Yosefin mengangguk paham, lalu ia tersenyum hangat. "Iya tidak apa Mora, maaf ya saya lupa kamu masih ada kelas dan kegiatan lainnya. Saya terlalu asik dan klop saat bersama kamu."
Asik dan klop itu hanya bagimu Bu. Tidak bagi Mora.
Mora tersenyum kikuk, ia mengusap tengkuknya sejenak. "Saya senang ibu bisa merasa klop dengan saya. Next time akan saya sempatkan untuk menghabiskan waktu dengan ibu."
"Okay, ibu tunggu loh ya!" Yosefin terkekeh.
°°°°°
Suasana jam istirahat kedua ini lebih ramai, pasalnya para siswa siswi lebih berminat untuk membeli makanan di jam istirahat kedua, dengan alasan bisa go food.
Tapi itu semua sama saja bagi Mora. Ia terlalu sibuk dengan aktivitasnya di ruangan minimalis bernuansa abu-abu ini. Sendari tadi, ia membolak balik kertas yang sudah terjilid rapi dengan cover warna kuning.
"Ini anggarannya sudah benar?"
"Sudah, gue juga udah koordinasi sama bendahara." Jawab siswi dihadapan Mora. Siswi perempuan ini mengenakan kacamata, rambutnya di kuncir satu.
Mora meraih sebuah bolpoin dari sakunya, kemudian ia menyerahkan kembali berkas bercover kuning itu kepada rekan nya. "Ya udah nih, ajuin langsung ke staff tata usaha. Biar bisa dapet tanda tangan dari kepala sekolah."
"Okay, gue langsung masukin proposal ini ke tata usaha. Kemungkinan besok lusa udah clear,"
"Bagus. Oiya Sya, gue mau salinan proposal itu juga ya."
Gadis bernama Tasya itu menautkan kedua alisnya heran. "Lo? Buat apa Mora? Bukannya ketua biasanya gak minta?"
Mora berdiri dari duduknya, ia menepuk pelan pundak kanan Tasya. "Ini request an pribadi. Gak akan gue salah gunakan, cuma buat arsip pribadi gue."
Tasya mengangguk paham, lalu meninggalkan ruangan MPK ini.
Tepat sepeninggalnya Tasya, Shiren masuk ke dalam ruangan ini. Dengan bulir-bulir keringat di dahinya.
Brak!
Mora terlonjak kaget, Shiren membawa dua tumpuk kotak besar. Tanpa aba-aba, Mora langsung menghampiri Shiren yang terduduk lemah di sofa.
"Lo habis marathon Ren?"
Jari telunjuk Shiren mengarah kepada Mora, sejenak ia berusaha mengatur nafasnya yang tersengal. "Lo ..."
"Diem dulu! Gue ambilin minum," tukas Mora, ia berjalan menuju kulkas kecil di sudut ruangan.
Sebotol air mineral dingin berhasil membasahi tenggorokan Shiren. Rasanya sangat segar, sungguh surga dunia. Ia meneguk air itu hingga tandas, tak tersisa.
"Thanks Mor," ujar Shiren.
Mora mengangguk singkat, ia masih sibuk memilah isi dari kotak besar yang dibawa Shiren. "Ini udah semua?"
"Belum, dua kotak sisanya lagi dibawa sama sekbid kegiatan," Shiren mengambil alih kotak kedua.
"Buruan hitung. Hari ini harus selesai," putus Mora sembari menghampiri papan tulis berukuran sedang di samping meja ketua.
Oh setan!
Apa lagi ini Mora? Oh ayolah, Shiren baru saja berlarian dari lapangan ke basecamp MPK sembari membawa dua kotak besar ini. Lalu sekarang ia harus menghitung jumlah perolehan suara dari siswa siswi ini. Definisi kerja rodi di tahun ini jatuh pada MPK.
"Lo gila hah?!"
Mora menggeleng santai. "Gue sehat sentosa, cepet buruan Lo sebutin namanya. Gue yang nulis di papan tulis."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dermaga
Teen Fiction"Gue terima dengan satu syarat. Buatin gue proposal sponsor untuk next event. Dalam waktu enam jam, kalau lebih? liat aja nanti." Oh ayolah, bagaimana ceritanya persyaratan konyol itu menjadi tolak ukur perasaan. Kehidupan itu rumit. Tapi jika terla...