halaman kedua, sentuhan.

319 51 12
                                    

"O—oh, bukan Muslim ya? Duh, maaf banget aku gak tau."

Mendadak, Sunghoon menjadi canggung. Tapi, ia buru-buru menepis kondisi itu. Baru Sunghoon hendak berbicara lagi, pemuda di hadapannya yang sekarang tengah memakan es dogernya lebih dulu menyela.

"Nggak apa-apa, lagian kita baru kenal- eh maksudnya, kita baru ketemu. Jadi, aku maklumin kok." Sela-nya sambil masih asik memakan es doger miliknya.

Sunghoon salah fokus. Dia malah tak sengaja fokus pada kedua pipi pemuda di hadapannya yang menggembung. Sepertinya penuh dengan es.


























Tuk!

"Lucu. Mulutmu gak kedinginan langsung makan es sebanyak itu?"

Sunghoon dengan reflek menekan pipi sebelah kiri milik pemuda itu, sesekali menekan-nekan berulang kali dengan pelan karena penasaran dengan pipi yang menggembung itu.

Merasa pertanyaannya terabaikan dan tak kunjung mendapat respon, ia pun tersadar akan sesuatu.

"Astaghfirullah!"

Secara cepat ia melepaskan tangannya serta menjauhkan nya sampai ke belakang tubuhnya. Kemudian, dia mundur satu langkah. Agar memberi sedikit jarak antara dirinya, dan pemuda di hadapannya.

"M-maaf, aku gak sengaja!"

"Istighfar, Hoon! Bukan Mahrom-Nya!"

Tiba-tiba Jay datang menyambar dengan gaya seperti ibu-ibu yang memarahi anaknya karena sudah berbuat nakal. Dengan kedua telapak tangannya yang ia tumpukan pada pinggangnya.

"Ya maaf, Ja! Tanpa seizin gue tangannya main gerak sendiri aja!" Bela Sunghoon.

Decihan Jay beri sebagai balasan, "Cih, udah terlanjur!"

"....."

Sunghoon tidak tau harus membalas apa. Dirinya bertambah bingung tatkala melihat tangan pemuda itu yang terus mengusap pipinya sendiri. Sunghoon jadi tambah merasa tidak enak.

"Maaf sekali lagi, ya..."

Pemuda itu tersadar, ia langsung menurunkan tangannya dari pipi miliknya. Kemudian memberikan isyarat 'Nggak apa-apa'. Sembari tertawa canggung.

"Iya-iyaa, it's okay kok!"

"Kalau gitu... Aku izin permisi masuk ke Masjid, ya? Udah lumayan ramai takutnya gak kebagian tempat di dalam." Pamitnya.

Sunghoon berbalik, hendak berjalan pergi. Tapi tiba-tiba pergelangan tangannya di pegang dan ditahan oleh pemuda barusan. Membuatnya reflek menengok ke belakang dengan spontan.

"Uhm.. Anu, sebelumnya maaf kalau aku terlalu lancang. Tapi, boleh tau namamu?" Tanyanya.

"Oh, boleh. Namaku Satya Mufriando Al-Ghifari. Nama panggilan kerennya Sunghoon, gak nyambung sih, tapi gapapa." Jawab Sunghoon.

"Oke, hai Sunghoon! Kenalin juga, namaku Jake. Jakendra Azka Hendaru. Salam kenal!"

Pemuda bernama Jake itu melepaskan genggaman tangannya pada pergelangan Sunghoon. Kemudian mengulurkan tangannya sebagai pelengkap perkenalan yang hangat.

"Ah, maaf. Salam kenal juga, Jake."

Sunghoon tidak balas menjabat tangan, melainkan ia menyatukan kedua telapak tangannya seperti '🙏🏻' tepat di hadapan uluran tangan Jake sambil tersenyum.

"O—oh, iya!" Jake reflek mengikuti Sunghoon, menyatukan kedua telapak tangannya. Tapi sedikit terhalang karena es doger yang masih ada di salah satu tangannya.

"Eh by the way, dua kancing kemeja kamu yang paling atas emang sengaja dibuka atau gimana?" Lanjutnya.

Sunghoon membulatkan matanya, "Astaghfirullah, gak sengaja ke lepas!" Buru-buru dia mengaitkan kedua kancing kemeja koko miliknya.

"Oh gitu, maaf banget aku gak sengaja liat-"

"Udah-udah, nggak apa. Makasih banyak karena udah ngasih tau. Kalau kamu gak kasih tau, kayaknya aku juga gak bakal cepet sadar."

Jake sempat tertegun, kemudian kepalanya mengangguk perlahan dengan spontan. "Terima kasih kembali!"

Sunghoon tersenyum, "Yaudah. Kalau gitu, aku izin pamit ke Masjid, ya. Mau ibadah." Ucapnya.

Jake mengangguk, "Iya, aku juga lagi ada keperluan di Gereja. Dadah, Sunghoon! See you later dan makasih buat es dogernya!" Balasnya.

Jake berlalu pergi menjauh sambil melambaikan tangannya dan tersenyum ke arah Sunghoon. Begitu juga sebaliknya, Sunghoon membalas lambaian itu sambil tersenyum.

Setelahnya, Sunghoon melangkah pergi menuju Jay yang sudah kembali duduk di tempat semula. Menarik paksa pemuda bermata elang itu agar segera berdiri dan berjalan masuk ke dalam Masjid.

"Duh, cieeee yang habis nge-uwu depan gue." Celetuk Jay.

"Uwu matamu! Gue cuman gak sengaja aja tadi,"

Setelahnya mereka berdua hening. Jay mengalihkan atensinya menatap Sunghoon di sampingnya yang nampak tengah sedikit melamun sambil tetap berjalan.

"Kenapa? Love at first sight gitu toh?"

Sunghoon menengok dengan terkejut, kemudian menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Ndak! Kata siapa!?" Belanya.

Jay sempat terdiam, kemudian menggelengkan kepalanya tanda tak setuju dengan jawaban Sunghoon.

"Ekspresi lo gak bisa bohong,"

Sunghoon bungkam. Ia merasa skakmat dengan balasan Jay. Emang nasib udah temenan dari zaman masih jadi rencana Tuhan, bahkan cuman lihat dari ekspresi aja udah tau ada hal yang lagi di sembunyikan.

"Kenapa ya, gue harus temenan sama lo?" Seketika dirinya menyesal.

Jay mendelik, "Tai." Umpatnya.

"Udah lah, jujur aja sama gue." Lanjutnya dengan malas.

Helaan nafas keluar dari bilah bibir Sunghoon, pemuda itu masih bingung. Ia belum bisa menyimpulkan sepenuhnya. Lagipula, dia 'kan baru pertama kali ketemu! Masa udah langsung suka, sih?!

Lemah!

"Gue masih bingung, Ja. Maklumin aja kalo gue masih mirip kayak bocah baru puber."

"Bingung sama perasaan sendiri?"

Sunghoon mengangguk, Jay menggeleng heran.

"Emang bener kata Riki, lo lebih payah kalo dalam hal ginian."

"Ya jangan bandingin gue sama Riki. Lagak dia mah udah kayak Playboy, sedangkan gue belum pernah ngerasain first love atau pacaran sekalipun."

"Siapa suruh nolep."

"Yo pacaran itu 'kan hukumnya haram, Ja."

Jay terdiam beberapa saat. Tapi kemudian, ia berceletuk sesuatu tanpa sadar.

"Hati-hati nanti jilat ludah sendiri, Hoon."





























































_________

FLOP BANGET IHH.. better lanjut atau unpub aja??? T_T.



{sincerely, kinderjay.}
August, 2022.

usai, sungjake.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang