Part 17

1.6K 92 11
                                    

#Mengembalikan_Senyum_Bidadari

Part 16a

Astagfirullah!” Zyan yang dari tadi larut dalam kesedihan mulai menyadari sesuatu. Mamanya pasti saat ini khawatir, karena Zea belum kembali. Ia merogoh saku celana, mengeluarkan ponsel untuk menghubungi Alina.

“Mas, Zea belum siap ketemu Mama,” lirih Zea, ketika Zyan mendekatkan ponselnya ke telinga. Zea tak mau menambah beban Alina, apalagi luka di wajahnya masih terlihat jelas. Sudah pasti wanita itu akan bersedih, jika mengetahui masalah yang menimpa dirinya.

“Bagaimana kalau Zea tinggal di apartemen saya dulu, Mas?” tanya Bryan memberi solusi. “Hari ini adalah hari terakhir ujian, beberapa siswa ada yang sedang merayakannya. Mungkin, Bu Alina bisa mengerti.”

Mendengar perkataan Bryan, Zea tersenyum dalam kesedihannya. “Teman-teman merayakannya dengan hangout, jalan-jalan, dan makan bersama, tetapi aku di kantor polisi,” ungkap Zea tiba-tiba.

Zyan memeluk pundak adiknya dengan seulas senyum di bibir. Ia merasa lebih tenang, ketika Zea mulai membaik dan bisa tersenyum. “Nanti Mas traktir, kita rayakan di apartemen Bryan,” ucap Zyan menerima usulan pria muda itu.

Kasus ini belum tuntas dan terus berlanjut. Zea akan sering berhubungan dengan kepolisian. Zyan tak ingin beban pikiran mamanya bertambah, kemudian wanita itu jatuh sakit. Sudah cukup Alina menderita karena papanya, sebagai anak, ia akan berusaha menyelesaikan masalah Zea agar sang mama tak khawatir.

“Assalamu’alaikum, Ma,” ucap Zyan di ujung telepon.

“Wa’alaikumsalam. Zyan, kamu di mana? Mama tadi ke Max Cafe.”

“Mama ngapain ke sana?”

“Nyariin kamu. Zea belum pulang, Nak. Mama khawatir.”

Zyan tertawa, ia berusaha menyembunyikan luka hatinya. “Iya, Ma. Zyan lupa bilang. Zea ada bersama Zyan. Hari ini Zea selesai ujian, jadi ada acara kecil-kecilan.”

“Syukurlah, Zea ada sama kamu.” Terdengar helaan napas lega di ujung telepon. “Kenapa enggak menelepon Mama?”

“Lupa, Ma.”

“Mana Zea?”

Zyan memberikan telepon itu pada adiknya. Ia meminta Zea untuk tak menangis agar mamanya tidak curiga.

“Ya, Ma?”

“Kalau ada acara, kasih tahu Mama. Mama dari tadi cemas, takut hal buruk terjadi padamu.”

Zea terdiam tanpa berani menyela. Melihat mata Zea yang mulai berkaca-kaca, Zyan mengambil alih pembicaraan. “Ma, acaranya dadakan, karena itu enggak sempat bilang Mama. Sepertinya, malam ini kami enggak pulang.” Zyan terpaksa mempercepat panggilan, ia tak ingin Alina banyak bertanya yang nantinya akan membuatnya terjebak dan harus berbohong lagi.

“Jaga Zea, ya, Nak,” kata Alina sebelum panggilan ditutup.

***SPW***

Bryan membuka pintu apartemen dan mempersilakan keduanya masuk. Ia menyalakan lampu dan berjalan menuju sebuah kamar. “Zea bisa tidur di sini,” imbuh Bryan seraya membuka pintu kamar itu.

Zyan sangat berterima kasih pada pria muda yang telah banyak membantunya. Ia tak bisa bayangkan, bagaimana jika Bryan tak ada. Sudah pasti Zea bersedih, dan malam ini adiknya akan merasakan tidur di kantor polisi.

Berdasarkan petunjuk Malik, satu per satu bukti harus mereka kumpulkan, termasuk hasil visum Zea yang akan digunakan untuk pembelaan dan pengajuan tuntutan balik.

“Berapa biaya yang kamu keluarkan untuk jaminan Zea?” tanya Zyan, ketika keduanya duduk bersandar di sofa.

“Enggak banyak, Mas. Enggak usah dipikirkan.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 02, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mengembalikan Senyum Bidadari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang