Memang serba salah rasanya,
tertusuk panah cinta..***
Bohong kalau mengatakan tidak kagum pada sosok lelaki seperti Langit Wiguna. Sudah berwibawa, cerdas, memiliki sikap yang ramah, ditambah wajah yang rupawan pula. Seolah dirinya sengaja dipahat sempurna tanpa cela.
Tapi ini adalah dunia nyata, ada yang namanya kesadaran diri. Cinta boleh setinggi langit, namun apalah daya tangan tak sampai. Perasaan kagum hanya sebatas itu, keinginan untuk memiliki saja tidak pernah terlintas dibenak.
Begitu yang Aru rasakan,
setelah kegiatan PKKMB selesai ia bahkan tak pernah lagi teringat akan Langit. Seolah pertemuan mereka bukanlah apa-apa, sebagaimana semestinya.Sampai hari dimana keduanya tak sengaja kembali bertemu. Pagi itu hujan turun begitu deras, Aru dengan pakaianya yang setengah basah melangkah cepat menaiki anak tangga masih memeluk totebag nya.
Ia hampir terlambat, tapi untungnya masih ada waktu.
Masih ada sekitar 2 menit lagi sebelum mata kuliah dengan dosen anti telat itu dimulai. Ini masih awal perkuliahan, Aru tidak ingin dirinya dicap mahasiswa suka telat.
Langkahnya kemudian terhenti tepat di depan pintu kelas, masih dengan dada yang naik turun ia segera melangkah membuka pintu bersamaan dengan jantungnya yang serasa jatuh hingga ke perut.
Karena ternyata tak ada siapapun di sana.
Kelas kosong melompong.
"Kak maaf.." Aru menghentikan langkah dua mahasiswi yang kebetulan melintas. "Ini gedung C bukan ya?"
"Gedung D dek. Gedung C yang sebelahan sama parkiran."
Astaga.
Gadis itu mengangguk sembari tersenyum getir, "Makasih kak.."
"Sama-sama."
Salah gedung, lagi. Aru melirik jam di layar ponselnya, bersamaan dengan sebuah chat dari teman sekelasnya muncul mengatakan bahwasannya dosen sudah tiba.
Bukannya menjawab pertanyaan Aru tentang dimana letak gedung, temannya itu justru membalas pesannya setelah dosen sudah berada di kelas, yang artinya sudah tidak ada gunanya lagi kalaupun ia ke sana. Sudah dipastikan tetap tidak akan diizinkan masuk.
Sekarang apa? Tentu saja bolos kelas pertamanya.
Langkahnya kembali ia bawa untuk menuruni tangga, apa yang harus ia lakukan selagi menunggu mata kuliah selanjutnya dimulai. Aru sedikit mengigil, ditambah dengan pakaian lembab seperti ini pula.
Tiga mahasiswa lelaki terdengar cekikikan ketika berpapasan dengannya di anak tangga terakhir. Aru mengernyit menoleh sekilas pada mereka, lalu menyentuh rambutnya sendiri yang ia kira tampak amat berantakan.
"Arunika."
Gadis itu reflek ngerem mendadak karena nyaris menubruk dada lelaki yang entah sejak kapan berada di hadapannya.
Dengan mata terbelalak Aru segera mundur dua langkah.
"Kamu tadi kehujanan ya?" tanyanya kemudian mengalihkan pandangan. "Baju kamu basah tuh."
"I-ya kak.." jawab Aru menatap bingung.
Sebentar, orang ini mengenalnya kah? Maksudnya mengapa harus repot-repot bertanya. Apa sikapnya memang begitu ya pada semua orang. Bisa jadi.
"Boleh tolong pegangin sebentar?"
Hah? Dengan gerakan lambat Aru menerima ransel hitam milik lelaki itu, ia semakin bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arulangit
Teen FictionHubungan backstreet Arunika dengan ketua BEM kampusnya tampaknya tak akan bertahan lama. Ia kira perbedaan bukanlah hambatan jika didasarkan perasaan yang sama, namun suaranya kalah keras dari jeritan masyarakat tertindas, dari keluhan orang-orang y...