Setelah berjalan jalan di pantai dan mencicipi seafood panggang yang membuat kami berempat kekenyangan aku pamit untuk ke kamar kecil terlebih dahulu.
Berjalan dengan kaki telanjang yang menyentuh bulir bulir pasir halus. Sebenar nya tujuan ku bukan untuk ke kamar kecil melain kan untuk menjauh dari iyan dan Anya. Aku capek pura-pura memerankan akting menjadi seorang sahabat yang baik-baik saja padahal hati terluka.
Aku berhenti di tempat yang tidak begitu ramai, malah terlihat sepi hanya aku saja seorang di sudut pinggir pantai dekat batu besar.
Aku duduk menikmati ombak yang saling mengejar satu sama lain untuk saling mengahantam batu besar yang ku dudukin.
Merenung.
Sambil memegang dada yang begitu nyeri tidak terasa tetesan bulir bening jatuh di pelupuk mata menelusuri pipi lalu terjatuh bercampur dengan air laut.
Tuhan.
Mengapa begitu sakit untuk mencintai salah satu ciptaan mu.
Kenapa harus aku yang merasakan jatuh cinta ini, jatuh cinta yang tak akan pernah terbalaskan.
Aku terus menunduk, sampai air mata pun terus berjatuhan tak mau berhenti. Mungkin sama seperti aku yang sulit untuk berhenti mencintai iyan walau itu terasa menyakitkan.
Tringggggg...
Suara ponsel yang berada di saku berbunyi membuat ku mengusap kasar air mata lalu mengangkat telepon.
"Iya halo" sapa ku dengan suara parau
"Suara lu kenapa jo?ada yang gangguin lu di jalan" Tanya orang di sebrang telepon kuatir dengan suara ku.
Aku menggeleng tapi sesaat sadar si penelepon mana mungkin melihat ku.
"Ngga apa-apa tadi cuman takut aja ada kecoak terbang di wc terus gua nangis karena kecoak nya terbang ke arah gua" Aku memberi alasan yang sungguh klasik mungkin karena alasan itu sudah banyak di pakai orang untuk memberi alasan
"Terus sekarang lu di mana? Udah selesai kan"
"Oh udah kok yan"Iya, dia adalah iyan cowok yang baru saja ku tangisi dengan kebodohan cinta ku. Setelah telepon terputus aku kembali memasuki handphone ke saku. Lalu bergegas pergi menuju ke arah mereka bertiga yang tadi aku tinggalkan untuk menghilangkan rasa sesak.
"Maaf, lamah yah" Ucap ku penuh sesal saat sudah berada di dekat teman-teman ku
"Ngga apa-apa kok, namanya juga lagi ada masalah kan di wc sama makhluk terbang yang menjijikan" Anya bergidik takut saat membayangkan kecoak yang hinggap kearah nya.
"Balik yan, udah sore" tanya riski kepada iyan
"Balik nya nunggu sunset aja ki, ngeliat matahari terbenam dulu, sunset di mari bagus loh" jawab iyan
Riski menatap ke arah ku, meminta pendapat. Mau balik sekarang atau nunggu sunset terlebih dahulu. Aku pun mengangguk untuk mengikuti kata Iyan.
Berduduk-duduk sambil bercerita ria yang di dominasi oleh cerita anya saja dan di tatap kagum oleh seorang iyan. Aku tau begitu dalam dan tulus iyan mencintai sosok berdarah campuran asia eropa seorang wanita pirang yang bernama anya. Andai saja iyan menatap ku seperti itu, aku bakal menjadi seorang yang paling bahagia di belahan bumi ini.
Memang wanita itu sangat aneh sama seperti diri ku. Ia sungguh mampu memendam perasaan nya tapi sulit mengontrol rasa cemburu. Aku sekuat tenaga untuk tak terlihat menyedihkan di depan mereka. Berusaha memberikan senyum walaupun itu senyum palsu.
"Yank? Kapan-kapan kita jalan-jalan bareng lagi seperti ini yah" Anya, lalu menatap satu persatu aku dan riski lalu beralih ke iyan meminta jawaban.
Iyan tersenyum dan mengacak-ngacak gemas rambut anya.
"Iya beb kalo ada waktu mereka berdua itu susah kalo di ajak kumpul bareng"
Anya, cobalah mengerti diri ku. Jangan libatkan rasa sakit ku untuk mengikuti ke mau mu. Pasti iyan bakal nurut sama ke inginan mu an, walau pun sesibuk sibuknya kita ia bakal berusaha membujuk aku dan riski untuk ikut dengan nya dengan tatapan mata bayi nya.
Aku terus menekan rasa sesak di dada yang tak kunjung reda, lalu menghembuskan napas frustasi membuat tiga orang yang berada dekat dengan ku menatap ke arah ku bingung.
"Kenapa? Mau pulang yah" tanya anya, sambil menatap ku penuh rasa bersalah.
Aku menatap anya senyum lalu menggeleng.
"Ngga kok" ucap ku penuh dengan kebohongan. Aku tak perduli mau mereka percaya dengan omongan ku atau tidak aku sudag tidak tahan lagi saat tangan besar yang penuh urat-urat menonjol menggenggam tangan mungil wanita blasteran.
Senja itu memang indah saat kita melihat nya bersama dengan orang istimewa, tapi tidak menjadi indah lagi walau dengan seseorang yang istimewa itu.
Saat ini aku ingin waktu, yang berjalan sangat cepat sampai aku merasa ini cuman mimpi buruk yang menjadi bunga tidur ku. Aku tak ingin terus berlama-lama lagi walau orang itu adalah pemilik di hati ku.
Deg...
Deg ...
Jantung ku terus berdebar, bukan karena jatuh cinta melainkan sakit yang begitu tak bisa ku jelaskan.
Aku terus menatap langit oren yang seperti terbakar dengan matahari, menatap sampai rasanya kepala menjadi pusing. Jangan menjatuhkan tatapan mu ke samping joy lihat ke arah senja itu walau pun hanya memberi kan sedikit pusing tapi ia tak menorehkan luka seperti orang di samping mu. Ucap ku dalam hati menguatkan diri sendiri.
Tring.
Ponsel ku berbunyi, ada chat masuk.
Riski nyettt....
Jangan sakit! Aku bukan psikolog yang bisa menyembuhkan luka mu. Lihat lah ke senja itu walau ia terlihat sangat indah dan di puja-puja ke astetik kan nya tapi ia hanya menemani sesaat untuk mu.Aku tidak seperti senja tapi aku seperti bayangan yang selalu berada di dekat mu kemana pun kamu pergi aku selalu mengikuti mu.
Aku lalu menatap riski yang juga menatap ku lalu ia berbicara tanpa suara yang menyuruh ku untuk tersenyum.
Aku tersenyum ke arah nya.
Riski memainkan ponsel hitam berlogo apel di gigit. Seperti sedang mengetik lalu ia mendongak kepala nya menatap ku.
Tringg...
Ponsel ku kembali berbunyi yang ternya dari orang yang sama yaitu riski.
Senyum mu membuat sang senja malu sampai ia cepat menghilang dari peraduan nya. Tapi aku harap senyum mu jangan datang sekejap seperti senja.
Bersambung....

KAMU SEDANG MEMBACA
Teach Me
RandomDia laki-laki nakal yang selalu bertahan dalam rasa sakit yang selalu datang saat mulut ku bercerita. Lalu berkata dengan tegar untuk menghiburku menghilangkan luka, nyatanya ia pun terluka. "Aku tidak seperti senja tapi aku seperti bayangan yang se...