“Cinta memang dapat menyihir segala hal. Termasuk kebiasaan baik atau buruk yang dilakukan sejak lama. Maka berhati-hatilah, karena cinta tergantung pada bagaimana kita menanggapinya.”
-Zinnia (Berbeda Cerita, Berpadu Menjadi Cinta)-
[Val, sore nanti kamu ada kelas atau nggak?]
Noval mengerjap sejenak usai membaca pesan dari Acha. Sudah lama dia tidak bertemu dengan gadis itu. Sempat terpikir jika Acha sakit atau pulang ke rumah ayahnya, tetapi Noval berusaha untuk menepis pikiran tersebut.
[Ada, Cha, kamu ke mana aja?] balas Noval.
Selang beberapa menit, Acha kembali mengirim pesan. [Akhir-akhir ini aku sibuk, Val. Please, sore ini kita ketemu di tempat biasa. Aku datang sama Erna.]
Noval menarik napas dalam. Sikap Acha memang cenderung keras kepala, padahal selama ini Noval tidak pernah bolos kuliah, bahkan jika sakit sekalipun. Selagi bisa berdiri dan berjalan maka dia pasti akan tetap masuk.
[Oke. Setelah Ashar. Jangan telat.]
Usai membalas pesan, Noval menghubungi Rian. Dia berniat mengajak sepupunya itu untuk bolos bersama. Ternyata Rian dengan senang hati mengiyakan.
Baru saja Noval meletakkan ponselnya, tak lama kemudian terdengar notifikasi lagi. Tertera nama Acha di sana.[Kesorean itu. Jam 3 harus sudah di sana.]
Untuk ke sekian kalinya Noval terpaksa sabar dengan sikap Acha. Dia pun menekan simbol telepon di aplikasi WhatsApp. Tak perlu menunggu lama, Acha langsung menjawab teleponnya.
“Salat dulu, Cha!” seru Noval tanpa basa-basi.
“Ya tapi kalau keluar terlalu sore juga nggak enak, Val, malahan pulangnya kemalaman. Kamu biasanya juga nggak pernah mau ngantar.”
“Kan ada Erna,” ujar Noval lagi.
“Mungkin Erna nanti pulang lebih dulu, katanya ada urusan keluarga.” Suara Acha terdengar bergetar, seolah sedang menahan tangis.
“Kalau gitu kita ngobrol sebentar aja dan pulang sebelum Magrib. Nggak bisa ditawar lagi.”
“Oke,” jawab Acha pasrah.
Suara Acha tadi membuat Noval kepikiran. Dalam hati dia sangat ingin segera menemui gadis itu, menanyakan ada apa, bagaimana kabarnya, serta apa yang terjadi. Namun, akal sehatnya berkata lain. Tidak mungkin secara blak-blakan dia berkata begitu di depan Acha. Semua itu hanya dapat dipendam dalam-dalam.
“Akan ada masanya tersendiri, bukan sekarang,” gumam Noval sembari berusaha menghalau pikirannya yang semakin dipenuhi rasa penasaran.
****
Siang hari yang terik tak membuat Acha beranjak dari kamar, dia justru termenung di atas ranjang mungil miliknya. Kemudian memandangi ponsel begitu lama. Menggeser dari bawah ke atas. Sesekali dia tersenyum, tetapi tak jarang pula menangis. Acha sendirian dalam ruangan minimalis itu, sehingga leluasa untuk menumpahkan tangis dan melampiaskan emosi.
“Daniyal ... kenapa kamu sejahat itu?” racau Acha. Andai ponsel yang dipegangnya bukan hasil keringat sendiri, mungkin saat ini sudah dilempar dan dibuang jauh-jauh.
Seharusnya dia kuliah tadi pagi, tetapi pesan dari Daniyal di sepertiga malam justru menghancurkan mood-nya. Makanya dia ingin menemui Noval untuk sekadar bercerita, berharap emosi negatifnya dapat segera mereda. Sebab selama ini, hanya Noval yang menjadi tempat curahan hati ternyaman bagi Acha.
Memang Noval adalah orang yang selalu ada untuk Acha, tetapi justru Daniyal yang mampu menaklukkan hati gadis dengan wajah rupawan itu. Sebab bagi Acha, Daniyal adalah sosok lelaki yang diidamkan. Serasi dengan Acha yang keanggunannya seolah menyihir siapa pun.
Acha mengenal Daniyal sejak SMA, dulunya mereka satu sekolah. Keduanya sama-sama menjadi primadona di sana. Acha yang terkenal cantik dan memiliki kemampuan public speaking yang bagus, sementara Daniyal dikenal sebagai lelaki tampan serta vokalis band dengan suara yang sangat merdu.
Jika dilihat oleh orang-orang, jelas mereka seperti pasangan yang sangat romantis. Namun, nyatanya tidak. Setahun berpacaran dengan Daniyal, Acha memang masih sering dibuat terbang ke angkasa dan diperlakukan layaknya Cinderella. Dua tahun kemudian, sering terjadi pertengkaran, padahal penyebabnya adalah hal sepele. Sebatas kecuekan Daniyal pada Acha, perihal tidak membalas chat selama seminggu, atau hanya membalas dengan satu kata yakni ‘sibuk’.
Wanita mana yang tidak geram ketika kekasihnya bersikap demikian? Acha memang gadis yang mandiri, tetapi bukan berarti dia tangguh menghadapi permasalahan hati yang melibatkan cinta. Dia kalah telak. Gadis anggun itu tidak mampu menyetir perasaannya. Dia sering kalap ketika mendapati Daniyal duet dengan wanita yang jauh lebih cantik darinya. Maklum, mereka berjauhan. Beda kota, beda kampus. Seandainya dekat dan memiliki banyak waktu luang, sudah pasti Daniyal akan didatangi dan dihadiahi omelan panjang dari Acha.
“Jangan khawatir, Acha sayang, kalau libur kita pasti bisa ketemu kok.” Ucapan itu sempat membuat Acha terbang seminggu yang lalu, tetapi lagi-lagi dijatuhkan dengan kenyataan yang selalu saja tak seindah ekspektasi.
Sebenarnya Daniyal nyaris sempurna bagi Acha, sayang perilakunya buruk. Sekali lagi, wanita mana yang ketika jatuh cinta tidak meminta diperhatikan? Apalagi ketika saling berjauhan, padahal Acha sudah berulang kali memaklumi seluruh kesibukan Daniyal.
Ponsel Acha berdering di saat dia sedang menikmati denyutan dan keperihan di hati. Tertera nama ‘Ayah’ di layar ponsel yang menyala. Ingin menjawab, tapi suasana hatinya sedang tidak baik. Untuk mengabaikan pun berat, dia takut ada suatu kepentingan mendesak. Namun, setelah dipikir ulang, menjawab telepon dari ayahnya dengan suara sengau pasti menimbulkan kecurigaan. Dia tak ingin menambah beban pikiran ayahnya.
Acha dan ayahnya masih tinggal satu daerah, hanya berbeda rumah. Acha memilih mengontrak sendiri di dekat kampus karena sering terjadi perselisihan dengan ayahnya semenjak sang ibu tiada. Demi ketenangan keluarga, Acha mengalah dan keluar dari rumah, dia tidak ingin adik-adiknya mendapatkan dampak buruk akibat sering mendengar pertengkaran itu. Namun, ayah Acha tetap membiayai rumah indekos dan kuliahnya. Meski saat semester pertama Acha justru bekerja paruh waktu.
Setelah memilih abai dan mendiamkan dering ponsel, Acha akhirnya beranjak dari ranjang. Dia mendengar kumandang azan Asar, sehingga bergegas mandi dan bersiap.
***
Hai, jangan lupa vote dan spam komen, ya. Btw, kira-kira Acha sesayang apa dengan Daniyal, ya?
Follow akun Instagram @adriknilr_21 dan @g.s.Azzahra untuk info update cerita Zinnia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zinnia (HIATUS)
Teen FictionZinnia, bunga beraneka warna yang menjadi simbol persahabatan Acha, Noval, Rian, Erna, dan Yulia. Seperti yang sering dikatakan banyak orang, bahwa tidak ada lelaki dan perempuan yang murni bersahabat. Pasti di antara salah satunya ada yang terjerat...