bab 7 - ke taman depan

1.1K 150 13
                                    

Taufan mengerjab. Kedua matanya menyamakan dengan cahaya ruang yang sudah cukup terang walau gorden ditutup dan lampu yang dimatikan.

'Sudah pagi ya?' Pikirnya.

Taufan menoleh ke arah kembarannya. Gempa sedang terlelap damai dan menghadap ke arahnya. Taufan tersenyum tipis.

Mungkin karena kemarin mereka bermain seharian penuh dengan kembar Blaze dan Ice, sekarang Gempa yang biasanya bangun duluan sampai telat bangun. Kecapekan, mungkin.

Taufan beranjak bangun. Dia menyibak selimut yang menutupi tubuhnya.

Kemarin malam, Halilintar pulang sekitar jam tujuh. Solar menemani mereka sampai Halilintar masuk ke apartemen mereka dan beradu argumen sebentar dengan kakak mereka.

Tapi Taufan tahu kalau mereka tidak bertengkar.

Setelah makan malam, Solar pulang dan Halilintar menemaninya serta Gempa menonton televisi di ruang tamu.

Halilintar meminta Taufan atau Gempa menceritakan kejadian yang mereka lalui seharian dan Taufan bicara sebisanya. Gempa hanya mengangguk dan mendukung ceritanya. Gempa masih malu dan ragu untuk bicara dengan Halilintar walau mereka berdua tahu Halilintar sangat baik.

Taufan ingin membangunkan Gempa namun kembarannya itu sangat pulas tidur jadi dia turun dari kasur dengan hati-hati. Tentu saja masih melorotkan dirinya sendiri.

"Aku keluar dulu ya Gem," bisiknya pada Gempa dan keluar dari kamar masih dengan suara yang pelan.

Bau masakan tercium di hidung Taufan saat mendekati dapur. Halilintar sudah bangun seperti biasanya. Dan dia sedang memasak.

Taufan mengintip di tempat dia dan Gempa sebelumnya biasa mengintip. Mengamati kakaknya itu dalam diam dan terperangah.

Kakaknya hebat! Bisa membalikkan telur di wajan.

"Keren..." Ucap Taufan tanpa sadar.

Halilintar menoleh dan berbalik ke arahnya. Sadar kalau diperhatikan.

"Eh-"

"Taufan? Sudah bangun? Mana Gempa?" Tanya Halilintar memperhatikan.

Taufan gelagapan.

"Uh, uh, Gempa sedang tidur. Umm, ragu membangunkan," kata Taufan yang semakin lirih ke akhir kalimat.

Halilintar mengangguk.

"Sudah cuci muka?"

Taufan menggeleng.

"Cuci muka sendiri atau ditemani, atau menunggu Gempa?"

Taufan berfikir sebentar.

"Menunggu...menunggu Gempa boleh?"

Halilintar mengangguk, senyum tipis menyapa Taufan.

"Iya. Kalau begitu kemarilah."

Taufan keluar dari tempat mengintipnya dan berjalan ke arah Halilintar dengan perasaan riang.

Halilintar tersenyum tipis. Saat Taufan sudah di dekatnya, Halilintar menepuk pelan kepala Taufan dan menyuruhnya untuk membantunya menata piring plastik yang ada di rak bawah. Sengaja ditaruh di sana agar anak-anak mudah menjangkaunya.

Taufan antusias melakukan.

.

.

.

Gempa membuka matanya dan menemukan tidak ada satu pun orang yang ada di sampingnya.

Dia menoleh ke belakang. Pintu kamar terbuka sedikit. Tapi tidak ada orang.

everything will be okayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang