PROLOG

12 5 4
                                    

Happy reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading

***

Agam duduk disebelah Karin yang sedang asyik menonton basket. Dilihat dari raut wajahnya Karin begitu senang. Dia menikmati meski matahari berada tepat di atas kepalanya.

Niko berhasil memasukan bola ke dalam ring. Penonton bersorak dan bertepuk tangan.

"Keren Niko!" Karin tidak mau kalah bersorak untuk Niko dari penonton yang lain.

"Agam lihat, Niko keren banget." Karin sangat senang. Tangannya tidak berhenti bertepuk tangan.

Sadar bahwa Agam tidak mengindahkannya, semula Karin bertepuk tangan keras kini melambat. Karin menoleh, mendapati Agam sedang menatapnya. Tatapan Agam terlalu teduh. Terkadang Karin tenggelam dalam manik mata Agam sehingga dia tidak bisa membaca apa arti dari tatapan itu.

"Kalo gue jago basket kayak Niko, kira-kira lo bakal bilang gue keren gak?"

"Hah?"

Ini terlalu cepat. Karin pasti tidak menyukainya. Agam melihat kembali ke arah Niko yang sedang selebrasi. Dia mengulang ucapannya dengan kalimat, "Gue juga mau jadi pusat perhatian. Disorakin cewek-cewek, dibilang keren sama cewek-cewek."

"Agam sadar. Lo itu udah ada pacar. Masih aja haus perhatian," Karin geleng-geleng kepala.

Agam tertawa tertahan.

"Ngomong-ngomong tentang pacar kenapa sampai sekarang gue gak punya pacar? Agam tolong lihat gue. Menurut lo apa yang kurang dari gue sampai gak ada cowok yang mau lirik gue?"

Agam menatap Karin memperhatikan cewek itu dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Sebenernya gak ada yang kurang. Cuma ada satu yang buat lo terus sendiri,"

"Apa tuh Gam?"

"Mencintai orang yang gak mencintai lo," kata Agam. "Lo terlalu sibuk mengejar orang yang gak balas cinta lo sampai menutup diri untuk orang-orang yang sedang berusaha deketin lo."

Karin termenung beberapa detik. "Apa benar gitu Agam?"

"Tanya sama diri lo sendiri. Benar gak?"

Karin menghela napas. "Jujur aja gue gak pernah beruntung dalam hal percintaan. Itu terbukti dengan pada akhirnya cinta gue bertepuk sebelah tangan. Dia menganggap gue teman biasa padahal kita dekat. Bahkan saling bertukar cerita."

"Gak semua yang bertukar cerita itu dia anggap lo orang spesial. Dia yang menganggap lo spesial itu dia yang selalu ada. Dia yang selalu menyempatkan waktunya cuma buat lo." sahut Agam.

Karin menoleh, menatap Agam. "Dan dia yang selalu ada untuk gue dan menyempatkan waktunya untuk gue pada akhirnya dia memilih cewek lain dari pada gue. Terus gue harus mencintai siapa?"

Agam menoleh, membalas tatapan Karin. "Karin?"

Karin menelan liur. Dia keceplosan. "Apa? Lo jangan pede. Gue cuma nyindir cowok yang dulu pernah dekat sama gue." Karin mencoba setenang mungkin.

"Siapa?"

"Dia..." otak Karin berputar mencari alasan. "Rio."

"Bukan Agam?"

Karin menghela napas dongkol. Agam tidak asik. Cowok itu terlalu pintar dalam menebak. "Bukan! Lagian lo ngaco banget. Status kita udah jelas, sa-ha-bat. Gak mungkin gue ingkar janji sama rules persahabatan kita."

"Oh gitu," Agam mengangguk. Miris. Pendirian Karin begitu tinggi. Agam jadi berpikir apakah dia mampu meruntuhkan pendirian Karin? Apakah Karin bisa Agam miliki?

Tanpa Agam sadari Karin menatap Agam. Agam tahu tidak kalau Karin suka sama Agam? Tapi karena peraturan yang sudah mereka setujui dan tidak mungkin Karin langgar, mencintai Niko adalah alasan untuk mengalihkan perasaannya agar tidak terlalu berharap pada Agam.

"Apa lihat-lihat? Gue ganteng ya?"

"Pede. Lo jelek. Gue baru menyadari itu."

"Jadi selama ini gue ganteng?"

"Nggak. Jelek. Sekarang tambah jelek. Dulu jelek aja."

"Sialan,"

Mereka tertawa bersama.

Mereka tertawa bersama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Beside YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang