! Siapa yang ngikutin elo."

"Terus kebetulan gitu kita ketemu di sini?" tanya Nina sinis.

"Cerdas."

"Denger, ya, Nan. Di dunia ini nggak ada yang kebetulan. Semuanya sudah terencana dengan baik. Jadi artinya lo udah rencanain ini semua. Ngaku lo?"

"Terserah lo deh. Sekarang lo ikut gue."

Adnan menarik tangan Nina. Lebih tepatnya menyeret.

"Eh, gue mau dibawa ke mana? Adnan!"

Adnan tidak menjawab pertanyaan Nina. Ia terus berjalan dengan posisi tangannya tetap menarik tangan Nina. Sampai-sampai Nina kewalahan untuk mengimbangi langkah Adnan yang begitu cepat.

"Adnan. Lepasin!" Nina menarik tangannya kuat. Namun cengkraman Adnan begitu kuat hingga Nina tidak mampu melepaskan diri dari Adnan.

"Duduk," ucap Adnan setibanya di salah satu restoran yang tidak jauh dari pantai tempatnya melepaskan semua kenangan bersama Ardi. Kemudian datang  dua orang pelayan menghampiri Nina dan juga Adnan.

"Mas Adnan," sapa pelayan wanita dengan sangat ramah.

Nina mengerutkan kening sambil melihat gerak-gerik pelayan tersebut. Jika dilihat dari sikapnya, pelayan itu seperti sangat menghormati Adnan. Begitupun Adnan.

"Semua sudah siap, Mas."

"Oh, oke."

" Kalo begitu kami permisi dulu ya, Mas. Kami mau kembali bekerja," ujar pelayan yang sama sambil membungkukkan badan seperti orang-orang Jepang.

"Oke. Silakan."

"Nan, lo sering makan di sini?" tanya Nina dengan penuh rasa penasaran.

"Nggak juga." Adnan menjawab pertanyaan Nina dengan gaya begitu santai. "Udah yuk. Kita ke sana?"

Nina memicingkan mata, "Ke mana?"

"Ruang VIP," jawab Adnan sambil menarik tangan Nina.

Mata Nina terpukau melihat keindahan ruangan tersebut. Berbagai pernak-pernik di sana tertata dengan begitu apik. Warna-warna yang dipilih pun begitu elegan. Sopa yang berwarna cokelat muda dipadukan dengan meja kristal yang terbentang begitu luas, hiasan yang lebih didominasi warna gold itu pun menambah kesan mewah.

"Nan." Nina menarik tangan Adnan keluar dari ruangan tersebut. "Lo ngajak makan gue di sini? Lo serius? Emang lo punya duit?"

"Emang kenapa?"

"Kita ini masih SMA. Mana cukup uang kita buat bayar makan plus nyewa ruangan ini. Ini tuh sepertinya ruangan yang sering disewa para pebisnis sukses. Udah, deh. Kita makan di tempat biasa aja. Jangan aneh-aneh. Gue gak mau abis makan terus di suruh cuci piring," ucap Nina sambil membrigidig ngeri. "Udah, yuk. Kita cari tempat lain aja." Nina menarik tangan Adnan memaksanya untuk meninggalkan tempat tersebut.

"Tapi gue udah pesen ... gimana dong?"

"Nan, please! Jangan buat gue malu."

Adnan tersenyum puas melihat muka Nina panik.

"Mas Adnan ... silakan. Hidangan sudah siap," ucap seorang pelayan yang baru saja keluar dari ruang VIP.

"Kata pacar saya hidangannya tambah lagi," ujar Adnan kepada pelayan tersebut.

"Nan! Please! Bercanda lo nggak lucu."

Nina sudah mulai emosi. Sedangkan pelayan tadi hanya tersenyum mendengar ucapan Adnan dan langsung pergi.

"Tenang. Gue punya voucher." Adnan mengacungkan dua lembar kertas yang bertulisan VIP.

"Serius?"

Adnan mengangkat kedua alisnya. "Jadi?"

"Kita makan." Nina bersuara dengan penuh antusias.

Adnan menggelengkan kepala.

"Nin, ternyata vouchernya udah hangus," lirih Adnan setelah setengah jam mereka menyantap makanan yang telah dihidangkan.

"Lo serius?!" Mata Nina membulat seketika. Lalu bersusah payah menelan makanannya yang sudah terlanjur masuk ke dalam mulutnya.

"Lo yang bayar, ya. Kan elo yang paling banyak makan."

"Elo nggak lagi bercanda kan?"

Bersambung ....

Jangan lupa baca karya peserta Olimpus Match Battle lainnya, ya!

1. Viloise--@Chimmyolala

2. The Lucky Hunter--@Dhsers

3. Tersesat di Dunia Sihir--@Halorynsryn

4. Aku Bisa--@okaarokah6

5. Kurir On The Case --@AmiyaMiya01

6. Is It Our Fate?--@ovianra

7. Crush--@dhalsand

8. Keping Harapan--@UmaIkhFfa

9. Cinta Alam Untuk Disa--@DenMa025

10. Memutar Waktu--@dewinofitarifai

 

Aku BisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang