12

64 15 1
                                    

Langit telah berubah jingga ketika Jungkook dan Yugyeom berjalan pulang bersama. Yugyeom sudah minta maaf dengan sungguh-sungguh karena sikap menyudutkannya sebelum ini. Jungkook memaafkan sekenanya, tetapi suasana antara mereka berdua masih canggung. Berkali-kali Yugyeom mencoba memulai percakapan, tetapi pikiran Jungkook melanglang buana entah ke mana saja, jadi tanggapannya pendek-pendek dan segala topik begitu cepat berakhir. Akhirnya, seperti Jungkook, Yugyeom juga jadi lebih banyak diam.

"Uh, sampai besok?" ringis Yugyeom pada Jungkook dengan rikuh saat keduanya berdiri di pintu rumah masing-masing. Jungkook menoleh, tersenyum tipis, dan mengangguk pelan—bagian 'usaha'-nya untuk memperbaiki diri.

Pintu dibuka. Biasanya, dapur begitu berisik karena Jungkook sering pulang bertepatan dengan Eunha yang sedang memasak. Kalau tidak memasak, Eunha pasti akan berjalan ke arahnya sekadar untuk tersenyum dan menyapa, bertanya 'bagaimana di sawah?' atau 'capek, ya?', yang seringnya tidak dijawab. Selanjutnya, Eunha akan menceritakan harinya sendiri—yang relatif membosankan karena tidak Jungkook izinkan keluar jauh. Rutinitasnya paling-paling hanya membersihkan rumah, menenun, pergi ke pasar, atau mengobrol dengan Haseul.

Namun, Eunha bahkan tidak menyambut Jungkook sore itu. Rumah sunyi senyap; bunyi langkah kaki maupun perabot bergerak pun tak ada. Rumah terasa mati dan Jungkook menjadi waspada. Ia bergegas memeriksa semua ruangan dalam rumahnya: kosong. Halaman belakang kosong. Sumur—di dalam sumur—juga kosong.

"Eunha!" panggil Jungkook, berharap seseorang menjawab. Alih-alih, suaranya bertumbukan dengan suara Yugyeom dari samping rumahnya.

"Haseul-ah!"

Jungkook terkejut. Apakah Haseul juga menghilang?

Melihat kawannya yang sama kebingungan, Yugyeom segera membuka pagar halaman belakangnya dan memasuki halaman Jungkook dengan muka pucat.

"Haseul dan Minkwan tidak ada."

Keringat dingin menitiki kening Jungkook. Rumah mereka berada di perbatasan desa dan berjarak cukup jauh dari rumah lainnya; dua wanita dan seorang bayi yang ditinggalkan sendiri rentan menjadi sasaran kejahatan. Namun, penjahat di desa biasanya merusak bagian rumah dan mencuri beberapa barang saat beraksi. Ini tidak berjejak sama sekali.

Kekhawatiran Jungkook berkurang ketika menemukan jejak berukuran kecil yang familer di atas tanah berpasir.

"Gyeom, periksa halamanmu. Ada jejak yang mengarah ke selatan?"

Menuruti saran Jungkook, Yugyeom langsung mengamati halamannya. Meski beberapa terhapus oleh jejaknya yang besar, Yugyeom tetap menemukan jejak kaki yang lebih kecil dan—seperti kata Jungkook—mengarah ke selatan. Sepemikiran, kedua petani berlari mengikuti jejak itu. Tujuannya sama: hutan di lereng gunung.

"Aku meminta Haseul untuk pulang dari mana pun sebelum senja," ucap Yugyeom di sela engahan dan derap kakinya. "Dia tidak pernah melanggar aturan itu hingga sekarang."

"Sama denganku dan Eunha. Dia bahkan kularang bepergian selain ke pasar." Kening Jungkook mengernyit, memikirkan kemungkinan-kemungkinan terburuk sebelum mengumpat keras. "Sial! Tahu begitu kita tadi bawa senjata!"

"Mereka belum tentu dalam bahaya," ucap Yugyeom, mencoba menenangkan diri sendiri dan sahabatnya.

"Bagaimana kalau mereka dalam bahaya?" tanya Jungkook, mempercepat larinya tanpa menunggu jawaban Yugyeom. Jantungnya memompa begitu kuat, tentu bukan hanya karena berlari. Perselisihan kecilnya dengan Yugyeom di sawah tadi terngiang dalam benak, mengiringi setiap hasta jarak yang dipangkasnya menuju hutan.

Bertahanlah sampai aku menemukanmu, Eunha-ya. Aku tidak mau kehilangan seperti kemarin, seperti hari ini lagi!

Sesampainya di ambang hutan, Jungkook dan Yugyeom mendapati seorang wanita bersanggul yang sedang menggendong bayi, memunggungi mereka berdua. Tidak ada orang lain di sampingnya.

Tiger's Whisker ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang