Antika berjalan menuju warung Nenek Siti dengan berjalan kaki. Tangannya menenteng keranjang anyaman dari bungkus kopi. Di sepanjang jalan, ia memasang wajah yang terukir senyuman. Ada yang membalasnya ada juga yang melengos. Antika tak peduli.
Matahari terlihat hampir di tengah-tengah. Semoga pakaian dan sepatu yang ia cuci tadi kering. Merasa bingung melakukan apa, ia menghabiskan waktu dengan mencuci pakaian penghuni rumah yang kotor. Mencuci dengan tangan sehingga memakan waktu lama.
Sesampainya di warung, seorang wanita paruh baya memandangnya dari atas ke bawah. Antika yang mengenal akhirnya menyapa, "Bu Rena, apa kabar?"
Bu Rena menaikan sebelah alisnya. "Apik, dong. Kamu apa kabar? Temanmu udah pada kawin, loh."
"Aku juga baik. Temanku emang udah pada kawin, bu. Soale beberapa kali aku kirim amplop online." Antika menjawab disertai senyuman manis lalu memandang pemilik warung, menyebutkan apa saja yang ia beli.
"Durung nyarap apa gimana? Kok baru beli beginian?" tanya Nenek Siti dengan suara serak. Tangan keriputnya memasukan apa yang dibeli Antika pada keresek lalu menghitungnya.
"Oh, ini nanti dimasak buat diantar ke sawah, mbah."
"Ke sawahnya Pak Hartono?" Nenek Siti bertanya sambil menyerahkan keresek.
"Nggih, mbah."
Nenek Siti lalu menyebutkan harga yang langsung Antika bayar dengan uang pas.
"Matur nuwun, mbah. Pulang dulu, nggih, mbah, bu."
Nenek Siti membalas dengan senyuman lembut, sedangkan Bu Rena membalas dengan senyuman menyebalkan.
"Ditunggu undangannya, nanti kalau kondangan nggak pusing cari pasangan."
Antika menyabarkan dirinya lalu membalas ujaran Bu Rena, "Kapan-kapan, bu. Belum waktunya, calon suamiku mungkin lagi sibuk urus perusahaannya."
Bu Rena tertawa anggun. "Yakin banget suamimu pengusaha. Kamu aja tamatan SMA, kerjanya jadi baby sitter lagi."
Antika membolakan matanya, memandang Bu Rena dengan polos. "Aku nggak bilang yakin loh, bu. Calon suamiku mungkin lagi sibuk urus perusahaannya." Antika menekan kata 'mungkin'.
Nenek Siti terkikik geli melihat wajah merah Bu Rena.
"Tentang aku yang tamatan SMA, emangnya kenapa? Ada loh tamatan SMP kawin sama bos besar. Jodoh nggak ada yang tahu. Lalu, kerja jadi baby sitter nggak masalah, dong. Kan halal, bikin aku nyaman dan nggak ngerugiin Bu Rena." Antika tertawa sambil menutup mulutnya. Kemudian ia sekali lagi berpamitan pada mereka berdua. Ibunya pasti menunggu di rumah.
Omong-omong, kicauan Bu Rena membuatnya sedikit terhibur.
***
"Tempe dan tahunya kamu goreng, terus bikin sambal." Farah menyerahkan cabai yang sudah ia petik. Beruntung dia menanam cabai di belakang rumah, sehingga tak selalu mengeluarkan uang untuk membelinya.
Antika menguncir rambutnya bak ekor kuda. Tangannya ia cuci bersama bawang putih, bawang merah, dan cabai. Menyiapkan ciri dan muthu untuk menghaluskan bumbu tempe goreng. Kemiri, bawang, dan garam merupakan bahan-bahan untuk membuat bumbu tersebut. Setelah halus, bumbu disiram dengan air secukupnya. Tempe yang sudah dipotong ia biarkan berenang di ciri.
Tempe yang sudah berenang di air dingin kemudian berenang di genangan minyak panas bersama tahu. Harum hangat dan nikmat menyapa hidung Antika. Farah yang tengah memotong pepaya muda memejamkan matanya, mengentikan kegiatan memotongnya sebentar.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUDA UNTUNG (On Hold)
RomanceSetelah 5 tahun bekerja di kota, Antika kembali ke desa. Ternyata, seseorang yang paling ia hindari ada di sana. Untung yang memiliki label durendunak alias duda keren dua anak mengejarnya dengan penuh kekuatan. Antika sampai bosan mendengar permint...