Part 2 - Awal mula

13 3 1
                                    

Airin berdiri mematung di tepi kapal sembari memandang lautan lepas. Semilir angin bertiup, mengibarkan beberapa helai rambutnya yang tergerai indah. Ia terus terdiam, tenang, walaupun banyak keributan di balik punggungnya.

Sementara itu, di lain tempat, Rika duduk di antara tangga sambil membuka tutup buku 'membosankan' yang ia beli kemarin. Dengan kesal ia terus mengeluh karena ternyata membuang uangnya sia-sia.

"Huh? Dia sedang apa? Meratapi nasib?" Rika cukup kesal melihat Airin hanya diam dari tadi. Ia terus mengamati dari sisi seberang kapal.

"Biarkan saja lah, mungkin dia belum terbiasa," Kaizo berusaha tidak terlalu menanggapi ucapan Rika.

"Semuanya, ayo sarapan!" seru Edward begitu keluar dari dapur.

Semua penghuni kapal sudah memasuki ruang makan, kecuali Airin. Ia masih belum bergerak. Edward berjalan pelan menghampiri Airin. Dia kemudian berdiri disampingnya.

"Kau suka laut ya?" tanyanya berbasa-basi.

Airin baru tersadar, bahwa dari tadi ia melamun. Ia menoleh, "Ya! Aku suka laut," katanya spontan.

Sebetulnya ia hanya berbohong. Ia berusaha menutupi isi pikirannya.

Kenapa aku harus berada di sini? Aku 'kan angkatan laut, harusnya dengan mudah mengalahkan mereka. Tapi kita tidak pernah tau latihan macam apa yang dilakukan Sento selama beberapa tahun ini. Bagaimana kalau dia lebih kuat dari yang ku duga?

"Anu, nona Airin, kau baik-baik saja?" Edward melambaikan tangannya tepat di depan wajah Airin.

"Matahari sudah meninggi, sebaiknya kita segera bersiap. Aku akan ikut sarapan bersama yang lain. Segera menyusul, ya,"

Airin masuk ke ruang makan tanpa niat. Di dalam, ia disambut dengan beberapa menu yang memenuhi meja dan semua kru yang berkumpul di sana.

"Hei, lihatlah kru baru kita! Mari kita makan bersama!" celetuk Sento tepat setelah Airin membuka pintu.

Airin tersenyum, "Terima kasih," katanya.

Ia duduk di tempat yang telah disediakan. Sembari melahap makanannya, Airin berusaha berbasa-basi singkat dengan beberapa anggota geng bajak laut terkenal di hadapannya.

"Apa tugasku selanjutnya, kapten?" tanyanya pada Sento.

Sento mengusap-usap dahinya menandakan ia sedang berpikir. Setelah beberapa kali menggeleng dan mengernyitkan dahi, ia menjentikkan jarinya.

"Tugasmu ku samakan dengan yang lain, karena menurutku kau cukup kuat. Kau hanya perlu berburu dan bertarung. Mudah, bukan?" tuturnya.

Airin mengangguk mengerti. Ia ditugaskan bersama Kaizo dan Edward untuk mencari bahan makanan di pulau tiap berlabuh. Cukup mudah, bagi dirinya yang kemarin adalah seorang angkatan laut, latihan memburu binatang sudah ia pelajari jauh-jauh hari.
.
.
Airin duduk terdiam, mengamati sebilah pedang yang kini berada di tangannya. Selama beberapa saat ia tak bergeming. Ditatapnya lekat-lekat dari tiap bagian senjata tersebut.

Sejujurnya selama ini ia tidak pernah berlatih menggunakan pedang. Karena kekuatan dasarnya saja menurutnya sudah cukup untuk membuatnya naik pangkat menjadi admiral. Sekarang Airin memikirkan sesuatu, bagaimana cara menggunakan pedang?

Kaizo dan Edward yang sudah bersiap menuruni kapal akhirnya kembali untuk mengecek kondisi Airin. Mereka sudah ditugaskan untuk mencari bahan makanan bersama. Tak usai menunggu Airin yang tidak segera menampakkan diri, Kaizo akhirnya menghampirinya.

"Kau, apa ada masalah?" tanyanya.

"Ah, Kaizo!"

"Kapal sudah turun jangkar, sebaiknya kita segera pergi sebelum hari gelap," tukas Kaizo sebelum ia beranjak pergi.

Airin mengikutinya di belakang. Akhirnya, Airin, Kaizo, dan Edward telah berkumpul. Mereka membagi tugas untuk kedepannya. Misi mereka mendapat makanan untuk beberapa hari kedepan.

Terlihat semuanya telah mengerti. Mereka segera mencari hewan untuk diburu serta buah-buahan untuk dipetik.

Kaizo mengayunkan pedangnya dengan indah. Belasan hewan buas berhasil dilumpuhkan dengan sekali tebasan. Julukan 'Pendekar Pedang dengan Seni' sangat cocok untuknya.

Di sisi lain, Airin yang tidak tahu menahu tentang cara menggunakan pedang, akhirnya memutuskan untuk menggunakan kekuatan sihir yang pernah diajarkan ayahnya di masa lampau.

Dengan cepat, beberapa binatang langsung terkapar dihadapannya. Mudah saja, sejak kecil, Airin selalu dibawa berburu oleh ayahnya yang notabene adalah seorang ahli ilmu supranatural. Ayahnya mengajarinya sedikit ilmu melumpuhkan binatang buas.

Usai sudah perburuan kali ini. Kaizo menghampiri Airin yang tengah sibuk mengikat hasil buruannya.

"Kau sudah selesai?" tanyanya berniat membantu.

"Ya, ini cukup menyenangkan." Airin menggeret daging yang sudah diikat di pundaknya. Dengan kesulitan yang ada, ia beserta Kaizo kembali ke kapal untuk menyusul Edward yang telah lebih dulu sampai.

Edward menyimpan semua daging yang telah dibersihkan ke dalam kotak es. Sementara kru yang lain sedang beristirahat.
.
.
Terik matahari siang membuat semua penghuni kapal enggan melakukan aktivitas berat. Mereka hanya berkumpul di dek kapal sembari mengipasi dirinya masing masing menggunakan apapun yang mereka pegang.

Sejenak udara terasa berhenti. Hawa aneh mulai menyelimuti lautan. Selang beberapa saat, angin berhembus pelan meniup bulu kuduk yang membuat merinding.

Rika, sebagai navigator, mulai mengamati sekeliling. Perubahan iklim, laut yang tenang, serta hawa yang berbeda, merupakan pertanda dari..

"Hey! Ada pulau!" serunya sambil menunjuk ke arah barat. Semua kru spontan menengok. Ya, kini mereka memasuki wilayah pulau musim semi.

Rika melepas kemudi. Lalu menurunkan jangkar. Mereka berniat beristirahat di pulau tersebut.

"Teman-teman, kalian bebas melakukan apapun karena di pulau ini akan ku bebaskan!" Sento berseru diikuti sorakan gembira dari teman temannya.
.
.
- chapter 2 end -
dukung author dengan vote dan komen, terimakasih ^^

MARINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang