bab 5 - teman baru (1)

1.1K 161 14
                                    

Ice, berdiri dengan tenang di ujung lorong sambil melihat lurus ke depan. Ice, berdiri dengan tenang walau saudara kembarnya berteriak kegirangan dengan hal yang akan mereka temui setelah ini. Ice, yang dalam dirinya bingung kuadrat dikaudratkan lagi karena sejak dari kapan teman pamannya itu punya adik? Ice, yang kini tubuhnya berguncang sebab Blaze yang mengguncangnya masih dengan sebab terlalu antusias.

Demi tuhan, bisakah Ice ke kamar saja sekarang?????
.
.
.
.
.
Beberapa hari yang lalu Ice dan Blaze yang baru pulang sekolah disuguhi pemandangan yang langka. Paman mereka yang lebih mirip manusia gua (namun anehnya terkenal) muncul di rumah mereka dan mengobrol dengan ibu mereka.

Entah mengobrolkan apa, Ice tidak mengerti dan tidak begitu peduli. Pasalnya, pamannya itu... Bagaimana mengatakannya? Ah, tidak terlalu dekat dengannya, jadi dia hanya sekedar menyapa jika bertemu dan menjawab seadanya jika pamannya bertanya padanya duluan.

Berbeda dengan Blaze yang langsung berlari dan melompat ke arah paman mereka itu (yang mana sang paman terkejut juga dengan suara menggelegar Blaze) dan meminta dipangku.

Cih, dasar Blaze. Sekarang Ice harus ikut duduk di ruang tamu juga karena ulahnya.

Mereka mengobrol ringan dan paman juga menanyakan kabar mereka. Di beberapa kesempatan dia meminta maaf karena terlalu sibuk dan jarang melihat keduanya. Ice... Tidak begitu peduli juga sih, orangnya sibuk dan mereka tidak begitu lengket jadi buat apa juga?

Dari obrolan yang Ice rangkum sedikit sambil bersandar pada ibunya, pamannya ini ingin mengenalkan seseorang pada dirinya dan Blaze.

"....Paman Halilintar punya adik???" tanya Blaze sambil mendongak ke atas ke arah paman mereka bicara.

"Ah, iya. Dia punya. Adiknya berumur lebih muda dari kalian, jadi kalau kalian bertemu nantinya, jangan terlalu jahil pada mereka. Mengerti?" kata Pamannya menoel pipi Blaze gemas. Ice di samping ibunya paham betul kalau kalimat tadi secara tidak langsung diberikan pada Blaze seorang karena saudaranya itu sangat tidak bisa diam.

"Hehe, iya," Blaze nyengir lebar. Paman mereka menghela nafas.

"Mereka?" Tanya Ice.

Pamannya menoleh ke arahnya dan mengangguk, "Iya, adiknya kembar seperti kalian juga."

Blaze yang mendengar hal itu langsung berteriak girang, "WAAH!! Asik dong!!!"

"Yeahh, kalian bisa bermain dengan mereka nanti," kata paman mereka sembari menepuk kepala Blaze beberapa kali. Lalu,

"Kak, aku akan memberi kabar kapan mereka akan datang. Sore ini aku harus segera kembali ke apartemen karena pekerjaanku masih menumpuk. Jadi mungkin aku tidak bisa ikut makan malam," kata paman mereka pada ibu dengan tenang. Walau kedua tangannya tidak mau diam mencubiti pipi Blaze yang tertawa memberontak.

"Wah... Sayang sekali. Hah... Mau bagaimana lagi ya? Sekretaris CEO Atlas memang saa~ngat sibuk," kata ibu mereka dengan nada dibuat-buat. Sekarang Ice sedikit mengerti darimana tabiat jahil Blaze berasal.

"Haha, Kakak jangan begitu ah-"

Mereka tertawa bersama. Ice bangkit dan pergi menuju kamarnya.

.

Itu kejadian dua hari yang lalu. Sekarang Ice tidak tahu harus bagaimana. Setengah kesadarannya paham kalau akan ada adik dari teman pamannya yang akan berkunjung ke rumahnya. Ice ulangi. Ke. Rumahnya. Rumahnya yang sangat sunyi kalau saja Blaze tidak berteriak-teriak akan kedatangan dua orang anak, adik dari teman pamannya, dan hal itu pasti membuat teriakan Blaze tambah cetar membahana.

Haha, batin Ice sudah menyerah.

"Blaze jangan menaiki punggung sofa itu, nanti ibu marah," Ice sudah cukup bosan duduk di bantal bulat birunya sambil memeluk boneka pausnya. Sementara Blaze duduk di punggung sofa yang entah bagaimana caranya anak itu bisa bertahan di sana tanpa jatuh. Kembaran Ice itu terus melihat ke arah luar jendela.

Ice berdecak sebal karena sampai beberapa detik Blaze tetap diam tanpa menggubrisnya.

"Duh, mereka pasti akan ke sini cepat atau lambat. Bersabarlah."

"Ck, Ice, kau itu yang terlalu santai. Kata Paman Solar mereka akan sampai jam delapan. Tapi sampai sekarang belum sampai juga. Kau lihat jamnya. Jam sebelas! Sebelas! Paman Solar itu bukan tipe orang yang tidak on...on....ontam?"

"On time."

"Nah! Iya itu!"

Ice menghela. Bicara dengan Blaze yang kecewa itu memang melelahkan. Baiknya memang tidak digubris saja dan Ice lanjut melongo di depan TV yang tidak menyela. Ice malas menyalakannya.

"Ice! Kau dengar sesuatu?" Tanya Blaze.

"Dengar apa?"

"Bukannya itu suara mobil Paman Solar? WAH!! AKU MAU KE SANA!!!"

"Hah?! Blaze? Blaze!!! Tunggu!!!"

Ice bangkit dan berlari mengikuti Blaze yang sudah melompat dan lari duluan ke depan rumah mereka.

Suara Blaze yang menggema ke seluruh tempat membuat Ice geleng-geleng kepala. Dia jadi bertanya-tanya darimana semua energi yang Blaze keluarkan untuk semua kegiatannya yang membara.

Ice sampai di depan rumah dan berdiri di samping belakang Blaze yang melihat mobil hitam terparkir di depan rumah mereka. Mobil Solar.

"Paman Solar!!!!" Blaze berteriak. Ice melihat mobil itu berhenti sempurna dan bagaimana mesinnya mati. Tak berapa lama Solar keluar dengan senyum cerah menyapa Ice dan Blaze.

"Api! Air!"

Waw, Ice sudah lama tidak dipanggil seperti itu oleh orang lain. Apalagi oleh Solar.

"Paman!!!" Blaze kembali berlari menuju paman mereka. Dia melompat dan Solar menangkapnya lalu mereka berpelukan.

Ice berjalan santai ke arah mereka.

"Mana teman yang Paman bilang?! Kenapa lama sekali??? Mana Paman? Mana??" Blaze sangat antusias.

Solar tertawa pelan. Dia menurunkan Blaze dan membuka pintu belakang mobil dan mengajak orang di dalamnya untuk keluar.

Ice melihat dua anak yang wajahnya mirip, kembar seperti dia dan Blaze. Keduanya terlihat malu-malu. Dan ragu. Ice segera menahan Blaze agar tidak melompat ke arah dua anak itu.

"Ayo kenalan, mereka Taufan dan Gempa, adik dari teman Paman. Dan ini Blaze dan Ice, keponakanku."

Ice menatap keduanya. Anak kembar itu satu memakai baju biru sepertinya, tapi berwarna lebih tua. Dan yang satu memakai baju berwarna kuning. Yang memakai baju berwarna kuning terlihat sangat malu sampai bersembunyi di belakang si baju biru dan bergandengan tangan.

"Halo! Aku Blaze!" Blaze tersenyum lebar.

"Ice." Ice mengenalkan dirinya singkat.

Si baju biru tersenyum, Ice merasa anak itu imut seperti boneka pausnya.

"Namaku Taufan. Ini Gempa. Gempa, ayo kenalan," kata si baju biru. Ah, namanya Taufan, Ice mengangguk.

"Na-na-namaku Gempa. Ha-halo," si baju kuning namanya Gempa, Ice kembali mengangguk. Ini mudah dihapal, Ice paham sekarang.

"Ayo main!" Blaze maju dan merangkul Taufan yang terlihat canggung. Ice menggelengkan kepala.

"Hehe, bagus. Ayo masuk dan kita main! Taufan, Gempa, selamat datang di rumah teman baru kalian!!" Paman Solar juga sangat ceria hari ini.

Ice tersenyum senang. Yah, setidaknya mereka punya teman baru. Semoga saja tidak ada hal buruk terjadi dan mereka hanya bersenang-senang hari ini.

everything will be okayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang