Dirundung Rindu

402 52 35
                                    

Haloooo.. Vote, komen ya!

"Aku pamit. Assalamualaikum." Kian Santang berbalik badan meninggalkan semua kenangan yang tercipta di Padjajaran.

Langkahnya gagah, namun terasa berat. Dirinya menghela nafas, berusaha menerima takdir sang penguasa pada kehadirannya di tanah tercinta.

"Aku pamit Ibunda. Tidak akan ada lagi anak yang menyusahkan di tanah Padjajaran ini. Aku berdoa semoga Bunda tetap sehat, Dan senantiasa diberi lindungan oleh Allah." Ujar Kian Santang dalam hati. Dia cukup menyesali di hari terakhirnya di Padjajaran, Ibunda tak menemuinya, Ibunda tak ada menyapanya seperti biasa. "Ujian ini sungguh berat yaAllah.."

"Wah, wah, wah. Ini rupanya, anak pembawa sial yang sudah membunuh raja Padjajaran."

"Dibalik sifatnya yang sangat dermawan, ternyata dia adalah seorang pembunuh!"

"Iya betul, Kian Santang adalah pembunuh!"

"Dasar pembunuh,

"Dasar pembunuh!"

Tangannya adalah pelindung untuk tubuhnya yang ricuh, dilempari batu dari rakyat yang tak tau malu. Dulu disanjung, kini dirundung.

"Hentikan, hentikan!" Ujar Kian Santang membela.

"Tidak ada ampun untuk pembunuh."

"Aku.

"Bukan pembunuh." Lirihnya menahan sakit.

Angin dengan guguran daun tidak mempunyai pengaruh padanya yang berpeluh lelah. Kian Santang mengistirahatkan tubuhnya, menghampiri gubuk kecil terletak dipinggir kota raja.

Kian Santang memegangi tubuhnya yang memar-memar oleh ulah para rakyat. Dirinya hanya biasa bersabar atas timpaan masalah yang tak kunjung musnah. "YaAllah kuatkanlah aku."

•••••

"Sudah hampir satu tahun aku menghadapi ujian ini. Sudah berbagai tempat aku singgahi untuk mencari ketenangan dari kegelisahan hati. Tapi entah kenapa Bunda. Kaki ku selalu ingin melangkah lagi, dan lagi ke tanah Padjajaran. Tubuhku seperti bersemangat ketika kaki ku ingin kembali lagi ke tanah di mana aku hidup, dan besar."

Kian Santang memejamkan matanya. Bersandar pada pohon besar, dekat gerbang menuju istana Padjajaran. Air matanya memaksa keluar mendesak keluarnya kerinduan yang mendalam.
"Ibunda.." lirihnya. Matanya kini menatap, pada tangan yang belakangan ini membuat ulah di tubuhnya.

"Tangan ini terus menghitam.." Ujarnya. "Jin itu mungkin akan terus membuat tanda di tanganku. Dan rasanya panas sekali, ya Allah.."

Matanya terpejam sempurna. Mengistirahatkan tenaga sang Kesatria yang lelah dengan semuanya.

•••••

"Kedatangan Gusti Ratu ke wilayah Padjajaran ini sangat membantu kami, Gusti. Terimakasih karna sudah membantu rakyat ditengah situasi genting kerajaan yang tengah di teror oleh para penjahat."

"Kalian semua adalah yang sebenar-benarnya pejuang bagi Padjajaran. Tidak kenal lelah, tidak pandang waktunya istirahat atau bukan, kalian tetap menghadapi teror ini dengan tabah. Maka dari itu, kami tidak mungkin membiarkan kalian tetap sendiri tanpa adanya pihak kerajaan yang mengawasinya."

Kian Santang tersenyum dari balik gubuk tempatnya bersembunyi dari orang-orang kerajaan yang mungkin tak mengharapkannya kembali. Ketika sedang tidur tadi, Kian Santang mendengar suara ricuh di kanan kiri. Langkahnya teguh, mendengar suara yang samar dikenali. "Ibunda memang berhati mulia.. Tidak heran semua orang menganggukan Ibunda, seperti orang-orang yang ada di sini." Ujarnya.

Meaning Of Life [OneShot]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang