11

69 15 1
                                    

"Perkenalkan, ini dewa gunung, Sanshin-nim yang kumisnya kuambil kemarin. Jangan takut; beliau tidak makan manusia, kok."

Dalam pandangan Haseul, Sanshin hanya diam dengan jinaknya dalam pelukan Eunha: sebuah pemandangan yang sangat janggal. Aslinya, Sanshin sudah berbisik jengkel pada Eunha, padahal—entah bagaimana—moncongnya masih terkatup.

"Apa yang kaulakukan, Bocah Sinting?! Buat apa kautunjukkan aku pada teman manusiamu?"

Eunha memandang Sanshin kecewa. "Mengapa Anda tidak senang? Haseul-eonni baik dan dia akan menjaga rahasia kita!" ucapnya meyakinkan, lalu memandang Haseul riang seolah-olah sahabat yang baru diperkenalkannya itu bukan makhluk bertaring. "Ya, kan, Eonni? Rahasiakan persahabatanku dengan Sanshin-nim. Yugyeom, apalagi Jungkook, tidak boleh sampai tahu! Cukup kau dan Minkwan saja."

Minkwan menangis makin keras. Haseul menepuk-nepuk lembut punggung anak itu, tak membiarkannya sedikit pun menoleh pada Sanshin.

"Bukan itu masalahnya, Eunha-ya ...." desis Haseul, hendak maju selangkah kepada tetangganya, tetapi mundur lagi begitu Sanshin mendengkur—yang sebenarnya karena kekenyangan; ia barusan makan. "Itu harimau. Walaupun tidak sekarang, dia pasti akan memangsa manusia. Kau manusia, kalau kau lupa!"

"Tapi, Eonni, Sanshin-nim bukan harimau biasa. Dia dewa gunung! Kita dulu kalau mau mendaki juga selalu berdoa kepadanya, kan? Nah, sekarang dia sudah ada di depan kita—omong-omong, Eonni belum memberi salam pada Sanshin-nim dari tadi."

"Eh, ah .... Ma-Maaf." Haseul bingung mengapa ia yang sangat-sangat ragu bahwa harimau itu benaran dewa malah membungkuk hormat sesuai mau Eunha. "Sanshin-nim, sa-saya Haseul."

"Nah, begitu kan lebih enak, agar kalian akrab."

"Akrab apanya? Dikenal satu manusia saja sudah membuatku terganggu, ini ada lagi! Selamat tinggal kehidupanku yang tenang di gunung!"

Saat mengomel, Sanshin menoleh pada Eunha, membuat Haseul sejenak lega karena tidak lagi diperhatikan. Namun, gerakan Sanshin yang seakan-akan mengancam Eunha membuatnya menegakkan punggung, kali ini benar-benar maju selangkah.

"Sanshin-nim, jika Anda benar dewa, maka," suara Haseul masih gemetar, bahkan ketika tujuannya sekarang adalah membujuk 'hewan buas' itu, "tolong—tolong jangan sakiti Eunha ...."

Cicitan Haseul dan isakan Minkwan yang mendekat mengalihkan Sanshin dari Eunha. Ia tidak berkata apa-apa, hanya mengamati Haseul sampai perempuan itu berkeringat dingin. Ironisnya, daripada mencemaskan Haseul, Eunha justru memperhatikan Sanshin.

Apa yang kira-kira beliau pikirkan tentang Eonni, ya?

Sanshin berbalik. Masih dengan suara yang hanya bisa didengar Eunha, ia menyuruh Eunha menaiki punggungnya.

"Kita tidak punya sepanjang hari untuk menyusuri lereng gunung. Ayo, cepat."

"Baik!" jawab Eunha penuh semangat sebelum menunggangi Sanshin. Haseul memekik, mengagetkan Minkwan yang akhirnya merengek lagi, padahal tadi sudah mulai tenang. Untuk kesekian kali, Haseul mencoba menenangkan Minkwan dengan mata terkunci pada Eunha—yang mulai memasuki naungan pepohonan.

"Eunha, hati-hati!"

"Siap, Eonni! Sanshin-nim akan menjagaku selama perjalanan, tenang saja!" Padahal, Haseul sebenarnya meminta Eunha untuk mewaspadai Sanshin. "Oh, ya, Eonni, nanti mungkin aku akan pulang setelah Jungkook. Kau tahu, kan, banyak yang harus kucari untuk bahan memasak, tetapi kupastikan akan pulang sebelum gelap. Jangan katakan pada Jungkook kalau aku pergi ke hutan, kecuali kalau aku kemalaman!"

Tiger's Whisker ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang