1 ~ Harapan

80 13 4
                                    

Seneng banget deh ada yang mampir.

Warning : "Cerita ini dapat menyebabkan kecanduan, kebaperan, dan kehaluan. Cerita ini juga bisa menguji kesabaran. Dimohon bagi para pembaca untuk bijak dan tidak berkata kasar selama membaca ini."

*Update setiap hari Rabu & Sabtu

Happy Reading^^

"Jadi sebenarnya kamu milih siapa sih Ra?" tanya Ananda melihat dengan gemas sahabatnya selama tiga tahun ini.

"Aku juga bigung Nan. Kamu tahu kan selama ini aku gak pernah menjalin hubungan dengan siapa-siapa. Aku pernah menyukai beberapa orang tapi pada akhirnya rasa suka ku hanya berujung kagum semata. Dan perasaanku kembali terhadap dia," ucap Ayra.

"Jadi ceritanya gagal move on?" tanya Ananda sambil terkikik geli melihat wajah putus asa sahabatnya itu.

"Gagal move on apanya. Toh aku sama dia hanya sekedar cinta monyet belaka. Apasih yang diketahui bocah tujuh tahun," ucap Ayra sambil meminum es jeruk miliknya.

Ayra memandang jauh ke lapangan basket yang tengah ramai oleh adik kelasnya yang sedang melaksanakan olahraga.

Tak terasa waktu putih abu nya hanya tinggal satu bulan lagi. Ia telah melaksanakan semua ujian dan tinggal menunggu kelulusan juga pesta perpisahan.

Ayra terkadang bingung kenapa perpisahan harus dirayakan? Apa baiknya dari sebuah kata pisah?

Menemukan orang baru? Benarkah orang-orang itu bisa lebih baik dari orang yang sebelumnya?

Ah sudahlah, Ayra mulai pusing dengan pemikirannya sendiri. Hingga sebuah suara yang begitu familiar mampir di telinganya.

"Ay ngelamun mulu, ada apa?" Ayra memandang pria yang kini telah duduk di depannya.

"Hah? Nggak kok!" ucap Ayra mencoba berbicara dengan nada senormal mungkin.

"Aku pergi dulu ya. Ada urusan dengan bu Nadin," ucap Ananda sambil bangkit dari duduknya dan tak lupa mengedipkan sebelah matanya pada Ayra yang hanya dibalas pelototan oleh gadis itu.

Setelah kepergian Ananda hanya keheningan yang menyelimuti mereka. Hingga suara Dito memecahkan keheningan itu, "Jadi kamu udah mutusin mau kuliah dimana?"

"Aku pilih kuliah di Universitas tempat papa ngajar," ucap Ayra sambil terkekeh pelan.

"Tapi kamu tahu kan persaingan dan tes nya seperti apa?" tanya Dito.

"Iya tahu kok," jawab Ayra pendek.

"Kamu jangan pilih sekolah hanya karena ikutan teman atau paksaan orang tua Ra," ucap Dito.

"Nggak kok Dit. Kita bukan anak kecil lagi yang pilih sekolah hanya karena ikut temen. Kita udah dewasa dan pilihan kita sekarang menentukan masa depan," jawab Ayra tenang.

"Oh Ayra udah dewasa," ucap Dito dengan nada usil yang kentara.

"Dito apaan sih!" hardik Ayra yang sering merasa kesal karena teman-temannya sering menganggap dia anak imut, lucu, dan masih berpikiran anak-anak. Dan bagian yang paling menyebalkan dari itu semua hanya karena Ayra tidak pernah menjalin hubungan dengan pria. Ia selalu menolak ketika ada pria yang mendekatinya. Tapi tahu kan siapa yang lebih kekanak-kanakan?

"Ra tentang yang kemarin, aku serius dengan ucapanku," ucap Dito saat tawanya telah reda.

Ayra terdiam. Tiga hari yang lalu tepat setelah ujian terakhir selesai Dito menyatakan perasaannya. Ia ingin menjalin hubungan yang lebih dari sekadar teman dengan Ayra.

Takdir & Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang