Bagian 1

8 0 0
                                    

Seorang gadis berjalan dengan senyuman yang tidak pernah luntur dari bibir tipisnya. Sembari bersenandung kecil melewati lorong yang akan membawanya masuk ke kelasnya.

"Zea! " seru seorang gadis berambut sebahu yang meneriaki nama Zea jauh di belakang gadis itu.

Zea pun menoleh dengan menampilkan wajah masam.

"Huh...huh...tung...guin dong, Ze! " ucapnya, tanpa mengatur nafas.

"Nafas yang bener Nya! Gue ngga mau ya kalau lo sampai mati di deket gue, bisa-bisa orang-orang pada nyangka gue yang bunuh lo," sarkas Zea.

Zea Pramesti Adhitama. Tokoh utama yang menyamar menjadi tokoh figuran. Kakeknya, Rudi Adithama, adalah pemilik Universitas Gardha, tempat dimana sang cucu menempuh pendidikan dengan jalur beasiswa. Zea itu cantik, ramah, tapi juga bisa menjadi singa disaat ada yang mengacaukan kegiatannya. Zea tidak suka dikenal publik dan Zea pilih-pilih teman, bukan apa-apa, melainkan Zea tidak suka berteman dengan orang yang memanfaatkan kekayaan milik keluarganya.

"Anjing lo! Dah lah yok masuk," umpat Anya sembari menarik tangan Zea untuk masuk ke dalam kelas.

Ravanya Muezza. Gadis ini yang selalu menemani hari-hari seorang Zea. Gadis cerewet juga bar-bar, sahabat kecil Zea. Anya bukan dari kalangan kelas atas seperti Zea, hanya orang biasa yang entah bagaimana takdir mempertemukan dengan Zea yang super loyal kepadanya.

...

Di lain tempat, seorang lelaki jangkung menyesap rokok bersama teman-temannya di rooftop kampus.

"Ga, nyebat mulu dari tadi, bosen gue!" ucap salah satu lelaki bertubuh atletis. Dia Varo Hanbumi, seorang atlet bulutangkis nasional. Varo, salah satu dari trouble maker di Universitas Gardha.

"Si anjing, banyak bacot! Mau ngapain lagi? War juga gue udah bosen bonyok," jawab Saka. Arsaka Pradipta, lelaki yang satu ini hobi senggol bacok. Walaupun begitu Saka adalah playboy cap badak yang selalu menarik mata dan hati para gadis di kampus.

"Bacot!" ini Aga, ketua trouble maker di kampus, juga panglima perang di geng "Sky". Bukan geng motor ataupun geng yang hobi tawuran, hanya perkumpulan biasa antar laki-laki. Bukan berarti tidak punya musuh, justru karena mereka hanya sekedar berkumpul, hal itu juga yang membuat geng lain meremehkan kemampuan mereka.

"Gue heran sama Liora, cantik sih, tapi tiap hari mainnya sama om-om," seru Irel. Fairel Bramantyo, lelaki yang mulutnya sangat lemes, juga pedas.

"Anjiir, gitu-gitu permainannya ngga perlu diraguin, Rel" sergah Saka dengan tersenyum simpul.

"Tarif per jam berapa, Ka?" timpal Varo, ah jangan lupakan soal Varo yang juga salah satu mahasiswa beasiswa, lelaki itu selalu mengandalkan kemampuannya untuk hal yang berbau ekonomi.

"Stres!" gumam aga melirik teman-temannya.

"Gue ngga tau, orang tiap gue tanya jawabannya selalu gini..."

'Khusus inti Sky mah gratis, mau main berapapun juga gue kuat, asal kuat juga buat muasin gue. Apalagi kalau mainnya sama Aga, sampai lemes sekalipun, gue jabanin,'

"Bisa-bisanya kampus ini nerima seorang jalang," seru Irel tidak suka, "eh lagian selama ini gue juga belum pernah liat Aga main sih," lanjutnya lagi.

"Lo normal kan, Ga?" tanya Saka dengan menatap manik Aga.

"Sorry, tipe gue berkelas, bukan bekas," jawab Aga dengan tampang datar.

"Oh lo solo ya bos?" timpal Varo.

"Heh Ga, asal lo tau, solo itu kurang nikmat. Gue sendiri yang udah buktiin omongan si cunguk Saka!" seru Irel.

"Iya dong, keluar masuk pake sabun mana enak anjir! Tapi jujur ya, punyanya Liona ngga enak, walaupun permainannya bikin gue seneng, tapi lobang tuh cewek udah longgar banget anjing! Untung gratisan, kalau ngga tekor gue,"

Aga malas. Sangat malas membicarakan hal apapun yang berbau tidak penting. Lelaki itu bangkit meninggalkan teman-temannya.

"Mau kemana, Ga?"

"Kantin,"

Zeaga Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang