Seven

32 3 0
                                    


Ternyata kita semua pintar dalam
berlagak menutupi banyak hal.

***

Kegiatan amal korban banjir berjalan cukup baik sejauh ini, ada sekitar 20 mahasiswa prodi Sastra Indonesia yang ikut berpartisipasi. Sebagian besar merupakan anggota himpunan, dan sisanya adalah mahasiswa semester awal seperti Aru yang masih ingin belajar akan banyak hal.

Kak Langit benar tentang satu hal,
berbeda rasanya ketika kita secara langsung berinteraksi dengan orang-orang yang sedang membutuhkan, dibanding hanya sekedar menyumbangkan begitu saja.

Kamu bisa menatap mata anak-anak yang tak pupus harapan meski belum bisa kembali bersekolah, kamu bisa melihat ketulusan seorang wanita yang selalu mendukung suaminya untuk bangkit, kamu bisa bersyukur akan segala hal bahkan sampai menyadari bahwa sepotong roti itu sangat berharga bagi yang tak memiliki.

Aru tersenyum senang ketika anak-anak di pengungsian ternyata sangat antusias menerima buku-buku darinya, semoga dengan ini minat baca anak-anak di sini menjadi meningkat.

"Wah cerita sang kancil!"

"Liat nih punyaku ada gambarnya.."

"Suka ngga?" tanya Aru.

"SUKAAA!!" jawab semuanya serentak.

Salah satu anak kemudian mengangkat tangan. "Kak boleh ditunjukkin ke ibu nggak?"

"Bolehh, tunjukin ke pak RT pun boleh," sahut seseorang tiba-tiba datang dari belakang Aru. Ternyata Riza, teman seangkatannya.

"Kalo ke presiden bang?" tanya anak botak itu lagi.

"Wih itu lah yang paling mantap."

Aru tergelak. Ada-ada saja.

"Nahh udah dikasih buku bagus, sekarang bilang apa ke kak Arunika?"

"Terimakasih kakak!"

"Makasih kak Arunika!!"

"Sama-sama sayang. High five dulu dong!" Aru yang memang dalam posisi duduk mengangkat telapak tangannya yang kemudian disambut semangat anak-anak lainnya.

"Kenapa, Za?" tanya Aru bangkit, sementara anak-anak sibuk sendiri dengan buku baru mereka.

"Nggak ada apa-apa," jawab cowok berkacamata itu santai.

"Loh trus ngapain ke sini?"

"Disuruh."

"Disuruh siapa?"

"Kak Langit."

Aru terdiam.
Apa-apaan kak Langit ini.

"Disuruh kak Langit manggil yang lain buat ngumpul maksudnya YEEE GEER YEE!" Riza cekikikan sambil menunjuk-nunjuk wajah gadis itu.

"Dih garing lu!"

"Bercanda, Ru. Ayo lah!"

"Kakak!" Belum sempat beranjak panggilan salah satu anak membuat Aru kembali menoleh.

"Eh, iya?"

Anak perempuan yang paling besar mengulurlan buku padanya. "Ini bukan buku pelajaran kak Aru?"

ArulangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang