1

36 4 0
                                    

"Joy!!" Teriak seorang kepada perempuan yang duduk sendirian sambil memaikan handphone berlogo apel di gigit

"Apa sih re, teriak-teriak mulu kayak di hutan aja"

"Bikin kuping gua sakit tau"

Rere, wanita itu hanya cekikikan mendengar protes perempuan yang di panggil joy. Berjalan mendekati ke arah tempat duduk joy dan ikut duduk di sebelah nya.

"Tumben lu ngga kelapangan? Biasanya kalo udah bunyi bel istirahat lu pasti buru-buru tuh ke arah lapangan"

"Males" Jawab joy dengan singkat padat dan jelas seolah tak berminat dengan perkataan rere

Rere memandang joy dengan heran, ada apa dengan tingkah laku teman nya ini, tumben sekali. Berasa seperti orang habis putus cinta aja.

Sadar di tatap terlalu lama oleh orang di samping nya membuat joy memutuskan pandangan dari layar handphone. Memandang rere kesal.

"Jangan natap gua kayak gitu, bikin risih aja"

"Lu kenapa si joy? Galau? Putus cinta? Atau ngga punya uang buat jajan" Tanya rere  yang masih bingung dengan sikap joy yang tak biasanya

"Iya gua ptus cinta. PUAS LOH" jawab joy dengan ngegas, membuat rere meloncat kaget di tempat.

"Lu punya pacar?" Rere melotot tak percaya. "Setau gua kan lu jomblo"

"Dari pada lu sendirian aja di kelas macem kayak penghuni nih ruangan, mending lu ikut gua"

Rere menarik tangan joy yang tak memegang handphone, menarik dengan susah payah supaya pantat joy tidak menempel dengan kursi kayu kelas.

Setelah joy berdiri rere terus saja menari joy yang berjalan dengan malas-malasan.

"Ngapain lu ngajak gua nonton anak-anak main basket" Joy menatap rere dengan mata tajam. Menghentakan tangan yang masih pegang rere

Menatap rere marah, kalau tau rere mengajak nya menonton anak eskul basket latihan mending tadi ia di kelas aja. Menahan kaki untuk tak mengikuti rere melangkah.

Sekarang ia menyesal.

"Kan biasa juga lu hobi banget kan nonton anak eskul basket latihan"

"Sekarang udah ngga" kesalnya

"Why?" Tanya rere bingung, menatap joy menunggu jawaban darinya

Joy menjawab dengan pelan sambil menatap ke arah segerombolan orang yang sedang berebut bola oren yang di pantulkan di lantai.

"My heart hurts, when  i can't have it."

"Apa lagi saat lu menjadi pengagum rahasia yang tak bisa mengungkapkan rasa suka lu kepada orang itu. Takut saat penolakan keluar dari mulutnya saat gua mengakuinya" lanjutnya dengan lirih

"Apa lagi saat dia sudah ngga sendiri lagi. Bikin hati gua sakit re. Ngeliat cowok yang lu suka terus romatisan di depan lu rasanya bikin gua pengen marah tapi gua sadar, gua bukan siapa-siapa dia re"

Rere melihat mata joy yang sudah berkaca-kaca, siap untuk menumpahkan cairan bening saat mata itu berkedip.

"Apakah salah satu dari mereka itu" tunjuk rere ke arah segerombolan pemain eskul basket. Joy hanya mengangguk lemah.

Rere menarik nafas kasar.

"Maaf" kata rere sambil menatap joy dengan raut wajah merasa bersalah

"Itu bukan salah lu, tapi gua yang ngga ngasih tau lu"






"Gua ngga tau kalo lu udah mulai baleg"

"Udah mulai kenal cinta-cintaan, sahabat gua udah gede ternyata"

Aku hanya menatap malas ke arah rere yang sedang memakan baso di pinggiran jalan yang tak jauh dari arah sekolah.

"Jangan bilang cowok yang lu suka itu Riski"

Uhuk..

Uhuk..

Aku tersedak mendengar perkataan rere, gila aja suka sama sahabat orok.
 
Lalu rere menyodorkan segelas es teh manis ke arah ku. Buri-buru aku meminumnya untuk meredakan sakit yang ada di tenggorokan.

"Gila aja gua suka sama dia, dia itu sahabat gua yang udah gua anggap saudara, lagian he's not my tipe" sangkal ku dengan cepat. Memang benar riski itu bukan tipe ku, aku ngga mau pacaran dengan orang yang sudah tau busuk-busuknya aku.

"Kenapa riski kan ganteng, banyak loh yang suka sama sahabat lu itu"

"Ngga!!!" Tolak ku dengan cepat. Oh ayo lah jangan jadi ema comblang yang menjodoh-jodohkan ku dengan riski yang terkenal seperti preman itu

"Gua ngga mungkin lah punya pacar bad begitu, karena tipe gua itu yang kalem, lemah lembut dan berpenampilan rapi. Satu lagi tidak tatoan" jelas ku sambil menyuapkan baso bulatan kecil ke mulut

"Lagian juga kalo gua pacaran sama dia terus putus pasti terlihat canggung, ngga bakal sedekat seperti biasa"

Rere hanya manggut-manggut kepala saja. Sebelum membalas perkataan ku.

"Yah takdir ngga ada yang tau"

"Iya juga" aku membenarkan ucapan rere








Bersambung...

Teach MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang