Hari yang sangat melelahkan yang seharusnya hari ini menjadi hari bahagianya. Namun, Kim sama sekali tidak merasa bahagia. Disini, didalam kamar yang seharusnya menjadi kamar pengantin dirinya dan Jason, Kim duduk termenung didepan cermin memandang dirinya dalam balutan baju pengantin yang begitu cantik dan makeup yang membuat dirinya bak Barbie hidup.
Kim mulai melepas riasan yang menempel di rambutnya satu persatu dan membersihkan makeup di wajahnya. Hari ini adalah hari yang sudah ditunggu-tunggu kurang lebih selama 3 tahun. Ya, 3 tahun hubungannya dengan Jason yang berakhir diatas pelaminan adalah impiannya. Namun nyatanya berakhir dipengkhianatan Jason.
Alan keluar dari kamar mandi, dan menoleh sekilas kearah Kim yang masih membersihkan wajahnya. Berjalan melewati Kim, ia berbaring diatas tempat tidur dan membelakangi Kim. Kim melihat dari cermin, ada sedikit rasa benci dihatinya untuk Alan. Banyak alasan untuk membenci Alan, namu Kim lebih tidak habis piker kenapa ia mau begitu saja menikah.
Jika Alan menolak, mungkin pernikahan ini tidak akan terjadi bukan? Kim berjalan menuju kamar mandi, ia sudah tidak tahan dengan tubuhnya yang terasa sangat lengket. Sesampainya dikamar mandi, Kim baru sadar bahwa gaunnya tidak bisa dibuka tanpa bantuan orang lain.
"Bagaimana ini?" gumam Kim. Meskipun sudah mencoba beberapa kali, namun gaun itu belum juga bisa dilepas dari tubuhnya. Kim mulai menyerah, ia duduk di atas bethup sambil memikirkan cara.
Tok tok tok
Kim tersentak kaget saat Alan mengetuk pintu kamar mandi. Tentu saja Alan, siapa lagi yang ada dikamar ini selain dirinya dan Alan. Tidak mungkin jika mama mertua atau orang lain yang datang, apalagi Kim tidak mendengar suara siapa-siapa diluar.
"Apa kau tidur didalam?" tanya Alan. Astaga, orang waras mana yang mau tidur didalam kamar mandi?
"Apa dia tidak punya pertanyaan lain selain itu? Seharusnya dia bertanya aku sedang apa, kenapa aku lama bukan? Basa basinya buruk sekali" dumel Kim tanpa menjawab Alan.
Pintu kembali diketuk, namun Kim enggan menjawab ataupun membuka pintu. Ketukannya berubah menjadi gedoran, semakin kencang dan membuat Kim semakin bingung.
"Dalam hitungan ketiga, kalau tidak pintu ini akan aku hancurin. Satu.. Dua.. Ti.." cklek, pintu terbuka dan Kim muncul dari balik pintu itu.
Alan mengepalkan kedua tangannya. "Tolong, jangan bikin orang lain repot karena ulah kekanak-kanakan ini" bentak Alan sedikit kesal.
Nafas Kim memburu saat dirinya disebut bersikap kekanak-kanakan "Maksud anda kekanak-kanakan apa? Hah?" Kim membalas dengan nada yang tinggi.
"Apalagi kalau tidak mengurung diri didalam kamar mandi? Untuk apa? Menghindari malam pertama? Jangan kamu pikir saya akan menyentuh kamu seperti pengantin pada umumnya. Itu nggak akan terjadi"
Kim semakin kalangkabut, amarahnya sudah diubun-ubun. "Apa anda pikir, saya bersedia disentuh? Saya nggak sudi, dan anda harus ingat.." ucapan Kim terhenti saat seseorang mengetuk pintu kamar mereka.
Tanpa aba-aba, pintu kamar itu terbuka dan muncul Widia membawa nampan berisi makanan dan minuman. Keduanya menatap Widia datar, Widiapun mendekat dan menaruh nampan itu diatas meja.
"Kim, kamu nggak apa-apa kan?" tanya Widia membuat Kim bingung karena kelihatannya Widia sedikit menghawatirkan dirinya.
"Kim, nggak apa-apa ko mah. Memangnya ada apa?" Widia menghela Nafas lega.
"Tadi mama kesini sampai tiga kali, tapi kamu belum keluar dari kamar mandi. Mama sampai marah sama Alan, bukannya khawatirin istrinya malah tidur" jelas Widia membuat Kim tersenyum kikuk.
Benar, pertama kali Widia masuk kamar pengantin itu namun tidak menemukan Kim disamping Alan yang berbaring. Tapi, setelah mendengar suara dari kamar mandi ia tau kalau Kim pasti didalam. Selang 15 menit Widia kembali, namun Kim masih belum keluar dari kamar mandi. Ketiga kalinya,Widia kembali setelah 20 menit namun Kim belum juga keluar.
Akhirnya Widia membangunkan Alan yang terlelap, dan mengomeli pria itu.
"Ya sudah, berhubung kamu nggak apa-apa mama pamit keluar dulu. Itu makanannya dimakan, kamu pasti belum makan kan? Eh, tunggu. Kenapa gaunnya belum dilepas?"
Oh, my. Kenapa Widia harus meyadari ini? Kim bingung harus menjawab apa. Begitupun dengan Alan. Ia baru menyadari bahwa Kim belum mengganti gaunnya. Sekarang Alan mengerti, mengapa Kim bertahan di kamar mandi.
"Kim belum sempat ganti, udah keburu diketuk sama Alan ma. Kim baru bersihin makeup aja" alibi Kim. Alan tentu tidak percaya, saat ia keluar kamar mandi Alan melihat makeup diwajah Kim yang sudah hampir hilang.
"Ah, ya sudah. Kalau gitu mama keluar dulu. Selamat malam" pamit Widia dan pergi dari kamar Alan dan Kim.
Setelah kepergian Widia, Alan menatap lekat Kim yang sudah membohongi ibunya itu. "Kenapa??" tanya Kim dengan nada menantang.
Tanpa berkata, Alan mendorong Kim kembali kedalam kamar mandi. Tentunya membuat Kim kaget atas perlakuan Alan tersebut. Alan memutar tubuh Kim sehingga membelakangi laki-laki itu dan mulai membuka kancing gaun Kim satu persatu.
Mata Kim membulat sempurna, apa-apaan ini? Kim tentu menolak dengan menepis tangan Alan yang sudah membuka kancing kedua gaunnya. Tapi, belum sempat Kim bicara, Alan sudah lebih dulu menjelaskan.
"Nggak usah mikir yang aneh-aneh, saya sama sekali nggak selera melihat tubuh kamu. Saya Cuma nggak mau mama saya tiba-tiba kembali dan melihat kamu masih mengenakan pakaian ini. Yang ada saya akan kembali di omeli, paham!" Kim kembali membelakangi Alan yang mulai membuka semua kancing bajunya.
Kim merasa sangat malu, pipinya memerah seperti tomak busuk. Pertama kalinya ada laki-laki yang melihat langsung punggung polosnya. Meskipun Alan sekarang sudah menjadi suaminya, tetap saja ini pertama kalinya untuk Kim.
"Cepat bereskan, makan makanan yang dibawa mama tadi. Dan jangan buat keributan lagi, saya mau istirahat!" Alan keluar dari kamar mandi setelah seluruh kancing gaun Kim terbuka.
"Ck," Kim berdecak kesal.
Alan kembali berbaring diatas tempat tidur. Bohong jika ia tidak merasakan apa-apa saat menyentuh Kim, nyatanya jantung Alan berdesir dan tubuhnya terasa sangat tidak nyaman. Untuk menghilangkan pikirannya yang sudah terlanjur kemana-mana, Alan memutuskan untuk langsung tidur.
Selesai dengan gaun super ribet, Kim keluar setelah mengenakan piyama. Perutnya yang kosong sudah meminta untuk diisi. Beberapa makanan dan buah yang dibawakan Widia sangat menolong cacingnya yang sudah menari disco didalam perut. Kim menoleh pada Alan yang berbaring, nafasnya yang teratur menandakan bahwa suaminya itu sudah tertidur.
Kim melanjutkan makannya dengan cepat, karena sesungguhnya ia juga sudah merasa sangat lelah dengan drama hari ini. Dimulai dari drama putus cinta di tengah malam yang menyakitkan sampai pernikahan yang ia dambakan namun tidak dengan orang yang ia inginkan.
Selesai makan, Kim memutuskan untuk tidur dan mengistirahatkan tubuh serta otaknya yang dipaksa bekerja ekstra untuk hari ini. Kim berbaring disamping Alan, tentu saja. Dimana lagi kalau bukan ditempat tidur, Kim tidak mungkin tidur lantai yang hanya beralaskan karpet.
Sebelum memejamkan mata, Kim menatap lurus langit-langit kamar dan tubuh Alan yang memunggunginya secara bergantian. 'Seandainya, semua berjalan sesuai rencana dan harapan, mungkin malam ini akan menjadi malam yang sangat indah dan tidak terlupakan" gumam Kim pelan.
Kim menyeka bulir air mata yang tiba-tiba lolos dari sudut matanya, rasa sakit itu kembali muncul. Luka yang masih basah dihatinya bertambah lagi, semakin sakit dan perih. Kim meremas dadanya yang terasa sesak, berharap sakit itu segera menghilang agar ia bisa menjalani hidupnya dengan normal lagi.
Tak berselang lama, Kim pun tertidur. Mendengar nafas Kim yang mulai teratur, Alan membuka mata dan membalikkan tubuhnya. Ditatapnya wajah tenang Kim yang terlelap, masih ada jejak air mata disana. Alan tau, dirinya dan juga Kim adalah korban dari kebrengsekan Jason. Diluar itu, ini juga sudah menjadi takdir mereka berdua.