"Oke mbak, semuanya habis 53 ribu 800 rupiah, uangnya 60 ribu, jadi ini kembaliannya 6 ribu 200 rupiah." Ucap mbak kasir minimarket kepadaku.
Saat ini aku sedang belanja cemilan, tidak enak rasanya berdiam diri dirumah tanpa makanan.
"Kembaliannya mau disumbangin aja?" Tanya mbak kasir lagi merujuk pada uang sisa 200 perak itu.
Ku jawab dengan anggukan singkat, lalu ku ucapkan terimakasih ala kadarnya saat menerima barang belanjaan dan uang kembalian 6 ribu.
Ini memang sudah malam, selesai sholat maghrib tadi ntahlah bagaimana bisa perutku terasa sangat lapar.
Keluar dari pintu minimarket, Aku berjalan menuju parkiran sepeda di sebelah kiri minimarket. Pasalnya, aku membawa sepeda miniku ke minimarket ini untuk membelanjakan uangku ini. rumahku tak jauh dari sini, mungkin sekitar 20 meter saja.
Di perjalanan pulang, aku selalu memikirkan tentang pria yang beberapa hari lalu bertamu ke rumahku.
Ya, dia Fero. Pria yang saat itu tertawa kecil karena pertanyaan ku.
Entahlah, menurutku pria itu pria yang sangat baik tapi ada sedikit kecurigaan dan sedikit keraguan dalam hatiku untuk menerima pria itu dan menerima perjodohan inip.
Mataku memperhatikan jalanan, akan tetapi otakku berputar memikirkan hal yang seharusnya tidak aku pikirkan saat ini.
Seharusnya yang aku pikirkan saat ini adalah universitas mana yang aku tuju untuk menggapai cita-citaku.
Dan bukannya malah memikirkan perjodohan yang tak jelas ini. Tetapi, semua sudah terjadi, biarkan saja.
Tak terasa aku mengayuh sepeda, dan ternyata sudah sampailah diriku di depan gerbang rumahku.
Namun anehnya, ku dapati mobil yang sebelumnya tidak pernah aku lihat, terparkir rapi digarasi rumah. Siapa lagi?
Dengan segera aku masuk ke dalam rumahku untuk memastikan sang mpu dari mobil itu.
"assalamualaikum" salamku untuk memanggil orang tuaku. Tapi sayangnya tidak ada yang menyambutku saat ini.
Sebentar, sepertinya ada riuh di dapur rumah. Tidak mungkin kedua orang tuaku terbahak-bahak berdua saja.
Dengan segera aku bergegas ke dapur dan kudapati orang tuaku bersama pria yang aku pikirkan sedari tadi.
Fero sedang berbincang di meja makan bersama papaku. kulihat Mama sedang sibuk menyiapkan makan malam sendirian di dapur.
" Bantu mama, yuk, sayang, kita makan besar nanti hehehe" ucap mamaku kepadaku yang berakhir kekehan pelan tanda bercanda.
Agak kesal aku dibuatnya. Bukan, bukan karena mama minta bantuan ku. Tapi karena keberadaan pria itu.
Setelah satu hari bertemu waktu itu, aku merasa dia pria yang bisa menghargai aku sebagai wanita. Tapi, bisa jadi itu hanya topeng, kan?
***
Saat ini kita sedang berada di meja makan. Aku, papa, mama dan juga pria asing ini, Fero.
Kita membicarakan segala hal. Ralat, bukan kita tapi hanya mereka bertiga. Aku hanya diam memperhatikan mereka tertawa dan berbincang bersama.
Saat semua sedang sibuk berbincang, tiba-tiba suara merdu adzan isya terdengar sangat keras dari masjid sebelah rumah. Mereka bertiga menghentikan aktivitas berbincang mereka. Aku pun demikian, menghentikan aktivitas makanku sejenak untuk menghormati azan.
"Allahu Akbar, Allahu Akbar," seruan azan berkumandang, kuperhatikan semua menjawab azan¹ tersebut dengan perlahan.
Sampai pada saat lafal "asyhadu anna muhammadarrasulullah" aku terdiam memperhatikan pria muda di depanku ini. Pada saat kalimat itu dikumandangkan oleh Muazin, dia melihat jempolnya membaca doa, meniup jempol tersebut lalu mengusap mengusap ke arah mata.
Memang tidak jelas doa yang aku dengar karena dia sedikit berbisik, tapi kupastikan bahwa isi doanya adalah "Marhaban Bihabibiy Waqurrati Ainiy Muhammadibni Abdillah Sallallahu alaihi wasallam²"
Jarang ada yang tahu doa itu, orang awam saat ini sudah jarang melafalkannya. Dia bukan pria main-main menurutku jika dia bisa mempraktekkan itu setiap harinya.
Seketika ku simpulkan, dia pria yang paham agama dan taat akan agama. Memang salah menyimpulkan secara tiba-tiba seperti ini, tapi kalian pasti tahu apa yang aku pikirkan.
Lagi pula, tidak ada salahnya kan berprasangka baik terhadap orang lain?
Setelah azan selesai dikumandangkan dan kita berdoa bersama kita melanjutkan makan. Akan tetapi yang saat ini tidak ada perbincangan, kita fokus kepada makanan kita masing-masing, agar segera melaksanakan salat.
Aku membereskan piring kotor dimeja makan, untuk nantinya ku taruh di tempat cuci piring.
"Fero, nanti kita sholat jamaah ya, kamu jadi imamnya," ucap papaku waktu itu kepada Fero. Aku yang mendengar pernyataan dari papa pun membelakan mataku tidak percaya apa yang diucapkan papaku.
Pria seperti dia akan menjadi imam kita untuk salat isya? Saat ini aku bukannya meragukan dia, tapi pria yang katanya CEO seperti dia apakah bisa? apakah mampu?
Aku dengar pria itu tidak menjawab permintaan papa, mungkinkan dia menggeleng tanda tak sanggup? Aku tidak bisa melihat karena saat ini aku sedang mencuci piring di dapur. Aku hanya mendengar, tidak melihat.
***
"Bismillahirohmanirohim~"
Tidak percaya. Dua kata yang menggambarkan perasaanku saat ini.
Suaranya mendayu, merdu. Nyaman sekali sholat isya ku.
Ya, saat ini Fero menjadi imam dengan aku, papa dan mama yang menjadi makmumnya.
Bacaan surat Al-fatihah nya begitu merdu aku mendengarnya. Sungguh aku tidak berbohong, dia bukan pria main-main.
setelahnya surat pendek yang dia pilih adalah surat 'abasa, salah satu surat terpanjang di juz 30 dalam Al-quran.
Kekagumanku bertambah, masih tidak percaya apa yang aku perhatikan dari tadi.
Setelah selesai salat, pimpinan bacaan zikir dan doa dia sangat fasih, seperti sudah sering melakukannya.
Apakah memang dia pria yang Allah kirim untuk bisa membimbingku sampai jannah-Nya? Atau ini malah akan mendatangkan musibah bagiku?
Apakah aku harus menerimanya tanpa harus mempertimbangkan yang lain?
***
¹ "Rasulullah shallallahu a'aihi wa sallam bersabda: 'Jika muadzin mengucapkan, 'Allâhu akbar Allâhu akbar' lalu ada orang yang menjawab 'Allâhu akbar Allâhu akbar',.... (dst) ... dari lubuk hatinya, maka orang tersebut akan masuk surga." Hukum menjawab adzan sendiri itu sunnah.
² ulama malikiyah berpendapat bahwa hadits tentang doa dan amalan mengusapkan jempol ke kelopak mata ini tidak shohih karena tidak bersumber langsung dari nabi shalallahu alaihi wasallam, melainkan nabi Khidir as. Sementara dalam madzhab Syafi'iyah penjelasan tersebut terdapat dalam kitab I'anat ath-Thalibin juz 1 halaman 281 yang mengutip dari Hasyiyah Abi Jamrah karya asy-Syaikh asy-Syinwani. Namun meskipun banyak pertentangan, hal itu sudah masyhur di lalukan kalangan ulama dan memiliki banyak faedah.
![](https://img.wattpad.com/cover/313816892-288-k864703.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Muslimah Hina
Spiritual[15+] [spiritual-romance] *** Namaku Maryam, cinta Allah selalu ku kejar. Walaupun hidupku sederhana, ku rasa bahagia selalu menyelimuti. Namun, setelah kejadian malam itu, aku seperti hilang arah. Hidupku seperti penuh dosa. Sampai aku berada ditit...