Part 14 Masa Lalu

931 85 4
                                    

#Mengembalikan_Senyum_Bidadari

Part 14

Pagi hari Zea dan Alina telah bangun, keduanya mulai bekerja membersihkan rumah dan memasak sarapan pagi. Regina yang baru keluar dari kamar terkejut melihat beberapa hidangan tersaji dan rumah yang telah bersih dan rapi.

“Maaf kalau saya membangunkan ibu,” ucap Alina.

Wanita itu tersenyum, “Tidak, Bu Alina bangun pukul berapa? Kenapa semua sudah beres?” tanya Regina heran.

“Saya dan anak-anak terbiasa bangun pukul tiga pagi, Bu. Selesai tahajud, kami mulai menggoreng donat dan roti goreng untuk dititipkan ke warung dan kantin sekolah Zea.”

Regina takjub karena dia tak rutin beribadah sunah itu. Regina kembali ke kamar untuk memastikan Bagas telah bersiap. Tak berselang lama mereka turun bersama Bryan yang telah rapi memakai seragam sekolahnya.

“Zea, sarapan pagi dulu di sini sama om dan tante,” ucap Regina, ia juga mengajak Alina bergabung bersama mereka. Selama ini Alina selalu menolak karena sebelum bekerja ia sudah sarapan.  “Ayo, Bu,”

Zea dan Alina duduk bersama untuk sarapan pagi, tak ada pemisah antara majikan dan asisten rumah tangga.

“Hari ini masih ujian, ya?” tanya Bagas.

“Iya, Om,” Zea menjawab.

“Nanti Zea berangkat sekolah bersama Bryan saja ya, biar nggak telat ujiannya,” saran Regina.

Seulas senyum di bibir Bryan tercipta, ia senang ternyata mamanya sangat pengertian. Jika Bryan yang menawarkan diri, sudah pasti gadis itu akan menolaknya mentah-mentah.

Bryan membukakan pintu mobil mempersilakan Zea untuk naik, Bibir Zea mengerucut tapi tampak menggemaskan di mata Bryan. Walaupun gadis itu tampak tak senang tapi ia tetap menurut untuk duduk di sebelah sopir.

“Nanti melanjutkan ke mana, Zee?” tanya Bryan basa basi.

Zea menggeleng.

“Maksudnya?” tanya Bryan heran.

“Gue nggak kuliah.”

“Kenapa?”

“Nggak minat,”

Bryan menghela napas. Ia tak puas dengan jawaban singkat yang diucapkan Zea. “Trus lo mau jadi apa? Waktunya udah nggak banyak, lo harus pikirin dari sekarang,” ungkap Bryan.

Zea menatap jalanan yang menampakkan kesibukan di pagi hari. “Kadang kalau gue pikir, wanita itu akan menjalani sebuah proses kehidupan yang tak jauh berbeda. Baik dia menjadi wanita karier atau tidak, ia akan tetap menjalani fase menjadi seorang istri.”

“Jadi lo mau nikah?” tanya Bryan sambil terkekeh.

“Gue belum selesai ngomong,”

“Trus kenapa tadi bicara menjadi istri?”

“Emangnya lo nggak akan melewati proses menjadi seorang suami?” tanya Zea kesal.

“Iya, donk,”

“Berarti sama, kehidupan laki-laki dan perempuan tak jauh beda.”

“Ya udah, lo nikah aja sama gue, lo jadi istrinya dan gue jadi suaminya.”

“Iih,… bukan begitu maksudnya,”

Bryan tertawa mendengar rengekan Zea yang kesal dengan dirinya. Sepanjang jalan menuju sekolah, keduanya terus berdebat kecil dan suara tawa terdengar dari dalam mobil itu.

***SPW***

Setelah semuanya pergi, Regina mengajak Alina duduk bersama. Ditemani dua cangkir kopi susu dan beberapa potong kue mereka berbincang bersama.

Mengembalikan Senyum Bidadari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang