Bab 03

5.1K 445 76
                                    

Meski mereka terkenal karena kekejamannya, tak ada satupun yang tahu namanya, sehingga tak ada polisi yang mencurigai mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Meski mereka terkenal karena kekejamannya, tak ada satupun yang tahu namanya, sehingga tak ada polisi yang mencurigai mereka. Hanya saja, jika menyangkut pembunuhan beberapa polisi pernah hampir memergoki, tapi berhasil digagalkan karena bantuan orang dalam.

Jordan Galelio atau biasa dipanggilnya Jo, lelaki yang tak kalah bengisnya dengan mereka adalah seorang anak komandan polisi. Dengan bantuannya, mereka semua bisa terbebas dari segala hukuman.

"Si Jordan kenapa gak ke sini?" tanya Asahi.

"Ada pelatihan polisi, dia kan gak diizinin kuliah," jawab Hazzan sambil menyesap sebatang rokok nya.

Asahi mengerti, tapi dia tak melarang keputusan Jordan sebab tanpa bantuannya dia bisa saja terjerat hukuman yang lumayan lama.

"Oke, I want to go out, lo kalau mau tetap di rumah gue, keep clean!" lanjutnya, kemudian bersiap dengan jaket kulitnya dan bertolak pergi dari rumahnya. Membiarkan Hazzan bermain dengan sesuka hatinya, asal tidak membuat berantakan, Asahi tidak pernah peduli.

Sesuai dengan rencananya, Asahi akan merubah rencana awal, sebab cara yang dilakukan Ayahnya terlalu biasa, lebih mudah membuat orang ragu dan tidak percaya. Asahi akan menggunakan caranya sendiri.

Malam ini dengan mobil mewahnya, dia berkeliling kota mencari kesenangan ketika beban menumpuk di kepala. Setidaknya, dia bisa meluangkan waktunya untuk mencari udara segar. Tapi, pandangannya berubah ketika melihat sosok wanita yang sedang melangkah di trotoar jalan.

Asahi menyeringai tajam, lalu memutar laju kemudi mobilnya ke arah pinggir jalan. Ada Ning yang berjalan sendiri di trotoar jalan.

"Ning!" panggil Asahi sambil menyentuh pundaknya.

Tentu saja Ning sangat kaget pada sentuhan itu, sebab dia sedang menggunakan earphone sehingga ia tak mendengar suara panggilannya.

"Asahi?" balasnya.

Asahi menyeringai, lalu menarik tangan Ning dengan kasar dan membawanya masuk ke dalam mobilnya. Sejak awal Ning sudah takut pada sosoknya, sehingga dia hanya diam tanpa reaksi apapun sebab rasa takutnya lebih besar daripada melawan.

"Kita sama-sama punya rahasia dan saling tahu rahasia, lo jaga rahasia gue, maka rahasia lo aman."

Ning tidak membalas ucapannya, begitu membingungkan dan membuat Ning heran. Bahkan dia lebih ingin bertanya ketimbang membantah atau menyetujui ucapannya.

"Maksudnya?" akhirnya mulutnya bersuara pada pertanyaan itu.

Asahi hanya meliriknya sekilas tapi sangat tajam dan mengintimidasi, tanpa melanjutkan ucapannya dia langsung mengemudikan mobilnya secepat mungkin dan membawa Ning ke sebuah tempat yang menurutnya menarik.

Setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh, mereka sampai di sebuah klub malam yang sangat ramai. Ning sangat bingung dan juga takut, ingin pergi melarikan diri tapi pandangan Asahi sangat menakutkan.

"Keluar!" titahnya.

Ning menuruti perintahnya, dia membuka pintu mobil itu dan berdiri tegap di samping pintunya, sementara Asahi mulai melangkahkan kakinya mendekati Ning. Sontak, Ning langsung menjauh begitu Asahi lebih dekat dengannya.

"Ngapain lo diam? Masuk ke klub itu sekarang! Ada yang mau gue omongin!"

Ning tak mengindahkan perintahnya, dia tidak ingin masuk ke dalam tempat maksiat itu. Meski sebenarnya, tempat semacam itu sudah biasa ia kunjungi. Lebih jelasnya dia tidak bersedia masuk ke dalam bersama Asahi.

Ning menarik napasnya lumayan panjang, menegapkan tubuhnya dan membalas tatapan Asahi jauh lebih dingin.

"Kita gak ada keperluan untuk masuk ke dalam sana, kalau ada yang mau lo obrolin, sampaikan sekarang dan di sini!" bantahnya.

Asahi tersenyum dengan bibir tipisnya, ia kagum mendengar balasannya setelah dua bulan yang lalu ia ketakutan pada suaranya. Bukankah terlalu cepat jika berubah menjadi lebih berani, seharusnya Ning tetap takut padanya.

"Keberanian lo ini harusnya jangan lo simpan ketika di rumah gue," balasnya.

Ning mendelik kaget, ketika dengan sengaja lelaki itu menyindir pertemuan mereka dua bulan lalu. Tapi, setelah dipikir akhirnya Ning paham pada ucapan Asahi ketika di mobil tadi. Ternyata rahasia yang di maksud adalah tentang mereka yang bertemu dua bulan lalu.

"Keberanian gue terlalu berharga untuk cowok iblis kaya lo, jangan lo pikir gue takut, lo bukan siapa-siapa yang harus gue takuti."

"Beneran? Gue ingat banget ketika mata lo menunjukkan rasa takut dan memohon ampun, gue jadi kangen sama tatapan lo waktu itu."

"Asahi, dua bulan yang lalu memang kesalahan gue dan temen-temen gue, tapi kita tahu tentang tidak mengulang kesalahan yang sama."

Asahi kembali tersenyum, memandang wanita itu sangat lekat dan mengikis jaraknya hingga mepet ke badan mobil. Sebisa mungkin, Ning menahan semua ketakutannya pada sosoknya.

Asahi meletakkan tangannya di rambut Ning, menyentuhnya dengan sensual dan turun di wajah Ning. Asahi kembali tersenyum, lalu meletakkan ibu jarinya di bibir merah merona milik Ning. "Suara lo terlalu berharga untuk berdebat sama gue, mending lo pakai untuk sigh in my bed."

"You are fucking asshole, Asahi."

"Yeah, man like me akan selalu asshole untuk wanita seperti lo, hm."

"I don't even know your plan, sebenarnya apa yang lo mau dari gue?"

Asahi menarik senyuman di bibirnya bersama dengan jarinya yang turun di leher Ning dan mencekiknya pelan.

"Your body and your virginity."

Ning mendelik kaget, mendorong lelaki itu menjauh dari hadapannya lalu berusaha melarikan diri. Tapi, pilihannya justru semakin serba salah ketika Asahi masuk ke dalam mobilnya dan mengejar pelarian Ning.

Bruk- tanpa ampun, Asahi menabrak Ning ketika jalanan sedang sunyi, klub itu berada agak jauh dari tengah kota. Tak heran, jarang melihat kendaraan yang berlalu lalang.

"Shit!" rintih Ning pada kakinya yang terkilir akibat tabrakan dari Asahi.

Sungguh, lelaki itu sangat mengerikan dan tanpa takut rela melukai siapapun dan tidak memandang gender. Napas Ning memburu dengan cepat ketika lelaki itu keluar dari mobilnya.

"Nurut apa kata gue, maka hidup lo terjamin aman."

Ning menjadi sangat frustasi, ia melotot tajam pada Asahi, semua dendam dan ketakutan sudah tak ada artinya lagi. Jika memang tujuannya bermain kasar, baiklah dia akan bermain sama.

"Brengsek! Gendong dan rawat kaki gue atau gue kabur untuk kedua kalinya!" balasnya tak kalah menantang.

Asahi tersenyum dengan seringainya yang tajam, kemudian mencondongkan badannya dan menggendong tubuh Ning masuk ke dalam mobil. Sangat berbeda, Asahi memasukkan tubuh mungil itu dengan hati-hati tanpa menyenggol lukanya.

"Gue bisa patahin kaki lo supaya tetap berada di sisi gue," ucapnya dingin.

Ning hanya meliriknya, tidak peduli pada ancamannya sebab dia tidak akan rela dan membalas semua perbuatan Asahi.

Mereka berdua sampai di kediaman rumah Asahi yang sangat luas, Ning hanya pasrah ketika dia menggendongnya masuk ke dalam rumah, percuma berontak, ketika kakinya sedang sakit.

Penuh kehatian, Asahi meletakkan tubuh Ning di atas sofa sementara dia mulai mencari segala macam obat dalam kotak p3k.

•••

Jangan lupa votenya, makasih💙

Asahi : Join Me ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang