Terpaksa

6 2 0
                                    

Hayati adalah seorang gadis yang tengah mencari jati diri. Dia mencari kasih sayang yang begitu berarti, dari seorang pria yang mau mengerti. Dalam perjalanan hidupnya, begitu banyak yang harus dia lewati.

Termasuk perihal perjodohan itu, dia dijodohkan dengan Akbar. Akbar yang merupakan teman sekelasnya.

"Siapa juga yang mau sama Hayati!" ujar Akbar ketika dia berkunjung ke rumah Hayati.

"Aku juga tidak mau tuh! Dijodohkan sama kamu!" Hayati pun membalas perkataan Akbar.

Kedua orang tua mereka sudah berteman sejak dulu. Dengan alasan agar pertemanan tidak hilang, mereka berdua dijodohkan.

"Ayolah, Ma... Aku gak mau dijodohkan sama Akbar." Rengek Hayati kepada mamanya.

"Tidak bisa begitulah... perihal perjodohan ini sudah kita rencanakan dari jauh-jauh hari, iya kan.. Pa?" kata Hana, mamanya Hayati.

"Benar banget tuh, Ma. Jadi kamu harus nurut permintaan Mama dan Papa," jawab Sandi, papanya Hayati.

"Kenapa aku harus dijodohkan sekarang Ma, Pa?" tanya Hayati.

"Iya karena kalau tidak dari sekarang, kamu keburu menyukai cowok lain." jawab papanya sambil tersenyum.

"Mama sama Papa gitu." Hayati langsung masuk ke kamarnya.

"Maaf ya pak Iyan, atas kelakuan anakku tadi," ucap Sandi kepada Iyan. Iyan adalah papanya Akbar.

"Iya Pak, tidak apa-apa," jawab Iyan.

"Namanya juga anak-anak ya, Pa," imbuh Ara, mamanya Akbar.

"Iya ma, jadi teringat kita dulu ya," ucap Iyan sembari bernostalgia kejadian dimasa lalu.

"Masih ingat gak dulu, kita kan juga sering ngedate bareng," Hana juga ikut serta mengingat kejadian ketika mereka masih sekolah.

"Iya, biasanya kita sering makan bareng di kantin sekolah," ucap Sandi.

     Ketika para orang tua sedang asik bernostalgia, Akbar justru pergi dan keluar dari rumah Hayati.

"Akbar mau ke mana?" tanya Iyan.

"Mau jalan, Pa... Sama teman-teman," jawab Akbar dan berjalan menuju ke teras rumah.
'Lagian, ngapain juga aku di sana,' gumam Akbar.
Akbar dan Hayati sama sama kesal akan perjodohan itu, mereka berpikir bahwa orang tua mereka egois.

'Hayati juga seperti itu, kenapa dia tidak menolak saja.' Kali ini Akbar semakin kesal dan pandangannya sudah tidak lagi terlihat dari rumah Hayati.

"Kapan ya, Bu. Anak-anak kita bisa menerima keputusan kita?" tanya Ara penuh harap.

"Aku juga sudah tidak sabar, agar Hayati mampu menerima kenyataan," jawab Hana.

"Sudahlah bu, kita Do'akan saja anak-anak kita," kata Sandi.

"Benar, segala sesuatu bisa berubah dengan doa." Iyan juga setuju dengan pendapat Sandi.

   Setelah segelas kopi habis diseruput, semua camilan yang sudah dihidangkan juga telah habis. Akhirnya Iyan dan Ara pamit pulang.

"Padahal Hayati itu anaknya baik, cantik dan rajin ya, Pa." Tutur Ara sambil menuju sepeda motor yang ada di garasi depan.

"Iya, Ma. Malah anak kita yang gak mau," jawab Iyan.
"Coba kalau Papa masih muda, pasti papa mau sama Hayati," imbuh Iyan.

"Kalau sekarang papa kan sudah sama mama, hehe..." Ucap Ara sambil tersenyum.

"Iya lah ma, hati papa hanya untuk mama,"

"Ah papa, tambah pintar saja gombalnya."

    Mama dan papa Akbar pun pulang dengan mengendarai sepeda motor warisan dari leluhurnya. Meski terbilang antik, namun sepeda motor itulah yang sangat membantu selama ini.
Mereka mengendarai sepeda motornya pelan, hingga tidak terlihat dari pandangan Hana dan Sandi.

Kemudian, kedua orang tua Hayati masuk ke rumah.

                       _Tok... Tok... Tok.... _

"Hayati, ayo keluar dulu." Sambil mengetok pintu, Hana membujuk Hayati.

"Ada yang harus kita jelaskan, Hayati..." imbuh papanya.

Dengan keadaan berat hati, akhirnya Hayati keluar dari kamarnya.

"Iya Pa, Ma. Apalagi yang mau dijelaskan?" Tanya Hayati dengan wajah cemberut.

"Kalau ada tamu itu jangan asal nyelonong masuk saja, harus punya etika dan tata krama." Sandi menasihati Hayati, setelah duduk bersama di ruang tamu.

"Apalagi sama calon mertua mu," imbuh mamanya.

"Mama sama papa yang ngebet kan, agar aku mau sama Akbar?" Hayati membantah.

"Iya, ini semua kan demi kebaikan kamu." Kata Hana merayu.

"Tidak, Ma. Ini untuk kebaikan mama dan papa saja." Hayati terus saja membela diri.

"Sekarang, terserah kamu saja sudah." Ucap Sandi kesal.
"Tapi jangan salahkan papa, kalau fasilitas yang papa berikan, papa ambil sementara," imbuh Sandi.

HAYATI (EKSLUSIF WEBNOVEL) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang