prolog

213 26 2
                                    

Pria itu, Yamazaki Jonggun, dipanggil Shiro Oni bukanlah suatu ketidaksengajaan. Dia memang seorang Iblis Putih, membantai semua klan yang berada di bawah Yamazaki dengan kejam.

Namun ternyata, ada juga sebuah kisah memalukan yang dimiliki olehnya. Bahwa Jonggun, penyandang sebutan Shiro Oni, kalah dengan seorang perempuan. Ditambah, perempuan itu sama sekali tidak terluka di bagian tubuh manapun.

Bagaimana bisa ia dikalahkan begitu? Apakah perempuan ini menggunakan cheat atau gimana? Entahlah, Jonggun sendiri juga tidak tahu, karena itu terjadi begitu saja. Ketika perempuan tersebut membentuk kuda-kuda, dengan memegang katana secara erat di pinggangnya, crasshhh!!! Beberapa bagian tubuh non-vital Jonggun sudah tergores dalam bahkan sebelum ia sempat berkedip.

"Ketua menyuruhku untuk tidak membunuhmu, hanya melukai hingga terlentang seperti ini. Dan beliau juga berkata; bahwa di dunia ini ada seseorang yang lebih kuat darimu, walau dia mungkin merupakan seorang wanita." Di saat Jonggun jatuh terlentang dengan banyak darah keluar dari luka miliknya, telinga pria itu mendengar sang gadis berbicara.

Suaranya dingin, namun masih feminim. Enak untuk didengar. Jadi dia sedikit menggerakkan kepala ke bawah, melihat gadis tersebut yang membalikkan badan dan menjauh darinya tanpa berbunyi, selagi surai coklat panjangnya bergerak ke sana-sini setiap dia melangkah. Lucu sekali.

Jonggun meletakkan satu tangan ke wajah area mata hitam berpupil putih itu. Lalu, dia tertawa.

Jadi dia, ya? Sang Monsutāūman.

□□□

"Achoo!"

Pria baruh baya di depannya terkejut, secara khawatir dia bertanya. "Nona Emi? Anda baik-baik saja?"

Emi mengangguk seraya mengambil selembar tisu untuk membersihkan hidungnya. Seorang wanita paruh baya di samping ingin membantu, tapi tertolak halus olehnya. Kemudian Emi membuang tisu kotor tersebut ke tong sampah terdekat, matanya kembali berbinar lucu ketika berhadapan dengan dua paruh baya berbeda jenis kelamin.

"Bagaimana rasanya? Apakah sesuai selera kalian??" Dia bertanya penuh harap.

Sontak wanita di depan mengangguk semangat. "Ya! Rasanya enak sekali, Nona! Anda sangat pandai memasak," pujinya riang.

"Benarkaahh??" Senyum merekah lebih lebar tatkala Emi mendengar komentar itu. Lalu ia menoleh pada pria paruh baya, tanpa berkata apapun pria tersebut sudah paham melalui tatapan Emi.

"Ekhem. Rasanya sangat enak, Nona. Anda sangat pandai, saya suka masakan Anda." Dia tersenyum kebapakan, dan kembali berkata. "Andai saja saya punya anak seperti Anda, lumayan makanan gratis plus enak tiap hari."

Emi terkekeh mendengarnya. "Yejoon-ssi boleh datang kapan saja kok ke sini, lagipula Jeeyeon juga membantu kakak dan aku. Dia luar biasa. Oh! Eunjung-ssi juga boleh datang kapan saja!" Ujarnya penuh semangat.

"Terima kasih Nona, tapi sufiks -ssi kayaknya terlalu..." Eunjung ragu-ragu berkata.

"Eh? Apa pengucapanku salah?"

Eunjung segera membantah saat melihat Emi yang berubah ekspresi murung. "Tidak, kok! Anda mengucapnya dengan sangaat baik! Hanya saja itu terlalu formal bagi Anda untuk memanggil kami pakai sufiks -ssi."

"Oh begitukah? Tapi kan ini hari terakhir kalian mengajarku, jadi kupikir ada baiknya pakai penghormatan saat aku manggil nama kalian," jelas Emi.

"Bagaimana dengan -nim? Itu lebih baik dari -ssi, karena tidak terlalu formal namun tetap menekankan kesopanan dan kehormatan." Akhirnya Yejoon angkat bicara, dengan sebuah saran yang luar biasa ikut keluar dari mulutnya.

𝗘𝗠𝗜 -: ̗̀➛ Lookism Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang