Tamat Yang Sebenarnya

498 59 61
                                    

Angin pagi yang menembus kulit itu menyegarkan diri. Hiruk piruk kota Jakarta menjadi awal mula kegiatannya di hari ini. Padahal masih pukul setengah enam pagi, tapi jalanan besar itu sudah dipadati. Itulah resikonya tinggal di apartemen walau mempunyai rumah, tapi jarang di tempati.

Alwi. Tangannya merapihkan lekuk dari almamater berwarna army yang baru di kenakannya. Ini hari senin, dia sungguh membenci hari ini. Berdiri di tengah lapangan, mendengar pidato kepala sekolah yang tak ada habisnya. Padahal intinya itu - itu saja.

"Maa.." ketika menuruni tangga, melihat Mamanya berada di sofa, dia lantas menyapanya. Alwi selalu rindu walau bertemu setiap hari dengan Mamanya. Bertemu di pagi dan malam hari

"Hay.. Udah siap? Ayo kita sarapan dulu. Mama tadi masak nasi goreng buat kamu" Alwi tersenyum ketika disambut hangat dengan kecupan di dahi seperti biasanya, lalu menatap Mamanya yang rapih dengan baju kerja yang sering kali ia lihat. Bahkan, Dia jarang melihat Mamanya memakai baju santai di setiap harinya

"Sayang. Mama hari ini banyak kerjaan, Mama juga lembur. Kamu gapapa ya pulangnya naik taxi aja?"

"Setiap hari, kan Mama emang selalu lembur.." tak selera. Alwi memilih beranjak dari meja makan dan keluar dengan satu kalimat tanpa menoleh pada Mamanya

Hembusan nafas terdengar. Inne tau waktunya memang tak banyak untuk menemani anaknya. Tapi, Inne merasa semua kegiatan anaknya, diketahuinya.

"Ini bekal buat kamu. Jangan lupa di makan, dan nanti langsung pulang, jangan main. Maafin Mama karna enggak bisa jemput kamu. Mama dikejar target untuk naskah film yang harus selesai minggu ini, Nak. Nanti abis itu kita jalan - jalan, oke?" Tangan Inne merogoh tas. Mengambil bekal setelah barusan sampai di depan gerbang sekolah. Tak ada jawaban hingga Alwi menuruni mobil yang di kemudikan Mamanya. Sesulit ini menjalani hidup setelah kedua orang tua nya bercerai

Walau hidup serba punya, tapi Alwi ingin memiliki waktu bersama. Semua seperti tak berarti walau dia tercukupi.

"Kirain gua, lu naik ojol lagi, Wi" X MIPA 1. Bokongnya ia dudukkan setelah sampai, dan menaruh tas nya begitu saja. Menatap teman - temannya yang menghampirinya

"Kalo boleh, gua justru pengen beli motor biar nggak ribet kalo mau ke mana - mana, Vin"

"Yaudah minta aja. Mama lu juga pasti bolehin, motor mah paling nggak seberapa buat dia" Kevin, Zion, Rendi mengangguk pada Haikal yang barusan berkata

"Bukan masalah itunya, Kal. Mama pernah cerita kalo dia punya masalah sama yang namanya motor. Dulu pernah kecelakaan parah gitu, jadi mungkin trauma." Semua ber oh ria hingga bel untuk memulai upacara terdengar. Semua bergegas pada lapangan besar yang panas. Jika bisa, Alwi ingin menghilang agar tak ikut upacara

•••••

"Udah gua duga, ini rambut pasti kena razia. Mau nya sekolah tu apa si? Gua harus botak? Aneh banget. Padahal ini nggak panjang banget rambutnya. Norak banget sekolahnya." Alwi mengibas - ibas rambutnya yang ia basahi di wastafel sekolah. Setelah selesai upacara dan terjadi razia rambut bagi laki - laki, akhirnya Alwi terkena lagi

"Potong mullet aja, Wi."

"Gila lu" Al menatap kesal lalu keluar dari toilet. Wajah tampan, dan sikap dinginnya tak ayal membuat para ciwi - ciwi ingin mendekatinya. Padahal, bukannya senang, Alwi malah risih menghadapinya

•••••

"Bagus juga motor lu, Ren"

"Ayo belajar motor. Daripada lu gabut di rumah, kan?" Kata Zion

Meaning Of Life [OneShot]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang