Bab 17 ~ Bersamamu

22 2 0
                                    

Tidak ada kata selamanya di dunia ini. Entah itu cinta, sayang, ataupun keraguan.

Ayra perlahan demi perlahan melepaskan semua keraguan yang bersarang di pikirannya. Ia mencoba untuk maju ke depan. Meskipun semuanya masih temaram tapi ia yakin suatu hari pasti ada titik terang selama ia mencobanya.

Berdiam diri berselimut keraguan tak akan menghasilkan apapun untuk dirinya maupun masa depannya. Ia paham betul bahwa dunia dan isinya adalah misteri. Dan orang-orang yang berbahagia itu adalah orang yang berkali-kali pernah terluka. Dan pasti akan kembali terluka. Karena hakikatnya tidak ada kebahagiaan yang abadi.

"Ayra kalau aku salah aku benar-benar minta maaf sama kamu," kata Liam begitu panggilan telpon mereka terhubung.

Sudah dua hari ini Ayra mengabaikan semua pesan maupun panggilan dari Liam. Ia tengah berkutat dengan pikirannya dan hatinya sendiri. Mencoba menyimpulkan apa sebenarnya yang ia inginkan.

"Ay juga minta maaf karena mengabaikan pesan-pesan Abang," jawab Ayra. Ia sadar bahwa sifat kekanakannya itu sangat-sangat buruk.

"Ay tahu gak? Tadi aku lihat jepitan rambut yang lucu-lucu terus jadi ingat kamu deh," kata Liam dengan semangat.

Ayra tertawa kecil mendengar ucapan Liam teringat masa kecilnya dulu yang sering sekali diberikan jepitan oleh Liam.

"Aku emang lucu, cantik, dan imut kan Bang?" tanya Ayra sambil terkekeh memuji dirinya sendiri.

"Iya Ayra yang paling lucu, cantik, dan imut sekomplek," jawab Liam dan tertawa renyah.

"Ih Abang aku jadi ingat deh dulu pernah nangis gara-gara di bilang cantiknya hanya se komplek," ucap Ayra membuat tawa Liam semakin keras.

"Di bilang sedunia gak mau, sekomplek pun gak mau. Kamu emang ajaib Ay," ujar Liam.

"Emangnya aku lampu apa dibilang ajaib," kata Ayra dengan delikannya.

"Aku pindahin ke mode video call ya Ay," pinta Liam.

"Kenapa?" tanya Ayra.

"Rugi banget aku kalau gak lihat ekspresi-ekspresi kamu," jawab Liam sambil tertawa.

"Biasanya juga video call ini tumbenan telpon biasa," ujar Ayra dan mengubah mode panggilan mereka.

"Aku kan takut kamu masih marah," kata Liam sambil tersenyum lebar begitu bisa melihat wajah Ayra.

"Aku gak marah loh Bang, hanya sedang mendinginkan pikiran," sangkal Ayra.

"Iya-iya Ay udah gak usah dibahas lagi. Takutnya nanti kamu malah ngilang lagi," kata Liam.

"Aku gak ngilang loh," koreksi Ayra membuat Liam menarik napasnya panjag.

"Kenapa? Capek? Masa gitu aja udah nyerah sama sifat aku," tantang Ayra sambil tersenyum jumawa.

"Siapa bilang capek. Kamu malah lucu loh Ay kalau lagi marah apalagi cemburu. Hanya saja karena jarak kita jauh aku gak bisa nyamperin kamu langsung," kata Liam.

"Hemmmm alasan saja! Kalaupun Abang ada di sini emang berani nyamperin langsung ke rumah? Nanti ditanyain papa loh," ucap Ayra dan tertawa renyah.

"Papa kamu kan calon mertua aku," kata Liam dengan senyum lembutnya yang membuat jantung Ayra begitu berdebar.

"Mulai nih mulai," kata Ayra berusaha menutupi kegugupannya.

"Apanya yang mulai?" tanya Liam pura-pura tak mengerti.

"Mulai halunya," jawab Ayra dan memeletkan lidahnya.

"Siapa bilang halu? Aku emang udah direstuin kok buat jadi menantunya om Hadi," kata Liam dengan senyum ponggahnya.

"Restu papa pun harus berdasarkan persetujuan aku ya," ucap Ayra memperingati.

Takdir & Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang